Publik Diyakini Takkan Terima Kata Maaf Kapolri

Selasa, 03 November 2009 – 22:01 WIB
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens, mempertanyakan kenapa baru saat ini Kapolri Jendral Bambang Hendarso Danuri meminta maaf kepada publik, sembari menegaskan bahwa pernyataan Kabareskrim Susno Duadji yang mengumpamakan perseteruan Polri dengan KPK bagai "buaya melawan cicak" merupakan pernyataan pribadi.

"Saya, dan bisa jadi masyarakat, tidak percaya dan tidak menerima kata maaf dari KapolriApalagi pernyataan maaf Kapolri itu sangat tendesius dan mengklaim pernyataan Susno 'buaya melawan cicak' merupakan pernyataan pribadi Susno Duadji

BACA JUGA: Hendarman: Wisnu dan Ritonga Siap Diperiksa

Saya menduga, jangan-jangan ini dijadikan pintu masuk oleh Kapolri untuk mencari 'kambing hitam'
Masa melecehkan institusi yang dibuat negara seperti KPK dinilai hanya sebagai kekhilafan belaka, dan diselesaikan hanya dengan minta maaf," kata Boni di Jakarta, Selasa (3/11).

Selain itu, Boni juga mensinyalir permintaan maaf itu sangat terpaksa dilakukan Kapolri, mengingat posisi Polri saat ini sudah mulai terpojok seiring dengan dibukanya rekaman percakapan yang diduga dilakukan Anggodo dengan berbagai pihak dalam sidang terbuka Mahkamah Konstitusi

BACA JUGA: Antasari Ingin Balik ke KPK

"Perilaku atasan melempar kesalahan kepada bawahan adalah perilaku latin para pejabat di Indonesia
Ini semakin memperlihatkan bahwa Kapolri tidak profesional dalam mengurus tanggungjawab yang diserahkan pada dirinya, sehingga rambu-rambu dalam bentuk etika jabatan tidak diindahkan

BACA JUGA: Din: Rekaman Tunjukkan Kuatnya Mafia Hukum

Paradigmanya, semua yang benar adalah hasil kerja pimpinan, sementara semua yang salah adalah kekeliruan bawahan,” ujar Boni.

Boni justru menyarankan agar Bambang Hendarso Danuri mundur saja dari jabatannya selaku Kapolri"Segera saja mundur dan akui kesalahan, sebagai wujud dari bentuk-bentuk pertanggungjawaban publikJika tidak, maka beban ini akan dipikul oleh Presiden SBYSatu hal yang mestinya dipertimbangkan oleh pembantu presiden, bahwa Presiden SBY lima tahun mendatang sangat diharapkan oleh rakyat untuk memperbaiki nasib bangsa IndonesiaIni sebuah pekerjaan berat, dan para pembantu SBY jangan lagi menambah beban itu dengan cara mengambil kebijakan yang kontradiktif, sehingga memperlemah posisi Presiden SBY di mata publik," ungkapnya.

Bagi dosen UI itu, kasus ini bisa dikategorikan sebagai kasus penyalahgunaan wewenang kepolisian dan kejaksaan, sekaligus jadi skandal hukum terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia"Ini preseden buruk dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia yang secara kebetulan terungkap kepada publikSelama ini kan kepolisian sering menegaskan bahwa proses penahanan sudah sesuai hukum dan merupakan haknyaJika hak disalahgunakan seperti ini, mau jadi apa negara ini? Menahan itu harus ada dasar dan tidak semena-mena seperti sekarang," tegasnya.

Karena itu, lanjut Boni, inilah kesempatan terakhir bagi Presiden SBY untuk memerintahkan Kapolri segera mengeluarkan dua pimpinan non-aktif KPK itu dari tahanan Mabes Polri"Sekarang kan terbukti tidak ada dasar untuk menahan mereka, dan bahwa bukti yang ada rupanya rekayasaMaka SBY harus perintahkan (untuk) melepaskan Bibit-Chandra," tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie di Senayan, Jakarta, kembali mendesak Kapolri agar tidak ragu-ragu menindak tegas Kabareskrim Susno Duadji"Pernyataan Susno mengenai 'buaya melawan cicak' memang tidak pantas diucapkan oleh pejabat negaraSebagai bagian dari pejabat lembaga negara, Susno Duadji tidak pada tempatnya untuk melecehkan KPK," ujar Marzuki Alie(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bambang: Ada Lingkaran Pengacara, Jaksa, Polisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler