jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menyikapi laporan terbaru yang dirilis International Monetary Fund (IMF) terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021.
Dalam rilis yang diterbitkan pada Juli 2021 tersebut, IMF memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 3,9 persen sepanjang tahun ini, menurun dibandingkan rilis sebelumnya pada April yang memprediksi ekonomi mampu tumbuh di angka 4,3 persen.
BACA JUGA: Ramalan Prof. Bambang soal Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang, Bikin Kaget
Hal itu sekaligus mengoreksi target pertumbuhan yang berulang kali disampaikan pemerintah bahwa ekonomi akan melesat di angka 7 persen di triwulan II 2021.
"Saya sedari awal meragukan klaim pertumbuhan yang disampaikan oleh pemerintah di angka 7 persen," ucap Syarief Hasan dalam keterangan di Jakarta, Minggu (1/8).
BACA JUGA: Panglima TNI Langsung ke Lapangan Menemui Tim Pelacak, Begini Instruksinya
Dia mengatakan di saat ekonomi global melambat dan pandemi belum mereda, agak mengherankan pemerintah berani memasang target pertumbuhan yang begitu tinggi.
"Saya sendiri memproyeksikan ekonomi hanya akan tumbuh di angka empat persen. Saya pikir kita harus realistis," lanjut anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.
BACA JUGA: Arfi: Mau Lulus Tes PPPK 2021, Honorer Harus Punya 2 Modal Ini
Mantan Menteri Koperasi dan UKM itu menyatakan selama pemerintah tidak mampu memitigasi penyebaran Covid-19, maka ekonomi akan tetap tumbuh melambat, bahkan terkontraksi seperti yang terjadi sepanjang 2020.
Syarief menyebut kunci dari perbaikan ekonomi di masa pandemi ini adalah memprioritaskan sektor kesehatan, terutama vaksinasi serta memastikan anggaran sampai kepada rakyat.
"Selama kebijakan penanganan pandemi masih parsial dan kompromis, pertumbuhan ekonomi di 2021 justru jauh lebih rawan. Apalagi, dengan adanya varian delta yang jauh lebih menular dan berbahaya," ucapnya.
Dia menilai di tengah kelesuan ekonomi seperti sekarang ini, langkah yang paling mungkin untuk merangsang pertumbuhan adalah melalui ekspansi fiskal berupa bantuan sosial dan belanja pemerintah.
Namun sisi lain paradoks ini, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa realisasi anggaran penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi sepanjang tahun 2020 hanya terserap 83,4 persen atau Rp 579,79 triliun dari pagu Rp 695,2 triliun.
Bahkan, katanya, jika dibandingkan dengan Laporan BPK dalam IHPS II 2020 dengan total alokasi sebesar Rp 841,89 triliun, sesungguhnya anggaran yang terserap jauh di bawah angka yang dilaporkan.
BACA JUGA: Jaksa Pinangki Masih Ditahan di Rutan Kejagung, Boyamin Protes, Ada Apa?
Politikus senior Partai Demokrat itu menambahkan, jika pemerintah tidak juga mengambil kebijakan yang tegas dan terukur, maka dikhawatirkan target pertumbuhan 4 persen sekalipun juga tidak akan tercapai.
Selain itu, bila di sepanjang 2021 ini pemerintah juga tidak mampu mengoptimalisasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, bisa jadi pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak akan beda jauh dengan 2020.
"Tahun lalu, konsumsi rumah tangga menyumbang 57,66 persen PDB dan belanja pemerintah di angka 9,29 persen. Hasilnya ekonomi tumbuh negatif di angka minus 2,07 persen. Semoga saja kekhawatiran ini tidak terjadi," pungkas Syarief Hasan. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam