Produk Gerakan Politik, Keputusan Ijtima Ulama III Tidak Perlu Dipatuhi

Jumat, 03 Mei 2019 – 11:55 WIB
Ketua Setara Institute, Hendardi. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua SETARA Institute, Hendardi mengatakan produk Itjima Ulama III adalah pendapat sekumpulan elite politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia untuk tujuan politik praktis dan jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan.

“Sebanyak lima butir keputusan itu bukanlah produk hukum melainkan produk kerja politik, sehingga tidak perlu dipatuhi oleh siapa pun,” tegas Hendardi dalam keterangan persnya diterima di Jakarta, Jumat (3/5).

BACA JUGA: Rekomendasi Ijtimak Ulama III Dianggap Memanas-manasi Umat

BACA JUGA: Lima Catatan Penting SETARA Institute Terkait Pemilu 2019

Menurut Hendardi, keputusan itu lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat dan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, yang secara umum telah dilaksanakan dengan prinsip keadilan Pemilu. Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, maka semua itu diselasaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia.

BACA JUGA: Pernyataan Bang Sandi soal Rekomendasi Ijtima Ulama III

Keputusan Ijtima yang semakin kehilangan legitimasinya itu, menurut Hendardi, lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara Pemilu. Sekalipun kebebasan berpendapat dan berkumpul ini dijamin oleh UUD Negara 1945, akan tetapi, jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses Pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum.

“Dari lima butir keputusan Ijtima Ulama III, tampak terlihat inkonsistensi keputusan yang satu dengan lainnya. Satu sisi mendorong BPN Prabowo - Sandi menempuh jalur legal-konstitusional, tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi, Ijtima ini meminta pasangan Jokow-Maruf didiskualifikasi dari proses kontestasi,” katanya.

BACA JUGA: Bawaslu Kaji Laporan Kubu Prabowo Terkait Pelanggaran Administrasi KPU

Hendardi menegaskan hasil kesepakatan sejumlah elite ini hanya mempertegas praktik politisasi agama oleh sejumlah elite, seperti penggunaan argumen amar ma’ruf nahi munkar, penegakan hukum dengan cara syar’i sebagai cara membakar emosi umat.

“Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga dan memperkuat segregasi sosial di antara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia,” kata Hendardi.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pos Indonesia Prediksi Pengiriman Dokumen dan Barang Naik 120 Persen


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler