Bahkan saat perang terus berlangsung di atas tempat tinggal mereka, Veronika Voronkina yang berusia tujuh tahun dengan bantuan ibunya, Natalia, terus belajar matematika.
Di hari-hari ini, Veronika belajar perkalian menggunakan meja kecil di dalam terowongan di dalam stasiun kereta bawah di kota kedua terbesar di Ukraina, Kharkiv.
BACA JUGA: Pembalasan Vladimir Putin: Wapres AS, Bos Facebook hingga Jurnalis Masuk Daftar Hitam
Natalia dan Veronika tinggal di sana bersama ratusan keluarga lainnya dan orang tua menghabiskan waktu sehari-hari berlindung di tempat tersebut di saat kota mereka terus digempur tentara Rusia.
"Kami dibangunkan oleh suara ledakan, kemudian langsung bersiap, membawa beberapa dokumen penting, dan kucing kami, lari ke stasiun kereta," kata Natalia Voronkina kepada ABC.
BACA JUGA: Seorang Profesor di Universitas Adelaide Diadili dalam Kasus Pelecehan Seksual Sesama Dosen
"Ketika kami berlari, gempuran terus terjadi. Keadaannya sangat menakutkan."
Pasukan Rusia sudah menggempur Kharkiva yang terletak di Ukraina timur laut sejak invasi yang dilakukan delapan minggu lalu.
BACA JUGA: Ratusan Ribu Warga Akan Ikut Pemilu Australia, tetapi Masih Banyak yang Perlu Bimbingan
Sekarang nasib kota tersebut dan ambisi Presiden Rusia Vladimir Putin tergantung kepada tentara Rusia yang sudah berada di luar kota Kharkiv.
Mereka mulai melakukan serangan darat baru ke kawasan Donbas di Ukraina timur minggu ini.
Garis depan sepanjang 480 km dari Kharkiv di bagian selatan terus ke arah Ukraina bagian timur bisa mengubah perjalanan konflik tersebut.
Stasiun kereta Heroiv Pratsi Station yang terletak di dekat kawasan pemukiman Saltivka yang mendapat gempuran sengit dipenuhi dengan warga yang mengungsi.
Kereta tidak lagi melayani perjalanan dari stasiun tersebut.
Satu-satunya tanda kehidupan di siang hari adalah lampu yang terus menyala.
Salah seorang yang mengungsi ke stasiun tersebut adalah Lev Churnak yang berusia 15 tahun yang mengatakan sejak invasi dimulai delapan minggu lalu, dia belum sekali pun mandi.
"Di sini tidak dingin," katanya.
"Susah sekali membersihkan badan. Saya bisa mencuci muka di wastafel di stasiun tapi tidak bisa mandi seluruh badan."
Setiap hari ayahnya di tengah serangan membawa makanan untuk anak dan istrinya yang mengungsi di stasiun tersebut.
Beberapa keluarga membawa tenda kecil untuk berlindung atau tinggal di dalam gerbong kereta yang diparkir di dalam stasiun.
Natalia Voronkina kadang membawa putrinya naik keluar stasiun untuk mendapatkan udara segar, tetapi selalu mengkhawatirkan adanya serangan.
"Kami tidak berani pergi jauh-jauh karena kadang terjadi ledakan, dan semua orang panik," katanya.
"Anak-anak menangis dan kami kembali lagi ke bawah tanah." Kharkiv bagian penting dari rencana Rusia
Kharkiv yang terletak di dekat perbatasan dengan Rusia adalah kota penting Ukraina di bagian timur negara tersebut.
Selama ini, Kharkiv dikenal sebagai kota yang banyak berisi mahasiswa dengan budaya yang hidup, dengan gereja yang memiiliki kubah keemasan berpenduduk sekitar 1,4 juta orang.
Sekarang Vladimir Putin ingin menguasai Kharkiv sebagai bukti usahanya menguasai seluruh Ukraina timur.
Serangan terbaru ini merupakan usaha menutup rasa malu Rusia karena kegagalan untuk menguasai ibu kota Kyiv sehingga pasukan Rusia sekarang mulai ditarik dari sana.
Di Kharkiv gempuran Rusia terus berlangsung.
Mayat warga bergelimpangan di jalan-jalan di kawasan permukiman di mana warga terperangkap di rumah tanpa listrik, air bersih dan persediaan makanan.
ABC mengikuti perjalanan tim penolong dari Palang Merah untuk membantu korban serangan, tapi tidak lama kemudian kembali terjadi ledakan berikutnya.
Serangan Rusia ini dikenal dengan nama serangan ganda. Serangan kedua ini dilakukan hanya beberapa menit setelah serangan pertama sehingga sangat membahayakan kerja tim penyelamat.
Ini adalah serangkaian serangan membabi buta yang menyebabkan korban warga sipil di tengah meningkatnya gempuran di pusat kota Kharkiv.
Pada hari Minggu tanggal 17 April, ketika ABC berada di sana, sedikitnya lima warga sipil tewas terbunuh.
Korban adalah bagian dari ratusan ribu warga yang masih bertahan di kota Kharkiv di tengah situasi kemanusiaan yang semakin memburuk kata koordinator Palang Merah lokal Oleksander Lebediev.
"Warga yang masih berada di Kharkiv adalah mereka yang paling rentan," kata Lebediev ilmuwan politik berusia 24 tahun yang sekarang menjadi saksi peristiwa menyedihkan setiap hari dalam tugasnya.
"Kebanyakan sudah lansia atau terlalu lemah untuk mengungsi, atau mereka ingin tetap bersama keluarga, jadi mereka bertahan di daerah yang sangat berbahaya.
"Semua rumah di kawasan ini tidak dialiri listrik, air atau gas.' Alla dan Viktoria bertahan di rumah
Alla Oleksiivna tidak bisa meninggalkan apartemennya. Dia tidak bisa mencari perlindungan di stasiun kereta.
Dia hanya bisa berlindung di apartemennya yang kecil tanpa banyak perlindungan dari kemungkinan serangan Rusia.
Alla tinggal di apartemen tersebut bersama putrinya Viktoria (46 tahun), mantan pegawai perpustakaan anak-anak yang sekarang tidak lagi bisa bicara atau jalan karena penyakit epilepsi kronis.
Menurut Alla, mereka terperangkap di kota tersebut karena serangan yang dilakukan Rusia, yang membuat kondisi Viktoria semakin memburuk.
"Ke mana saya harus pergi? Dia tidak bisa berjalan. Saya tidak bisa ke luar negeri bersama dia, jadi saya hanya bisa berdoa bagi adanya perdamaian," kata Alla Oleksiivna kepada ABC.
Oleksander Lebediev mengatakan keluarga seperti Oleksiivnas hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
"Kebanyakan yang masih bertahan hidup dalam kemiskinan, bersembunyi di lantai bawah atau berlindung di flat mereka," katanya.
Dia mengatakan saat ini hampir mustahil membuka jalan bagi evakuasi yang aman untuk warga yang tinggal dekat garis depan pertempuran.
"Susah sekali bagi mereka untuk mencari bantuan karena sangat berbahaya untuk bisa bergerak di kota tersebut. Mereka terus menerus menghadapi gempuran," katanya.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rusia Makin Terpojok, Bu Sri Sebut Ini Permintaan Anggota G20