jpnn.com, JAKARTA - Proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sudah terindikasi bermasalah sejak awal.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, indikasi pertama adalah kisruh tentang mekanisme pembiayaan proyek ini.
BACA JUGA: Dakwaan e-KTP Ibarat Senapan Mesin, Awas Salah Bidik
Kisruh ini memunculkan isu tentang beda sikap dua menteri keuangan atas skema pembiayaan tahun jamak atau multiyears tahun 2011-2012.
Kedua, ketika proyek e-KTP mulai dieksekusi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah melihat indikasi tentang potensi pelanggaran pada aspek penganggaran.
BACA JUGA: KPK Tak Peduli dengan Bantahan Menteri Yasonna
"Entah apa pertimbangannya, potensi masalah yang ditemukan BPK itu tidak didalami lebih lanjut. Proyek ini dinyatakan clear untuk kemudian dilanjutkan," kata Bambang, Minggu (12/3).
Ketiga, lanjut dia, setelah dinyatakan rampung, proyek ini ternyata tidak menuntaskan sistem administrasi kependudukan nasional sebagaimana dijanjikan sebelumnya.
BACA JUGA: Terbaring di RS, Jupe Punya e-KTP
Banyak warga di berbagai daerah belum bisa menggenggam e-KTP.
Satu-satunya keluhan dan alasan yang dikemukakan kantor lurah kepada warga adalah habis atau tidak adanya stok blangko e-KTP.
Karena masalah kekosongan blangko berlarut-larut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Desember 2016 terpaksa mengirimkan surat edaran ke setiap daerah mengenai penggunaan Surat Keterangan (Suket) pengganti E-KTP.
Tujuannya, mengatasi masalah habisnya blangko. Fungsi Suket itu sederajat dengan e-KTP. Artinya, bisa digunakan untuk berragam keperluan layanan.
Menurut dia, masalah kekosongan blangko e-KTP di berbagai daerah itu otomatis mengonfirmasi bahwa proyek bernilai hampir Rp 6 triliun ini memang menyimpan masalah.
Lebih dari itu, proyek ini memang belum atau tidak selesai. Bahkan melenceng sangat jauh.
"Sebab, proyek e-KTP pernah ditargetkan rampung pada 2011," katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Jangan Takut Usut Korupsi e-KTP
Redaktur & Reporter : Boy