Profesor Sutiman Bambang Sumitro, Penemu Filter Rokok Sehat

Asap Aman di Ruang Ber-AC dan bagi Perokok Pasif

Rabu, 29 Juni 2011 – 22:20 WIB
Profesor Sutiman Bambang Sumitro, penemu filter rokok sehat. Foto: HARTO/MALANG POST

Di tengah maraknya kontroversi soal bahaya merokok, kini muncul penemuan menarik tentang rokok sehatYakni, karya Prof Sutiman Bambang Sumitro MS DSc, guru besar Universitas Brawijaya (UB), Malang, yang berhasil menggemparkan dunia kesehatan

BACA JUGA: Dua Hari Dirawat di RS, Utha Likumahuwa Masih Koma

Seperti apa?
--------------------------------
HAPPY D.Y.- Malang
-------------------------------
Di meja kerja Sutiman B
Sumitro yang berlokasi di laboratorium FMIPA jurusan biologi lantai II UB (Universitas Brawijaya), terlihat tiga bungkus filter rokok

BACA JUGA: An-Noor, Musala Perjuangan bagi TKI di Daejeon, Korsel

Per bungkus berisi sekitar 30 filter rokok.

Filter-filter rokok itu dikemas dalam plastik transparan
Filter tersebut berdiameter sekitar 7 milimeter dengan panjang 2 sentimeter

BACA JUGA: OJack, Ojek Berargometer Pertama di Indonesia yang Semakin Banyak Pelanggan

Bungkusnya berukuran 7 x 9,5 sentimeter

Plastik pembungkus tersebut tidak dibuat polos, tapi ada tulisan yang mudah dibaca walau berukuran kecilDi tengah plastik pembungkus terdapat lingkaran berdiameter 3 sentimeter yang bertulisan Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas MalangDi bawahnya ada tulisan Filter Rokok Sehat dengan ukuran huruf sedikit lebih besar

Dengan begitu, tulisan tersebut mudah terbaca ketika pandangan singgah ke pembungkus filter ituPaling bawah, tertera alamat Jl Surabaya No 5, Malang, lengkap dengan nomor telepon 0341-570631Di bagian sudut kiri ada banderol Rp 10 ribu.

Begitulah gambaran penemuan Sutiman tentang filter rokok sehat yang mengangkat tema Inovasi Mereduksi Dampak Negatif Merokok dan Memperkuat Dampak Positif Merokok dalam Memperbaiki Kualitas Hidup.

Berdasar penelitian guru besar biologi sel dan molekuler UB itu, filter rokok tersebut disebut divine cigaretteDiamati sepintas, bentuknya mirip filter pada rokokWarnanya juga sama, yakni putih"Saya kadang memopulerkan penelitian saya dengan sebutan Nano Biologi Jawaban Keretek Sehat," ungkap Sutiman kepada Radar Malang (Group JPNN) kemarin.

Sebelum mengupas panjang lebar hasil penemuannya, pria kelahiran Jogjakarta, 11 Maret 1954, itu meminta waktu untuk menyampaikan secara singkat asal-muasal ketertarikannya meneliti rokok"Saya memang bukan perokokSeorang peneliti justru harus mengabaikan unsur subjektivitas dan mengedepankan objektivitas," ungkap alumnus S-1 Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Dasar penelitian Sutiman terkait dengan permasalahan bangsa yang dirasa menuntut penyelesaian dengan kearifan lokalSalah satu yang disorot adalah masalah rokokBanyak peneliti yang menyebutkan bahaya merokokDi sisi lain, rokok sudah menjadi sebuah industri besarDi dalamnya melibatkan banyak unsur, yakni ekonomi, ribuan tenaga kerja, serta dampak lain yang perlu pemikiran bersama ketika industri tersebut berhenti.

"Pemikiran saya, terciptanya rokok keretek yang dibuat nenek moyang kita dulu bukan tanpa dasarRokok keretek dibuat untuk obat batuk," ungkap pria yang mengambil program doktor di Nagoya University, Jepang, tersebut

Sayangnya, fakta ilmiah itu tidak pernah diperhatikan pemerintah, terlebih oleh industri rokok keretek di IndonesiaMereka tidak memiliki hasil riset dan pengembangan produk yang memadai

Padahal, ditinjau dari aset serta volume perdagangan rokok di Indonesia, riset seputar rokok sesungguhnya gampang direalisasikanSeiring dengan arus globalisasi, rokok keretek yang merupakan produk kearifan lokal itu dilanda isu sebagai produk tidak sehat tanpa didukung data hasil riset memadai

Ironisnya, isu rokok tidak sehat tersebut berembus dari luar negeri serta dibangun melalui kegiatan riset asingSementara itu, potensi lokal kurang percaya diri untuk melakukan inovasi tentang rokok sehatApalagi, ide tentang rokok sehat terkesan menentang arus"Muncul pemikiran saya untuk ikut mengkaji bahaya rokokApakah memang sudah final asap rokok itu berbahaya?" ujarnya

Ketertarikan Sutiman untuk meneliti rokok dimulai pada 2007Secara garis besar, prinsip yang dia lakukan kala itu adalah menghilangkan radikal bebas dari asap rokokSelain itu, memodifikasi makro molekul yang terkandung dalam asap rokok lewat sentuhan teknologi dengan ukuran lebih kecil

"Divine cigarette ini ada senyawanya, sehingga mampu menjinakkan radikal bebasTapi, senyawanya apa saja, itu yang masih dalam proses dipatenkan," ucap guru besar UB yang kini diperbantukan sebagai dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, tersebut.

Bagi perokok, penggunaan divine cigarette tersebut cukup mudahFilter yang menempel di rokok diambil, selanjutnya diganti divine cigarette hasil penemuan SutimanDengan begitu, divine cigarette menggantikan filter asli pada rokok"Filter yang asli tinggal diambil dan diganti divine cigarette iniTidak rumit," jelas dosen yang juga bertugas di program doktor pendidikan biologi UM (Universitas Negeri Malang) itu.

Dari beberapa responden yang menggunakan divine cigarette tersebut, didapatkan data sesuai dengan tujuan penelitianDi antaranya, merokok terasa lebih ringanBahkan, menghasilkan manfaat di luar yang dipikirkanDi antaranya, saat merokok di ruang ber-AC, tidak timbul kabut tebal dan tidak meninggalkan bau di ruanganLebih dari itu, ada yang lebih penting bagi perokok pasifPerokok pasif lebih aman ketika berdekatan dengan si perokok.

Hasil diskusi dengan rekannya sesama dosen UB, Yudi Arinto Ponco Wardoyo PhD yang mengambil disertasi soal asap, banyak memberikan support bagi penelitian Sutiman"Saya sering berdiskusi dengan beliau (Yudi)Saya mendapat banyak masukan untuk memecahkan bahaya kandungan asap rokok," ungkap dosen yang sudah melahirkan puluhan karya penelitian tersebut.

Menurut Sutiman, asap rokok berasal dari pembakaran tidak sempurna yang menghasilkan ribuan komponen berbahayaDari komponen tersebut, berhasil ditemukan sekitar lima ribu komponen yang bisa diamati seperti aseton (cat kuku), toluidin (cat) metanol (spiritus bakar), polonium (bahan radioaktif), arsen (racun tikus), serta toluene (pelarut industri)"Hipotesis saya, radikal bebas dari asap rokok memang berbahayaTapi, komponen racun yang terkandung itu bisa diminimalisasi," tegas dosen yang memiliki bidang keahlian sel biologi tersebut.

Dia menyebutkan, hasil penelitian dalam bentuk divine cigarette tersebut merupakan fase-fase awalKarena itu, Sutiman masih merancang penelitian lanjutanDua kajian yang sedang dilakukan adalah mengarakteristik jenis-jenis asap dan mengumpulkan data-data dari pengguna divine cigaretteTotal ada 200 responden yang dilibatkan dalam penelitian tersebut.

Mengenai divine cigarette, Sutiman mengaku respons masyarakat, terutama dari kalangan perokok, cukup banyakKendati belum diproduksi masal, setidaknya dalam sehari ada permintaan sekitar 30 pak divine cigarette"Hasil penjualan itu digunakan untuk membiayai penelitian yang sudah saya rancang," katanya.

Demi uji coba divine cigarette tersebut, Sutiman mendirikan laboratorium swasta yang diberi nama Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas di MalangLabotarium sebagai tempat produksi tersebut juga digunakan untuk mengumpulkan kajian riset"Saya memiliki donatur tetap yang bersifat individu untuk membiayai penelitian saya ini," jelas pria murah senyum tersebut.

Menghadapi kontroversi bahwa rokok mengakibatkan gangguan kesehatan, Sutiman sementara mengambil langkah amanDi antaranya, kapasitas produksi divine cigarette masih dibatasi, belum menawarkan hasil penelitiannya kepada perusahaan rokok, dan tidak menggunakan sistem marketing untuk mengenalkan hasil penelitian tersebutDia beralasan semua masih dalam tahap penyempurnaan(*/jpnn/c5/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rosita, TKI Perempuan yang Berjuang Sendiri untuk Lolos dari Hukuman Pancung


Redaktur : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler