Prof Suteki Sebut Permendikbudristek PPKS Mengusung HAM Liberal

Kamis, 02 Desember 2021 – 11:11 WIB
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof Dr Suteki (kanan). Foto tangkapan layar YouTube LBH Pelita Umat

jpnn.com, JAKARTA - Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dinilai mengusung paradigma Hak Asasi Manusia (HAM) liberal serta mengundang kontroversi.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof Dr Suteki menilai tidak mengherankan keberadaan Permendikbudristek itu mendapat protes keras dari berbagai kalangan.

BACA JUGA: Curigai Ideologi Susupan, KAMMI DIY Tolak Permendikbudristek PPKS

Dari sisi materiil, lanjutnya, kalau dilihat di bagian depan yang namanya konsideran, ini ada peran paradigma hak asasi manusia.

Kenapa? Karena di bagian awal setelah UUD 1945 itu justru yang dijadikan pertimbangan adalah The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women ( CEDAW).

BACA JUGA: Polemik Permendikbudristek PPKS, Komnas Perempuan: Itu Cara Baca Aturan yang Keliru

"Kita tahu bahwa HAM yang dianutnya adalah liberal," kata Prof Suteki, dalam kanal YouTube LBH Pelita Umat, dikutip Rabu (1/12).

Suteki menambahkan HAM liberal yang dianut CEDAW itu secara gampangnya mengatakan bahwa ini adalah tubuhku, mau dimanfaatkan apa dan untuk apa saja merupakan hak pemiliknya.  

BACA JUGA: Ada Desakan Permendikbudristek PPKS Dicabut, Nadiem Makarim Jawab Begini

"Mau saya pakai untuk apa, berhubungan dengan siapa, dalam kondisi apa, itu hak asasi saya, jadi ini urusan privat, negara enggak perlu turut campur mengatur itu," katanya.

Pakar Sosiologi, Hukum dan Filsafat Pancasila ini mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang juga dijadikan landasan dalam Permendikbudristek itu, disebutkan secara jelas bahwa HAM itu dibatasi. Yang membatasinya adalah moral, etika dan agama.

Apalagi, lanjutnya, UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, salah satu prinsip yang dianut adalah iman dan takwa. Jadi mendidik mahasiswa menjadi insan yang beriman dan bertakwa.

Dia menegaskan perguruan tinggi itu penjaga moral yang kokoh, harusnya begitu. Namun, Permendikbudristek PPKS justru dimenangkan oleh peran paradigma yang liberal. 

"Kalau dilihat lebih lanjut aspek materiil aturan itu mengandung substansi yang mengundang kontroversi," ucap Suteki.

Dia juga menilai proses penyusunan Permendikbudristek PPKS bermasalah dan tidak memenuhi aturan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.

Salah satu indikasinya, tidak melalui konsultasi publik, Focus Group Discussion (FGD), terutama dengan stakeholder yang terlibat di dalamnya seperti Forum Rektor, perguruan tinggi, BEM, Ormas, dan unsur lainnya itu tidak dijalankan. 

"Karena peraturan menteri ini kalau dari sisi legalitasnya sah maka bisa dilakukan judicial review kalau itu mau dilakukan," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler