Prevalensi Rokok di Indonesia sudah Capai 65 Juta Jiwa, Pemerintah Diminta Cari Solusi

Minggu, 17 April 2022 – 13:40 WIB
Ilustrasi Berhenti Merokok. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA -  Aktivitas merokok berkorelasi dengan meningkatnya risiko terjangkit beragam penyakit tidak menular.

Untuk mengurangi angka perokok serta masalah kesehatan yang berkaitan dengan merokok, pemerintah diharapkan bisa mengadopsi solusi baru.

BACA JUGA: Rokok Batangan Bakal Dilarang? Simak Penjelasan BPOM

Salah satunya mendorong perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau alternatif.

Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran (UNPAD), Ardini Raksanagara mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai upaya menurunkan prevalensi merokok, seperti menciptakan aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

BACA JUGA: Lihat nih, Bea Cukai Gagalkan Pengiriman 1,7 Juta Batang Rokok Ilegal

Namun, upaya tersebut belum dinilai cukup efektif. “Ini perlu sekali melibatkan berbagai pihak, bukan satu arah dari pemerintah saja,” katanya kepada wartawan.

Salah satu solusi yang bisa diutamakan adalah yang berprinsip pengurangan risiko.

BACA JUGA: Bea Cukai Memutus Peredaran Rokok Ilegal dengan Jurus Ini

Menurut Ardini, produk seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantong nikotin menerapkan konsep pengurangan risiko sehingga mampu mengurangi bahaya hingga 90 persen-95 persen.

“Produk ini bisa dijadikan salah satu upaya bagi perokok dewasa yang selama ini sulit berhenti. Perlunya dorongan yang kuat khususnya dari perokok dewasa itu sendiri,” ungkapnya.

Dengan begitu, kata dia, perokok dewasa  bisa memiliki alternatif yang lebih baik daripada merokok.

Selain mengalami kesulitan berhenti merokok, para perokok juga kerap terpapar opini negatif tanpa landasan kajian ilmiah.

Misalnya, produk ini diisukan memiliki risiko kesehatan yang sama besarnya dengan rokok. Terkait dengan hal tersebut, Ardini menjelaskan produk tembakau alternatif tidak dibakar, sehingga tidak menghasilkan asap yang mengandung TAR, senyawa bersifat karsinogenik.

“Dari beberapa jurnal sudah dibuktikan bahwa produk tembakau alternatif mampu mengurangi bahaya kesehatan. Jadi, sebetulnya perlu ditekankan bahwa produk ini baik dimanfaatkan bagi yang mau mengurangi bahaya terhadap kesehatannya,” tegas Ardini.

Dengan potensi tersebut, Ardini berharap pemerintah bisa mendukung penggunaan produk tembakau alternatif.

Sebagai langkah awal, pemerintah bisa melihat hasil kajian ilmiah yang sudah dilakukan akademisi maupun universitas, baik dari dalam dan luar negeri.

Selanjutnya, sambung pemerintah perlu mendorong kajian lokal dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang berkaitan dengan industri produk tembakau alternatif.

“Perlu penelitian bersama-sama. Setelah itu sosialisasikan bahwa manfaat dari produk tembakau alternatif ini akan menjadi salah satu pilihan bagi perokok yang ingin berhenti merokok dan perlu juga testimoni sosial,” ujarnya.

Senada dengan Ardini, Wakil Ketua Yayasan Manusia Welas Asih (MAWAS), Dimas Syailendra, mengatakan pemanfaatan produk tembakau alternatif perlu dukungan multipihak.

Bila tidak,  dia khawatir prevalensi merokok akan makin meningkat dan menambah beban kesehatan publik.

“Akan ada beban sosial dan ekonomi yang harus kita tanggung untuk mengatasinya,” tegas Dimas.

Dia mengingatkan pemerintah jumlah prevalensi merokok di Indonesia sudah menyentuh angka 65 juta jiwa.

“Sebelum masalah yang lebih buruk terjadi, mari kita berbuat sesuatu untuk mencegahnya. Kampanyekan budaya sadar risiko dengan mendukung penggunaan produk tembakau alternatif yang terbukti secara ilmiah mengurangi risiko kesehatan,” tutur Dimas. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler