Presidium Partai Buruh Ungkap 5 Masalah Honorer yang Gagal Diselesaikan Pemerintah

Minggu, 01 Januari 2023 – 18:24 WIB
Presidium Partai Buruh Ungkap 5 Masalah Honorer yang Gagal Diselesaikan Pemerintah. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Presidium Partai Buruh Didi Suprijadi mengungkap 5 masalah honorer yang gagal diselesaikan pemerintah.

PP Nomor 56 Tahun 2012 menyebutkan tenaga honorer adalah pegawai yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) ataupun pejabat lainnya di dalam pemerintahan agar bisa melakukan tugas tertentu dalam instansi pemerintahan.

BACA JUGA: 11 Bulan Lagi Honorer Dihapus, Tolong Selamatkan K2, Pak Azwar Anas!

Data tenaga honorer mencapai 2.113.158 per 30 September 2022, data tenaga non-ASN tersebut berasal dari 66 instansi pusat dan 522 instansi daerah.

Tenaga honorer terbanyak adalah jabatan fungsional guru, baik di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) maupun Kemenag.

BACA JUGA: Banyak Honorer K2 Nakes Lulus Seleksi PPPK, 7 Hari Lagi Pemberkasan NIP

"Hingga saat ini persoalan tenaga  honorer baik tenaga tehnis maupun tenaga fungsional belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah," kata Didi Suprijadi kepada JPNN.com, Minggu (1/1).

Persoalan tenaga honorer terjadi dimulai sejak diterbitkannya moratorium CPNS saat Mendagri dijabat oleh Gamawan Fauzi.

BACA JUGA: Pentolan Honorer K2 Menantang DPR Menuntaskan Revisi UU ASN sebelum Rekrutmen CPNS dan PPPK 2023

Dengan adanya moratorium CPNS ini tidak lagi berani pejabat pembina kepegawaian mengeluarkan surat keputusan bagi tenaga honorer.

Di sisi lain kebutuhan akan tenaga honorer di setiap instansi pemerintahan setiap tahun terus bertambah.

Ada 5 persoalan yang dihadapi oleh  tenaga honorer  yaitu,

1. Status

Status tenaga honorer kebanyakan tidak jelas, lebih banyak hanya mendapatkan surat keputusan dari atasannya langsung. Bukan surat keputusan dari pejabat yang berwenang, seperti badan kepegawaian atau PPK.

Lebih-lebih tenaga honorer di sekolah, hanya berdasarkan surat tugas dari kepala sekolah saja.

Dengan demikian kedudukan tenaga honorer di instansi pemerintah status kepegawaiannya tidak jelas, rawan mengalami pemutusan hubungan kerja.

"Dengan status kepegawaian tidak jelas menjadikan kurang percaya diri bekerja bagi tenaga honorer," ujarnya.

2. Kesejahteraan

Kesejahteraan honorer sangat rendah bila dibandingkan dengan tenaga lainnya, sekalipun dalam bidang pekerjaan yang sama.

Hal ini terlihat dari pendapatan gaji perbulannya. Banyak honorer mendapatkan gaji di bawah upah minimum regional.

Yang paling menyedihkan kata Didi Suprijadi, tenaga honorer guru. Masih banyak guru honorer gaji bulanannya di bawah Rp 500 ribu.

Bagaimana mungkin untuk mencerdaskan kehidupan bangsa manakala guru-gurunya masih kekurangan pendapatan bulanannya. Dengan kesejahteraan yang rendah tenaga honorer sulit diharapkan bekerja optimal.

3. Kualitas

Tidak jarang kualitas tenaga honorer lebih rendah dibandingkan dengan tenaga ASN misalnya. Hal ini dimungkinkan tenaga honorer berkualitas rendah, karena jarang sekali diikutkan dalam pendidikan dan pelatihan peningkatan kapasitas, hanya karena status yang masih honorer.

Yang paling menyedihkan, ujar Didi Suprijadi, adalah honorer guru, karena aturan pemerintah bahwa guru honorer itu bukan guru tetap.

Akibatnya hampir kebanyakan guru honorer tidak diikutkan sebagai peserta sertifikasi pendidik. Wajar puluhan tahun mengajar guru honorer belum punya sertifikat pendidik.

"Dengan kualitas yang rendah susah untuk mendapatkan hasil maksimal," ucapnya.

4. Perlindungan hukum

Menurut Didi Suprijadi, tenaga honorer rawan mengalami persoalan hukum saat menjalankan tugas tugas pengabdiannya.

Bila terjadi kesalahan tenaga honorer lebih mudah kena sanksi dan berujung pemecatan. Selain itu, belum ada lembaga yang melindunginya.

Beruntung bagi guru-guru honorer yang menjadi anggota profesi seperti PGRI. LBH PGRI setiap saat akan membantu bila ada guru anggotanya terkena masalah hukum. 

"Sayangnya tidak semua guru honorer bersedia menjadi anggota organisasi profesi PGRI,. Dengan jaminan perlindungan hukum yang minim tenaga honorer tidak akan bekerja dengan sepenuh hati,' tegasnya.

5. Jaminan sosial

Jaminan sosial dalam hal ini menyangkut jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pensiun.

Untuk jaminan kesehatan umumnya ikut serta dengan BPJS kesehatan baik sebagai peserta bayar iuran maupun bukan peserta bayar iuran.

Dilema terjadi pada guru guru honorer mau ikut peserta BPJS kesehatan mandiri tidak cukup bayar iuran.

Di sisi lain oleh masyarakat dianggap sebagai orang bekerja di pemerintahan, tetapi instansi tempat bekerja tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS kesehatan.

Jaminan kecelakaan kerja dan kematian sebagian pemerintah pusat.provinsi maupun kabupaten kota telah mendaftarkan tenaga honorer sebagai peserta melalui BPJS ketenagakerjaan.

"Jaminan hari tua dan jaminan pensiun hampir seluruh tenaga honorer tidak diikutsertakan oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten kota," terang Didi Suprijadi.

Dia menambahkan dengan kurangnya jaminan sosial bagi tenaga honorer, terutama jaminan hari tua dan pensiun, apa yang akan diharapkan di masa tua nanti. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler