Departemen Pertahanan Australia untuk pertama kalinya mengakui jumlah pilot Angkatan Udara mereka yang ditempatkan di Inggris dalam misi rahasia mengoperasikan pesawat drone bersenjata di Timur Tengah.

Lewat UU Kebebasan Informasi, departemen tersebut menyebutkan adanya 32 pilot angkatan udara Australia yang saat ini ditugaskan di 'unit sistem pesawat tidak berawak' di Inggris dan satu orang bekerja di Amerika Serikat. 

BACA JUGA: Sempat Dilarang Hamil, Britney Spears Kini Mengandung Anak Ketiga

Rincian mengenai penugasan mereka memang sangat dirahasiakan, tapi di tahun 2020 beberapa peneliti Inggris melaporkan bahwa pilot Angkatan Udara Australia (RAAF) menerbangkan pesawat drone MQ-9A buatan Amerika Serikat di atas wilayah Suriah dan Irak.

Para pilot tersebut bekerja sebagai kontraktor swasta untuk Angkatan Udara Inggris (RAF).

BACA JUGA: Warga Masih Bertahan di Kharkiv Terus Menghadapi Gempuran Rusia

Pengungkapan kepada publik di Inggris bahwa pilot Australia mengoperasikan pesawat drone bersenjata milik angkatan udara Inggris termuat dalam laporan tahunan 2020 Otoritas Proyek dan Infrastruktur Inggris (IPA).

Menurut IPA, penempatan pilot asal Australia dilakukan karena kurangnya tenaga di angkatan udara Inggris yang menurut pengamat disebabkan karena trauma psikologis ketika mengoperasikan pesawat-pesawat tidak berawak yang bisa melakukan serangan mematikan.

BACA JUGA: Seorang Profesor di Universitas Adelaide Diadili dalam Kasus Pelecehan Seksual Sesama Dosen

Belasan personel angkatan udara Australia juga sedang membantu militer Inggris dalam proses transisi untuk menggunakan drone yang baru, MQ-9B, yang nantinya akan menggantikan armada Reaper.

Australia juga sebelumnya berencana menggunakan drone bersenjata MQ-9B lewat program SkyGuardian, namun proyek bernilai A$1,3 miliar tersebut akhirnya dibatalkan menjelang pengumuman anggaran belanja negara tahun 2022.

Ditempatkannya para pilot Australia dalam menerbangkan pesawat drone MQ-9A Reaper milik Inggris dianggap sebagai pengalaman pelatihan yang berguna bagi Angkatan Udara Australia namun sekarang masa depannya jadi tidak menentu.

Departemen Pertahanan Australia menolak menyebutkan dampak dari dihentikannya proyek SkyGuardian terhadap pertukaran pilot dengan Inggris, namun ABC mendapat laporan dari departemen tersebut bahwa mereka masih melakukan kajian.

Partai oposisi Partai Buruh mengatakan akan mempertimbangkan untuk melanjutkan proyek tersebut yang akan membeli pesawat drone dari Amerika Serikat bila mereka menang pemilu yang akan diselenggarakan bulan Mei mendatang.

Di tahun 2015 dilaporkan bahwa dua teroris terkenal asal Australia Khaled Sharrouf dan Mohamed Elomar tewas dalam serangan drone ketika keduanya bergabung dengan jaringan Negara Islam (IS) di Irak.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.p

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Ribu Warga Akan Ikut Pemilu Australia, tetapi Masih Banyak yang Perlu Bimbingan

Berita Terkait