jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan, M. Zaini Hanafi baru saja kembali dari kunjungan kerjanya ke Prancis.
Dalam kunjungan tersebut dia menyampaikan diundang oleh AFD, sebuah Badan Pembangunan di Prancis untuk mengikuti pelatihan pengelolaan pelabuhan yang berwawasan lingkungan.
BACA JUGA: Motor Listrik Electrum Jadi Kendaraan Resmi di Ajang KTT G20 di Bali
"Saya bersama sejumlah perwakilan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan lingkup Ditjen Perikanan Tangkap diundang oleh AFD untuk mengikuti rangkaian pelatihan pengelolaan pelabuhan perikanan. Saya juga berkesempatan bertemu perwakilan Directorate General of Maritime Affairs, Fisheries and Aquaculture untuk berdiskusi dan menyampaikan program ekonomi biru yang digagas KKP," papar Zaini, Selasa (25/10).
Zaini juga menyampaikan dalam pertemuan tersebut KKP menjelaskan telah membuat program pengelolaan perikanan yang mengutamakan ekologi dan keberlangsungan ekosistem.
BACA JUGA: Kominfo: Transformasi Digital Klinik, Upaya Peningkatan Layanan Kesehatan
"Untuk mendukung itu kami ada 2 program yakni program konservasi, kami akan memperluas wilayah konservasi perikanan, serta Gerakan Nasional Cinta Laut, yakni dengan memungut sampah-sampah yang ada di laut," terang Zaini.
Dalam konservasi perikanan kata Zaini, Indonesia sudah menetapkan Wilayah Pengelolaan Perikanan 714 sebagai daerah spawning ground dan terbatas untuk penangkapan.
BACA JUGA: GoTransit Jadi Pilihan Utama Pengguna Kereta Jabodetabek
Mereka mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam mewujudkan ekonomi biru.
Selain itu kata Zaini dirinya juga berdiskusi tentang bagaimana cara menetapkan kuota penangkapan ikan, di mana prinsip yang mereka gunakan sebenarnya mirip dengan kita, yang membedakan hanya tingkat kesadaran masyarakatnya.
"Mereka tingkat kesadaran sangat tinggi, mereka taat pada peraturan di sana. Di sana mereka menangkap sudah sesuai ukuran ikan. Jadi kalau yang tidak sesuai ikannya dibuang. Tapi dibuang itu juga dicatat, karena tidak bisa diperjualbelikan tetap dicatat kemudian dihitung untuk mengurangi potensi," urai Zaini.
Dengan sistem tersebut, kata Zaini, ikan yang tidak sesuai ukuran itu dibuang dan tidak merusak lingkungan. Mereka beralasan ikan yang dibuang dapat menjadi makanan bagi ikan-ikan lain.
Zaini juga berdiskusi tentang alat tangkap ikan yang digunakan di sana terus berkembang. Adapun tiga alat tangkap yang paling banyak digunakan di sana yakni pukat (troll), purse seine, dan gillnet.
"Sebagai perbandingan, sistem yang mereka (Prancis) bangun itu juga tidak sebentar. Bahkan mereka membutuhkan waktu 15 tahun untuk benar-benar siap dan sampai pada tahap yang modern seperti saat ini," serunya.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Keberhasilan Jokowi Membangun Seluruh Daerah Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Redaktur & Reporter : Yessy Artada