jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta, mengkritik kartu Prakerja sebagai program yang tidak tepat sasaran dan asal-asalan peruntukannya.
Pasalnya, Sukamta mendengar, orang yang tidak sesuai kriteria justru menjadi peserta program tersebut.
BACA JUGA: Jokowi Melarang Mudik, Sukamta PKS: Jangan Seperti Menghitung Tokek
"Ini program yang semakin tampak dilakukan secara ngawur," kata Sukamta dalam pesan singkatnya, Jumat (1/5).
Sejak awal, Sukamta menyebut, program Prakerja seperti dipaksakan dalam kondisi pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19).
BACA JUGA: Sibuk Jaga Citra, Parpol Koalisi tak Ada yang Membela Jokowi soal Kartu Prakerja
Konsep program diubah oleh pemerintah. Awalnya hendak digunakan mengatasi pengangguran. Kini menjadi jaring pengaman sosial untuk buruh atau pekerja yang terdampak pandemi.
"Terbukti ada sekian peserta yang mengaku di media daring, mereka dinyatakan lolos gelombang kedua, padahal tidak sesuai kriteria. Mereka hanya ingin mengetahui keakuratan program ini dalam memilih peserta sesuai kriteria, dan terbukti hanya omong kosong keakuratannya," ucap politikus DPR RI itu.
BACA JUGA: Nasdem Minta Pelatihan Daring Kartu Prakerja Dihentikan
Selain menyoal peruntukan, Sukamta mengkritik program kartu Prakerja karena sistem pelatihan daring yang dinilainya aneh.
Pasalnya, kata Sukamta, peserta bisa mempercepat pelatihan daring, yang dilakukan dengan menyaksikan video. Setelah mempercepat, peserta langsung mendapatkan sertifikat tanda lulus pelatihan.
"Cerita yang sudah mencoba, bisa skip video tutorial kemudian ikut ujian ketika skornya bagus, langsung bisa dapat sertifikat tanda lulus. Ini pelatihan apaan, apakah bisa menjamin peserta sudah terampil?" ungkap Sukamta keheranan.
Selain itu, Sukamta turut menyoroti tidak adanya bantuan permodalan bagi peserta yang lolos pelatihan daring. Tanpa hal itu, pelatihan kerja menjadi sia-sia.
"Sekadar melihat video tutorial, dan juga tidak diberikan modal berupa alat pancing, kan, jelas pembodohan rakyat dengan pelatihan secara online senilai Rp 5,6 triliun," tutur dia. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan