jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah mendorong pelaku usaha industri fiber optik dalam negeri untuk menyerap fiber optik lokal dalam proyek pemerintah dan BUMN.
Sebab, kualitas fiber optik lokal dianggap mampu bersaing dengan produk impor.
BACA JUGA: Kadin Ragukan Realisasi Lahan Sawit 1,6 Juta Hektare
Namun, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengakui, ada keluhan tentang tarif bea masuk untuk bahan baku fiber optik.
Karena itu, pengguna fiber optik lebih memilih fiber optik impor karena lebih murah.
BACA JUGA: Semana Santa Tingkatkan Pariwisata di NTT
Permintaan fiber optik diprediksi meningkat seiring pertumbuhan industri digital. Saat ini, kebutuhan serat optik di Indonesia diproyeksi 8–9 juta kilometer per tahun dan berpotensi naik tinggi dalam jangka waktu pendek.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan menyatakan, permintaan serat optik makin besar berkat proyek Palapa Ring.
BACA JUGA: Dampak Sosial Besar, Permen KLHK P.17/2017 Bisa Digugat
Proyek itu membutuhkan fiber optik sepanjang 36 ribu kilometer. Selain itu, ada proyek kabel serat optik bawah laut.
”Bahkan, untuk koneksi pita lebar (broadband) rumah tangga, terdapat 70 juta rumah tangga yang membutuhkan sambungan internet jenis fiber to the home,” terangnya.
Populasi Indonesia juga akan meningkat sehingga permintaan broadband untuk internet di seluruh pelosok Indonesia akan terus tumbuh.
Namun, kebutuhan kabel serat optik selama ini masih dibanjiri produk impor.
Untuk itu, Kemenperin akan menerapkan aturan SNI wajib untuk seluruh produk serat optik di Indonesia.
”Kami juga punya program peningkatan penggunaan produksi dalam negeri (P3DN) yang mewajibkan instansi pemerintah dan BUMN menggunakan produk lokal,” tegas Putu.
Pemerintah juga akan membentuk tim pemantau tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di setiap produk yang utamanya digunakan proyek pemerintah.
”Ada tim lintas kementerian yang memantau. Bukan hanya di pembelian, tapi sejak perencanaan,” jelasnya.
Meski demikian, Airlangga mengakui, tim pengawas belum bisa memberikan sanksi apabila ada industri yang tidak memenuhi target minimal TKDN sekitar 30 persen.
”Penalti hanya berupa besaran insentif dari pemerintah,” pungkasnya. (agf/c21/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Investasi, PGN Tambah Pasokan Gas
Redaktur & Reporter : Ragil