Profesor Romli Ungkap Kejanggalan Kasus Hukum Nazaruddin

Selasa, 29 Agustus 2017 – 00:00 WIB
Pakar hukum Prof Romli Atmasasmita. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Kasus PT Nusa Konstruksi Engineering (NKE) Tbk yang mengembalikan uang sebesar Rp15 miliar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menjadi sorotan Pakar Hukum Pidana Prof. Romli Asmasasmita.

Menurut Romi, mestinya PT NKE Tbk tidak perlu terburu-buru mengembalikan uang tersebut.

BACA JUGA: Korupsi Terbongkar, PT DGI Kembalikan Uang Rp 15 Miliar

"Seharusnya dicek lebih dulu putusan kasasi dan Pengadilan Negeri (PN), apakah ada amar putusan yang memerintahkan perusahaan DGI yang sekarang berubah menjadi NKE atau amarnya hanya memerintahkan Nazarudin yang harus mengembalikan uang tersebut,” kata Romli melalui keterangan resminya, Senin (28/8).

Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung itu juga mempertanyakan posisi Nazarudin ketika melakukan tindak pidana korupsi itu.

BACA JUGA: Jangan-jangan Ini Penyebab KPK Tak Pernah Sentuh Ibas

Hal itu agar tidak menyeret begitu saja perusahaan tersebut, jika memang tindakannya dilakukan sendiri oleh Nazaruddin.

Romli yang merupakan, Direktur Utama Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik (LPIKP) itu juga mengkritik keras KPK terkait penetapan Nazarudin sebagai justice collaborator.

BACA JUGA: Yulianis Blak-blakan soal Siasat Nazar Jebloskan Anas dengan Harrier

"Nazarudin kan pelaku utama masa dia bisa dijadikan justice collaborator. Tidak bisa itu. Bahkan yang aneh dia dapat remisi berkali-kali, sampai 39 kali. Ada aturannya di UU LPSK tentang syarat-syarat yang mendapat remisi. Apa Nazarudin sudah menyelesaikan kewajibannya," tuturnya.

Selain itu, Romli juga meminta kehati-hatian penegak hukum dalam membuat putusan. Kepentingan pihak ketiga juga perlu mendapatkan perhatian.

"Hukum itu selain perlu menekankan keadilan dan kepastian juga harus memperhatikan azas kemanfaatan," lanjut mantan Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM itu.

Sebelumnya Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal Indra Safitri mengatakan penanganan yang menyangkut korporasi harus ditangani berbeda dengan perorangan.

Sebagai perusahaan terbuka, status hukum tersebut dapat mempengaruhi kondisi finansial perusahaan, sehingga dapat mengancam kepastian usaha dan nasib para karyawan.

Dia mencontohkan langkah lembaga antirasuah mengumumkan PT Nusa Kontruksi Engineering Tbk (NKE) sebagai tersangka korupsi korporasi.

Akibatnya, perusahaan langsung mendapatkan sejumlah permasalahan, seperti dihentikan sementara (suspend) perdagangan saham PT. NKE oleh PT Bursa Efek Indonesia, hingga kesulitan mendapatkan pinjaman dari perbankan.

“KPK perlu lebih berhati-hati dalam memberikan informasi kepada publik sampai adanya kepastian hukum yang tetap,” kata Indra.

Kasus hukum yang melibatkan NKE berhungan dengan proyek pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana Bali tahun 2009-2010.

NKE dianggap telah bersikap proaktif dengan menyerahkan uang sekitar Rp15 miliar kepada KPK.

Indra juga menambahkan, KPK sebaiknya harus memiliki sistem pengungkapan korupsi yang baik, dengan memastikan kebenaran sebuah perusahaan yang melakukan kesalahan atau merupakan tindakan pribadi seseorang. (jpg/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yulianis Beber Dugaan Suap ke Pimpinan KPK 2011-2015


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler