Presidential Threshold, Muncul Opsi Jalan Tengah

Jumat, 07 Juli 2017 – 07:28 WIB
Rapat Tim Perumus/Tim Sinkronisasi RUU Pemilu, Kamis (6/7). Tampak Dirjen Polpum Kemendagri Mayjen Soedarmo (kedua dari kanan) dan Direktur Politik Dalam Negeri Dr.Bahtiar (ketiga dari kanan). Foto: istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Perdebatan RUU Pemilu masih berkutat soal lima isu krusial, terutama terkait presidential threshold.

Perkembangan terbaru, opsi presidential threshold 10–15 persen dinilai sebagai jalan tengah terbaik untuk mengakhiri kebuntuan pembahasan RUU Pemilu.

BACA JUGA: Tak Ada Hubungan Peningkatan Dana Parpol dengan Pembahasan RUU Pemilu

Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang sebelumnya ngotot mendorong opsi 0 persen mulai sepakat untuk mencari titik tengah.

Sekretaris Fraksi PAN yang juga Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto menyatakan, opsi batas perolehan suara minimal parpol untuk mencalonkan presiden sebesar 10–15 persen bisa menjadi pilihan. Fraksi lain juga melihat opsi itu sebagai pilihan terbaik.

BACA JUGA: Penyusunan Anggaran Tahapan Pemilu 2019 Terancam Berantakan

Sayang, parpol yang ngotot di angka 20–25 persen belum menunjukkan perubahan signifikan.

”Sinyal turun dari 20 persen ke 10 persen tetap ada. Tapi, yang dari 0 ke 10 persen lebih bisa menerima,” kata Yandri di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (6/7).

BACA JUGA: Bagaimana jika Hingga Akhir Juli RUU Pemilu Belum Kelar?

Menurut Yandri, agar pembahasan tidak alot, sebaiknya opsi tengah tersebut bisa dijadikan kesepakatan.

Karena itu, sebaiknya setiap parpol bisa berpikir ulang dan tidak kaku dalam mengambil keputusan.

”Kalau 10 persen itu menjadi kata mufakat dan tidak ada kubu-kubuan dan voting-votingan, saya kira lebih baik,” ucap Yandri.

Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Muzani memiliki pendapat yang sama.

Meski tidak spesifik menyebut angka, dia berharap semua parpol tidak lagi bersikeras dengan usulan masing-masing.

”Sebaiknya semua mulai memikirkan opsi jalan tengah, khususnya dalam memutuskan angka ambang batas pencapresan,” katanya.

Muzani menyatakan, secara prinsip Partai Gerindra tetap memiliki penilaian bahwa ambang batas pencapresan tidak memiliki landasan hukum dalam pelaksanaan pemilu serentak.

Namun, faktanya, saat ini setiap partai masih ngotot dengan angka ambang batas masing-masing. Jika dibiarkan terus, pembahasan akan berlarut-larut dan merugikan publik.

Karena itu, seluruh partai maupun fraksi perlu berkomunikasi untuk mencapai titik temu tersebut. ”Kami sudah bicara dengan semua fraksi. Diusahakan menghindari voting agar suara DPR satu,” ujar ketua Fraksi Gerindra itu. (bay/c11/fat)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Parpol Bertambah, Pendidikan Politik Sampai Tingkat Ranting


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler