jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana, Romli Atmasasmita mengatakan penyidik Bareskrim Polri harus melanjutkan kasus dugaan penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidika (SPDP) yang melibatkan dua pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
Menurut Romli, Polri tidak akan punya dasar untuk menghentikan laporan masyarakat terkait perkara penyalahgunaan wewenang yang menjerat dua pimpinan lembaga anti rasuah itu.
BACA JUGA: Bareskrim Gagalkan Pengiriman 18 TKI Ilegal
"Menghentikan dasarnya apa? Kan harus ada dasar, sprindik baru dimulai penyidikan. Polri tidak bisa menolak laporan dari masyarakat," katanya kepada wartawan, Selasa (28/11).
Romli menjelaskan, hukum yang berlaku di kepolisian, dalam proses penyidikan belum tentu ada penetapan tersangka. Baru setelah sampai pada tahap pemeriksaan dan dianggap cukup bukti, polisi bisa mentapkan tersangka.
BACA JUGA: Lihat, Massa Alumni 212 Berhadapan dengan Barikade Polisi
"Kalau KPK kan SPDP itu sudah bisa sebutin tersangka, beda sama kepolisian. Jadi upaya dari terlapor dia harus ikut saja diperiksa, dipanggil datang saja, kan belum tentu jadi tersangka," pungkasnya.
Romli yakin dalam proses penyelidikan, nantinya Polri tentu mencari bukti adanya peristiwa pidana atau tidak.
BACA JUGA: Bareskrim Segera Limpahkan Perkara Penipuan Saham Hotel BCC
"Apa benar yang dilaporin (Agus dan Saut) bertanggung jawab? Kita lihat saja kedepannya. SPDP itu disebutnya masih terlapor belum tersangka, kalau tersangka bisa dipraperadilankan polisi," ujarnya.
Lebih lanjut, Romli menekankan jika kasus yang melibatkan Agus dan Saut dihentikan pasti akan timbul pertanyaan siapa yang meminta kasus itu dihentikan. Jika mengikuti prosedur hukum yang berlaku, hanya pihak pelapor yang bisa menhentikan kasus tersebut.
Selain itu, kasus ini hanya bisa ditempuh lewat jalur praperadilan jika sudah ada surat perintah penyidika (sprindik) dan status tersangka. Kasus ini juga bisa terhenti jika setelah Agus-Saut diperiksa ternyata perkara yang dihadapi hanya perdata, bukan pidana. Romli juga menyebutkan jika kasus ini sudah kadaluarsa karena perkara lama, polisi bisa mengentikan proses hukumnya.
"Kecuali pelapor bilang sudah tidak perlu disidik, cuma masalahnya nanti deliknya aduan atau tidak. Kalau bukan delik aduan, ya tidak berhenti (tetap) lanjut. Jadi, selama dia laporan belum dicabut atau tiga alasan diatas tidak ada, ya jalan terus, tidak ada masalah kan," jelasnya.
Romli mencontohkan kasus mantan Ketua KPK Abraham Samad, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto (BW) dan penyidik KPK Novel Baswedan yang tetap diproses hukum oleh Polri ketika terjerat sebuah perkara pelanggaran hukum.
Hanya saja, kasus-kasus yang menjerat Abraham, Bambang Widjayanto dan Novel dihentikan proses hukumnya di kejaksaan agung setelah dilimpahkan berkasnya oleh Polri. Sebab, jaksa agung memiliki kewenangan asas oportunitas.
"Kalau di lapangan proses penyelidikan dan penyidikan, polisi tidak mungkin memberhentikan tanpa tiga alasan tadi. Kalau kasus Abraham, BW dan Novel dihentikan jaksa agung. Itu sudah P21 kewenangan jaksa agung satu-satunya diberhentikan dengan asas oportunitas," demikian Romli. (rus/rmol)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPP Djan Faridz Minta Bareskrim Segera Garap Menteri Yasonna
Redaktur & Reporter : Adil