jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Gita Putri berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus memenuhi janji politiknya tentang pembenahan regulasi. Satu caranya, dengan tidak merestui Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau RUU KPK.
"Diketahui semua, pada kampanye Pilpres 2019, salah satu aspek yang diangkat Jokowi adalah pembenahan regulasi yang tumpang tindih," ucap Gita ditemui di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Minggu (8/9).
BACA JUGA: DPR Dinilai Sampaikan Informasi Sesat Atas Wacana Revisi UU KPK
BACA JUGA: Tegas, Ini Sikap PSI soal Revisi UU KPK
Gita mengatakan, pengajuan RUU KPK melanggar tata tertib yakni UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan RUU. Dalam aturan itu menyebutkan sebuah undang-undang yang hendak direvisi harus melalui Prolegnas tahunan.
BACA JUGA: Tegas, Ini Sikap PSI soal Revisi UU KPK
"Sementara yang dilakukan oleh baleg tidak berdasarkan Prolegnas tahunan, dia menyundul di tengah-tengah," ucap dia.
Gita menuturkan, pelanggaran aturan itu bisa saja dilaporkan ke Majelis Kehormatan Dewan atau MKD. Meski Gita menyadari, tidak terdapat imbas hukum ketika terjadi pelanggaran tata tertib tersebut.
BACA JUGA: Catatan Orang Dalam KPK soal Upaya Sistemis Melemahkan Pemberantasan Korupsi
"Setahu saya di tata tertib DPR bisa diajukan ke MKD," ungkap dia.
Selain melanggar tata tertib, kata Gita, RUU KPK berisikan upaya pelemahan terhadap semangat pemberantasan rasuah. Itu yang menjadi alasan lain menolak RUU KPK.
"Kembali ke RUU KPK. Betul bahwa banyak berisikan pelemahan KPK, tetapi buat apa bicara materi kalau proses pengusulannya saja tidak taat asas," ungkap dia. (mg10/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karyawan KPK Tak Akan Puas Sebelum Kata Tolak Keluar dari Mulut Jokowi
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan