Prof Arief Hidayat Berbaju Hitam, Mengaku Malu, Lalu Ungkap Prahara MK

Kamis, 26 Oktober 2023 – 15:44 WIB
Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat saat sidang putusan gugatan uji materi batas usia minimal capres dan cawapres di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10). Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengungkap hal tentang lembaganya yang kini dilanda prahara.

Mahaguru di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu sampai merasa perlu mengenakan baju hitam untuk menggambarkan kondisi MK saat ini.

BACA JUGA: Edi Hasibuan Sedih dengan Ada Pihak yang Tidak Menghormati Putusan MK

Berpidato pada Konferensi Hukum Nasional yang digelar Kemenkumham di Jakarta, Rabu (25/10), Arief menceritakan soal adanya pertanyaan apakah Indonesia sedang baik-baik saja atau sebaliknya.

“Saya mengatakan di berbagai sektor bidang kehidupan Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” ujarnya.

BACA JUGA: Info dari Jimly Asshiddiqie soal Sidang Perdana MKMK

Arief dalam kesempatan itu juga mengajak peserta Konferensi Hukum Nasional berhati-hati.

Menurut dia, saat ini ada kecenderungan sistem ketatanegaraan dan bernegara yang sudah jauh dari Pembukaan UUD 1945.

BACA JUGA: Banyak Laporan Masuk ke MK, Ada yang Minta Anwar Usman Mundur

“Bayangkan, bapak (dan) ibu sekalian. Di era Soeharto, era rezim Orde Baru atau Orde Lama pun, itu tidak ada kekuatan yang terpusat di tangan-tangan tertentu,” katanya.

Ketua MK periode 2015-2018 itu menjelaskan pada era Orla maupun Orba masih ada pembagian kekuasaan yang mengacu pada teori Trias Politika, yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, kondisi itu justru berbeda dengan sekarang.

Arief menuturkan ada pihak yang memiliki partai politik sehingga punya tangan di lembaga legislatif. Menurut dia, pihak yang sama juga memiliki tangan di eksekutif, bahkan di yudikatif.

“Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Kenapa saya pakai baju hitam, karena saya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” kata Arief.

Potongan video atau klip pidato Arief di konferensi yang juga dilaksanakan secara virtual melalui aplikasi Zoom itu pun viral melalui berbaga platform media sosial.

Pada 16 Oktober 2023, MK mengabulkan permohonan uji materi atas Pasal 169 Huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA) bernama Almas Tsaqibbirru Re A.

Warga Surakarta itu meminta MK meringankan syarat minimal capres/cawapres dalam UU Pemilu.

Permohonannya ialah capres/cawapres dimungkinkan berusia kurang dari 40 tahun asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah.

Lima hakim MK, yakni Anwar Usman, Daniel Y Pancastaki, Enni Nurbaningsih, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul menyetujui permohonan yang diajukan pengagum Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka tersebut.

Namun, kelima hakim MK itu juga tidak satu suara soal alasan untuk menyetujui permohonan tersebut. Enny dan Daniel berpendapat yang bisa menjadi capres/cawapres di bawah usia 40 tahun ialah gubernur atau kepala daerah tingkat provinsi.

Adapun Anwar Usman bersama Guntur Hamzah dan Manahan Sitompul berpendapat kepala daerah level kabupaten/kota pun bisa menjadi capres/cawapres meski belum berusia 40 tahun asalkan dipilih berdasar pemilukada.

Empat hakim konstitusi lainnya, yakni Saldi Isra bersama Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams, mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Pendapat berbeda itu sebagai penolakan atas keputusan MK mengabulkan syarat capres-cawapres tidak harus berusia 40 tahun asalkan pernah berpengalaman menjadi kepala daerah hasil pilkada.

Baik Saldi maupun Arief membeber soal keganjilan dalam penanganan permohonan uji materi dari Almas yang akhirnya memungkinkan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, bisa memenuhi syarat minimal untuk cawapres tersebut. (jpnn.com)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler