Puasa dan Pendidikan Keluarga

Muhammad Kosim, Dosen UIN Imam Bonjol Padang

Selasa, 22 Mei 2018 – 14:45 WIB
Berdoa. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, PADANG - Puasa mengandung hikmah yang amat kaya. Puasa tidak sekadar ibadah ritual yang mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah SWT. Puasa mengandung nilai-nilai edukasi bagi setiap mukmin, termasuk memberi penguatan terhadap pendidikan keluarga.

Keluarga merupakan lembaga utama untuk mendidik karakter anak. Bangsa yang berkarakter dan masyarakat yang berperadaban, terlahir dari kumpulan keluarga yang berkualitas, sehat dan sejahtera. Dan, puasa menjadi salah satu model pendidikan yang amat penting untuk mewujudkan keluarga ideal tersebut.

BACA JUGA: Menahan Diri dari Nafsu Melukai

Jika merujuk PP No. 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga, yang juga dipopulerkan oleh BKKBN, terdapat delapan fungsi keluarga. Delapan fungsi itu bisa dioptimalkan selama puasa dalam membentuk dan mendidik keluarga ideal.

Pertama, fungsi keagamaan. Setiap mukmin diwajibkan mendidik dan memelihara keluarganya agar terhindar dari api neraka (Qs. At-Tahrim/66: 6). Maka agama menjadi pendidikan yang paling fundamental diberikan kepada setiap anak, termasuk di keluarga.

BACA JUGA: Ramadan Proses Recharger Spiritualitas

Melalui Ramadhan, sejumlah ibadah dapat dijalankan dengan melibatkan keluarga secara bersama, seperti shalat jamaah, tarawih, tadarus, berinfak, zakat fitrah, dan berpuasa. Rangkaian ibadah ini merupakan bagian upaya untuk memuliakan keluarga sekaligus menyelematkannya dari penderitaan dan siksaan api neraka.

Pentingnya keluarga melakukan penguatan agama pada anak tidak saja di saat mereka berusia anak-anak. Tetapi, hingga mereka dewasa orang tua tetap memberikan perhatian dan pendidikan yang benar terhadap agama anaknya. Seperti Nabi Ya’kub a.s., menjelang kematiannya ia mengkhawatirkan akidah anak-anaknya yang sudah dewasa: ma ta’buduna min ba’di? “apa yang kalian sembah sepeninggalku?” (Qs. Al-Baqarah/2: 133).

BACA JUGA: Ramadan Momentum Saling Bertoleransi Antarumat Beragama

Kedua, fungsi sosial budaya. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berbudaya luhur dengan tampilan budi pekerti yang ramah tamah, santun, saling menghargai, senang bergotong royong, memiliki raso pareso yang tinggi, dan sebagainya. Namun, potret masyarakat dewasa ini nyaris mengikis budaya luhur tersebut akibat hawa nafsu manusia yang serakah tanpa kendali. Maka keluarga harus mengambil peran memperkuat tatanan sosial masyarakat yang berbudaya luhur.

Melalui bulan puasa, keluarga dapat mengasah rasa kepedulian pada sesama, seperti berempati pada fakir miskin yang biasa didera kelaparan dan kehausan, menyemerakkan tradisi ta’jil saat berbuka, saling mengingatkan tetangga waktu sahur, serta menghindari pertikaian dan pertengkaran yang dapat merusak hubungan antar sesama. Di akhir Ramadhan, setiap anggota keluarga juga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah sebagai ekspresi kepedulian pada sesama.

Ketiga, fungsi cinta kasih. Keluarga mengajarkan kasih sayang kepada anak sejak alam rahim. Suatu ketika Nabi SAW mencium cucunya Hasan. Al-Aqra’ bin Habis at-Tamimi berkata: Aku memiliki anak sepuluh, tidak satu pun di antara mereka yang saya cium. Nabi bersabda: Siapa yang tidak memberi kasih sayang, maka tidak akan dirahmati (HR. Bukhari).

Banyak kasus penyimpangan moral yang dilakukan anak karena kurang perhatian dan kasih sayang dari keluarga. Begitu juga kasus ujaran kebencian (hate speech) yang kian meningkat di masyarakat harus diatasi dengan pola pendidikan keluarga yang berbasis kasih sayang.

Bulan puasa menjadi momen bagi setiap orang tua untuk meningkatkan intensitas komunikasi dan perhatian antara orang tua dengan anak-anaknya, terutama saat berbuka, sahur, dan melaksanakan ibadah ritual lainnya.

Keempat, fungsi perlindungan. Orang tua harus memberikan perlindungan kepada anak-anaknya dari pengaruh negatif lingkungan sekitarnya. Dan perlindungan paling utama adalah memberikan penguatan pada mental, karakter, dan rohani anak. Termasuk melindungi akidah anak dari pengaruh ajaran sesat, paham ekstrem kanan (radikalisme agama) dan ekstrem kiri (paham liberal).

Puasa hadir melatih seseorang agar menjadi manusia bertakwa. Salah satu makna takwa adalah wiqayah, atau memelihara diri. Puasa mendidik kita agar mampu memelihara akidah, menjaga ibadah, dan merawat akhlak sebagai wujud dari manusia bertakwa. Tegasnya, ketaatan pada ajaran agama yang ditanamkan dan dibiasakan keluarga akan memberi daya imun yang kuat bagi mentalitas anak agar terhindar dari godaan setan dan pengaruh negatif lingkungannya.

Kelima, fungsi reproduksi. Pernikahan yang sah dalam keluarga akan menyalurkan nafsu seksualitas manusia secara benar lalu melahirkan keturunan yang sah. Pernikahan itu harus dijaga dengan kesetiaan dan ketaatan pada aturan Allah. Sebaliknya, jika ada perselingkuhan dalam keluarga akibat dorongan nafsu syahwat yang tak terkendali, pasti akan berdampak pada mentalitas anak-anaknya.

Dengan pasangan yang halal saja dilarang melakukan hubungan seksual selama puasa. Hal ini mengajarkan agar setiap mukmin mampu mengendalikan nafsu syahwatnya. Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan para pemuda untuk menikah, namun jika tidak sangup hendaklah berpuasa. Puasa bisa menghindarkan seseorang dari perbuatan zina.

Buya Hamka dalam buku “Tuntunan Puasa, Tarawih dan Idul Fitri” menegaskan pula bahwa salah satu hikmah puasa adalah mengendalikan nafsu seks dan nafsu perut. Keduanya menimbulkan malapetaka bagi sejarah kehidupan manusia jika tidak terkendali. Maka fungsi reproduksi dalam keluarga kian sehat dan terhormat dengan ibadah puasa.

Keenam, fungsi sosialisasi dan pendidikan. Keluarga merupakan sekolah informal bagi anak. Orang tua mesti menjadi guru (murabbi) untuk mewujudkan generasi yang saleh. Keluarga yang saleh di dunia kelak akan dikumpulkan Allah di akhirat: surga ‘Adn (Qs. Ar-Ra’d/13: 23).

Nabi Muhammad SAW adalah sosok pendidik ideal dalam Islam. Kunci kesuksesan Nabi adalah kemuliaan akhlak yang dimilikinya (Qs. Qalam/68: 4) sehingga ia menjadi uswatun hasanah atau teladan bagi umatnya (Qs. Al-Ahzab/33: 21).

Dengan berpuasa, orang tua mesti menjadi teladan menanamkan kebaikan pada anak dalam keluarga. Disiplin, jujur, sabar, berkata santun, keharmonisan keluarga, mendirikan shalat, memakmurkan masjid hingga peduli pada sesama dengan memperbanyak infak dan mengeluarkan zakat fitrah, adalah beberapa bentuk kebaikan yang dilatih dan dididik selama bulan puasa. Hal ini akan menjadi pengalaman belajar terbaik bagi orang tua dan anak.

Ketujuh, fungsi ekonomi. Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraannya. Untuk membangun ekonomi yang sehat, tidak saja membutuhkan keahlian/profesi di bidang tertentu, tetapi lebih dari itu diperlukan sikap mental yang tangguh, etos kerja, bersikap jujur, dan hemat.

Puasa mengajarkan keluarga agar mampu memprioritaskan kebutuhan dari sekedar keinginan, mampu mengendalikan ekonomi dengan hemat, tanpa harus kikir berbagi pada sesama. Pola hidup amat konsumtif, berlebihan dan boros selama Ramadhan harus diatasi. Komitmen keluarga dengan pola hidup hemat dan dermawan sejatinya terbentuk selama bulan Ramadhan.

Terakhir, fungsi pembinaan lingkungan. Untuk mendidik keluarga yang ideal dibutuhkan lingkungan yang baik dan kondusif. Sebaliknya, lingkungan yang sehat itu sesungguhnya lahir dari keluarga yang berkualitas.

Suasana lingkungan masyarakat selama Ramadhan sangat religius, aman, nyaman, dan tenteram. Suasana masyarakat yang religius ini sangat bermanfaat dalam mendidik keluarga yang taat sehingga berbagai nilai-nilai karakter positif dengan mudah dapat ditanamkan.

Pendidikan keluarga selama puasa harus ditindaklanjuti pasca-Ramadhan, dengan berkomitmen memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya berlandaskan pada keyakinan bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT yang harus dididik menjadi hamba-Nya yang saleh.

Semoga keberkahan Ramadhan tahun ini memperkuat pendidikan keluarga dalam melahirkan generasi muslim berkualitas sehingga terbentuk masyarakat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Aamiin.(*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua Ikadi: Islam Itu Agama Kasih Sayang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler