Pukul Kepala DInas, Bupati Terancam Penjara

Selasa, 28 September 2010 – 11:19 WIB
TIDORE – Inilah salah satu contoh arogansi pejabat di negeri iniAdalah Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan harus duduk sebagai pesakitan di PN Soa Sio Ternate, Senin (27/9) kemarin lantaran memukul anak buahnya sendiri, Rusdan T

BACA JUGA: Dua Bulan, 7 Kapal Nelayan Ditangkap di Nunukan

Haruna
Saat peristiwa pemukulan terjadi, Rudi Erawan berstatus sebagai wakil bupati Halmahera  Timur, sedangkan Rusdan T

BACA JUGA: Peluang, Tamatan SMA untuk CPNS Pemekaran

Haruna adalah seorang kepala dinas.
   
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Syafruddin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zulkifli Umar menjerat terdakwa telah melanggar pasal 351 ayat 1 Jo pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan acaman hukuman maksimal 2 tahun 6 bulan kurungan penjara.  
Dalam dakwaanya, JPU menyebut terdakwa diduga melakukan penganiayaan terhadap korban Rusdan T
Haruna  sehingga korban mengalami luka lecet dan memar dibagian wajah dan belakang kepala sesuai  hasil visum dokter

BACA JUGA: Penyebaran Dokter Numpuk di Kota Besar

Kejadiannya terjadi pada 13 April 2007 sekitar pukul 1.30 WIT di depan ruangan Wakil BupatiDugaan penganiyaan dilatar belakangi oleh permintaan SPPD (Surat Perintah Perjalan Dinas) oleh Muhammad Arnes (Sespri Wakil Bupati) ke pemegang kas bagian umum dan perlengkapan, Zulia M  Doa. 

Usai pembacaan dakwaan, sidang dilanjutkan  dengan pemeriksaan saksiAda enam saksi dihadirkan JPUTerdiri tiga saksi korban (Rusdan T.Haruna) dan tiga saksi dari terdakwa.  Yang pertama dihadirkan adalah saksi korban  Patrisia Fatah. 

Patrisia yang merupakan pembantu pemegang kas dan bawahan langsung korban itu dalam memberikan keterangan mengaku, melihat terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban.  Ia mengatakan saat kejadian ia berada 7 meter dari tempat kejadianSaat itu ia melihat adu jotos antara Muhammad Arnes dan korbanTerdakwa yang saat itu ada dalam ruangan keluar dan memukul korban di bagian belakang sehingga memar yang ditandai dengan tanda merah.  Sementara dalam saksi kedua dan ketiga, masing-masing Zulia M Doa, Said Abdullatif yang memberikan keterangan juga melihat terdakwa melakukan pemukulan

Yang menarik, dalam sidang itu terungkap fakta tiga saksi korban, membantah hasil visum dokter yang menyebut korban luka lecet, memar di bagian wajah korban“Bagaimana mungkin anda hanya melihat bagian belakang sementara bagian muka korban tidak dilihatSementara visum dokter  mengatakan bagian muka korban luka lecet dan memar,”  tanya hakim anggota H Syamsudin La Hasan  saat saksi Said Abdullatif memberi keteranganSaid yang ditanya hanya bisa memberikan keterangan bahwa dirinya hanya melihat bagian belakang.  Ketika hal itu dikonfortir pada dua saksi korban, juga membenarkan tidak melihat tanda-tanda luka  lecet dan memar di wajah korban

Terdakwa yang diberi kesempatan oleh majelis hakim melakukan pembelaan menolak pernyataan ketiga saksi korban“Apa yang dikatakan  saksi tidak benarSaya melerai perkelehian antara Arnes dan Haruna (korban, red) bukan memukul,” katanya

Ia menjelaskan awalnya perkelahian terjadi dalam ruangan kerjanyaKarena tak mau kejadian itu terjadi di dalam ruangannya, terdakwa kemudian mendorong kedua yang bertikai untuk keluar dari ruangannyaSesaat kemudian ia perkelahian terjadi di depan ruangannyaKarena mendengar kegaduhan itu, dirinya kemudian keluar melerai.   

Sementara saksi terdakwa Muhammad Arnes dalam keterangan mengatakan pangkal terjadinya kejadian perkelahian antara dirinya dengan korban sehingga membawa Rudi Erawan menjadi terdakwa karena dipicu masalah SMS (Short Massage Service) antara dirinya dan korban“Saat itu (13 April 2007) saya ditelepon oleh korban mengatakan bahwa atasan saya adalah bagian umum dan perlengkapan bukan wakil bupati,” katanya seraya meduga telepon yang dilakukan korban karena aduan Patrisia Fatah, pembantu pemegang kas.  

Usai menelepon korban kemudian mengirim SMS“Yang membuat saya marah dan membalas SMS korban ia mengatakan’ kalau jadi orang jangan bodoh,” katanyaMendapat itu, dirinya membalas dengan kata-kata “kalau merasa benar, mari kita duduk bersama, jangan kaya perempuan,” katanya

Tak menerima SMS, korban yang saat itu akan menuju ke Buli (kantor  DPKKAD  Haltim berada di Buli) lansung  kembali ke Maba  dan mencari dirinya di rumah jabatan wakil bupatiDalam keadaan marah, korban yang tidak melihat dirinya di rumah jabatan, langsung menuju ke ruangan wakil bupati  di Kantor Bupati Haltim“Tanpa melalui sespri korban langsung mendobrak pintu dan  masuk ke ruangan wakil bupatiDalam keadaan marah, korban kemudian  mengangkat kursi dan akan melempar kearahnya,” katanya.  Melihat kejadian itu,  wakil bupati  menolak mereka ke luar ruangan“Dan di luar itu terjadi pekelahian antara saya dan korban,” bebernya.

Saat ditanya apakah dirinya melihat terdakwa  melakukan pemukulan oleh hakim anggota H Syamsudin La Hasan, dirinya tidak melihat“Saya saat itu tidak melihat siapa-siapa karena kosentrasi menghadapi korban,” katanya.  Begitu juga dengan saksi  Arni Jhon ManusuIa mengatakan tidak melihat terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban, karena saat itu dirinya mengamankan Muhammad ArnesBegitu juga dengan Rivo Rino ElbasSaat kejadian berada di aula, berhadapan langsung dengan ruangan sepri tidak melihat terdakwa melakukan pemukulan

Atas perbedaan keterangan saksi itu, Ketua Majelis Hakim Syafruddin meminta JPU untuk menghadirkan korban untuk dikonfortir dengan Muhammad ArnesBegitu juga  dokter yang melakukan visum kepada korbanSidang kemudian akan dilanjutkan pada Senin, 4 Oktober mendatang dengan agenda pemeriksaan korban dan visum dokter.(rm1/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konflik Tanah Adat, Sekolah Dipalang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler