jpnn.com, MEDAN - Zuraida Hanum, otak pelaku pembunuhan suaminya sendiri, Hakim PN Medan, Jamaluddin, dinilai cukup pandai bersandiwara dalam menutupi perbuatannya sebelum diamankan polisi pada Rabu (8/1).
Psikolog Universitas Medan Area (UMA), Indah Kemala Hasibuan mengatakan jika dilihat dari kejiwaannya, Zuraida Hanum masuk golongan psikopat.
BACA JUGA: Istri Pertama Hakim Jamaluddin:Â Kami Sekeluarga Sudah Sepakat Zuraida Harus Dihukum Mati
Sebab, dia mampu bersandiwara tanpa ada keresahan atas kesalahannya ketika suaminya meninggal akibat perbuatannya.
“Memang dia (pelaku) belum diperiksa kondisi kejiwaannya. Hanya saja, saya menilai dengan melihat cara dia yang tega ikut menghabisi nyawa suaminya, dia ini termasuk golongan psikopat,” ungkap Konselor Biro Psikologi Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan ini.
BACA JUGA: Jefri Pratama Akui Sempat Bingung Pilih Lokasi Pembuangan Mayat Hakim Jamaluddin
Apalagi, lanjut Indah, saat mengeksekusi korban, ZH tega melakukannya itu meski ada anaknya yang sedang tidur.
“Lebih sadis lagi, saat anaknya terbangun dan menyaksikan eksekusi pembunuhan itu, ZH masih sempat membujuk anaknya kembali tidur dan kemudian melanjutkan aksi mereka. Bukan malah menghentikan aksi itu saat anaknya terbangun. Ini sadis, ini psikopat,” kata Indah lagi.
Menurut Indah, semua manusia berbakat untuk menjadi psikopat atau mengidap penyakit jiwa. Namun, tergantung dari kondisi kejiwaan seseorang sehingga kegilaan tadi tidak keluar atau terekspose dikarenakan kemampuan orang tersebut mengendalikannya.
Kriminolog dari UMSU Redianto Sidi mengatakan, dugaan motif sakit hati dan cinta segitiga sebenarnya sudah dalam opini masyarakat. Sayangnya, terungkap lama sehingga menjadi bias di masyarakat.
“Apa yang dilakukan oleh pelaku ZH sebenarnya adalah karena rasa sayang dan rasa memiliki yang berlebihan. Sayangnya salah arah dan pola, hingga kemudian entah apa yang merasuki ZH sehingga nekat menyusun rencana lalu menghabisi suaminya sendiri,” kata Redianto.
Dia berharap kasus ini dikembangkan dan digali lebih dalam oleh polisi. Hal itu terkait ada kemungkinan motif dan pelaku lainnya.
“Para pelaku sesuai perannya harus dihukum berat. Di sisi lain, perlu juga diperhatikan apakah anak korban mengalami trauma? Sebab, pemberitaan di media aksi pembunuhan terjadi di samping anak korban,” ucapnya.(ris/man)
Redaktur & Reporter : Budi