jpnn.com, JAKARTA - Prudential Indonesia menyatakan pihaknya akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan pencucian uang.
Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga uang hasil rasuah proyek fiktif di PT Amarta Karya (BUMN) ada yang dicuci lewat perusahaan asuransi Prudential Indonesia.
BACA JUGA: Rizal Ramli dan Amien Rais ke KPK Cuma Gimik, Laporan kepada Jokowi Sebatas Kata, Oalah
"Prudential Indonesia senantiasa menghormati dan mematuhi segala proses penyidikan yang dilakukan KPK dengan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya sebagai saksi," kata Chief Customer and Marketing Officer Prudential Indonesia Karin Zulkarnaen dalam keterangannya, Senin (21/8).
Karin menyampaikan perusahaannya akan memenuhi tugas dengan mengirimkan saksi dalam memberikan keterangan.
BACA JUGA: Suhawi Mengatasnamakan Golkar untuk Serang KPK, Abraham Sampaikan Peringatan Keras
Prudential Indonesia juga akan menyerahkan dokumen yang diminta penyidik untuk mendukung proses pemeriksaan oleh KPK.
Seperti diketahui, KPK memeriksa dua petinggi Prudential Indonesia Head of Risk and Compliance Yenie Rahardja dan Head of AML and ABC Dana Agriawan, Jumat (18/8).
BACA JUGA: KPK Terima Kunjungan Lembaga Antikorupsi Kenya, Bahas Apa?
KPK mendalami uang hasil rasuah proyek fiktif di PT Amarta Karya yang dicuci lewat perusahaan asuransi Prudential Indonesia.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penempatan aliran uang dari pengadaan fiktif PT Amka (Amarta Karya) oleh Tersangka CP (Dirut PT Amarta Karya Catur Prabowo) dan kawan-kawan di bidang jasa asuransi dengan mengatasnamakan karyawan PT Amka," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (21/8).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Dirut PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek fiktif Amarta Karya.
Dalam perkara ini, Catur diduga memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadinya. Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.
Trisna bersama dengan sejumlah staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya alias fiktif.
KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.
Beberapa di antaranya, proyek Rumah Susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, proyek Gedung Olahraga Univesitas Negeri Jakarta (UNJ), dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran (Unpad).
Akibat dugaan korupsi ini, keuangan negara menderita kerugian sekitar Rp 46 miliar. (Tan/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kantongi Izin KPKNL, Bea Cukai Surakarta dan Pemkab Wonogiri Musnahkan Rokok & Miras Ilegal
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga