Pungli Merajalela

Selasa, 05 November 2013 – 11:16 WIB

jpnn.com - Pemkot Bandarlampung terus berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) setiap tahunnya. Salah satunya dengan memaksimalkan penarikan retribusi terhadap warga. Sayang, dalam praktiknya, banyak oknum di lapangan yang bertindak nakal. Salah satunya dalam penarikan retribusi jasa usaha di Terminal Induk Rajabasa.

Laporan Febi Herumanika,
BANDARLAMPUNG

BACA JUGA: Nasib Petani Salak Pondoh di Bukittinggi

HILIR mudik angkutan umum mulai bus hingga angkutan kota (angkot) terlihat di Terminal Induk Rajabasa, Bandarlampung, sekitar pukul 11.00 WIB kemarin. Beberapa sepeda motor juga ikut meramaikan lalu-lalang kendaraan di terminal terbesar di Provinsi Lampung tersebut.

Salah satunya sepeda motor Radar Lampung yang saat itu tengah melintas di terminal tersebut. Ya, kala itu, wartawan koran ini tengah berada di Terminal Induk Rajabasa untuk mengambil paket kiriman pada salah satu perusahaan otobus (PO) yang ada di terminal tersebut.

BACA JUGA: Data Honorer Mendadak Bertambah

Setelah mengambil paket, Radar lantas meninggalkan terminal melalui pintu keluar yang ada di sebelah kiri. Namun, wartawan koran ini kaget saat laju sepeda motor Radar berikut sepeda motor lainnya diberhentikan di pintu keluar oleh tiga petugas berseragam Dinas Perhubungan (Dishub). Ketiganya terdiri dua wanita dan satu pria.

Saat itu, petugas pria menghampiri dan meminta uang Rp2 ribu kepada Radar. Sementara, dua petugas wanita menghampiri sepeda motor lainnya.

BACA JUGA: Pipa Pertamina Meledak, Warga Dievakuasi

Karena bingung, Radar menanyakan uang apa yang dimaksud petugas tersebut. Lantas, petugas pria berambut gondrong ini menyatakan uang retribusi. Karena ingin terburu-buru, Radar lalu memberikan uang Rp5 ribu. Kemudian, pria itu mengembalikan uang sebesar Rp3 ribu.

Namun karena tidak ada karcis retribusi yang diberikan, Radar lantas menanyakannya. ’’Ooo, mau karcis" Ini karcisnya!” tandas petugas itu dengan mimik muka kesal.

Saat itu, Radar sempat kaget. Sebab ketika dilihat, banyak kejanggalan pada karcis berwarna kuning yang diberikan petugas itu. Pertama, karcis yang diberikan bukan untuk sepeda motor, tetapi untuk mobil penumpang.

Kejanggalan kedua, petugas itu memberikan karcis secara utuh. Ia tidak memotong karcis tersebut. Dengan demikian, uang yang diberikan Radar tidak tercatat.

Kejanggalan lainnya, pada karcis yang tertulis ’’Perda Kota Bandarlampung Nomor 06 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha” itu tidak terlihat cap basah yang tertempel.

Lantaran respons yang ditunjukkan petugas itu tidak baik, Radar lalu meninggalkannya. Namun, Radar sempat kembali ke terminal tersebut dan menuju kantor Kepala Terminal Induk Rajabasa Antoni Makki untuk menanyakan kejanggalan-kejanggalan pada karcis yang diberikan petugas penarik retribusi.

Sayang, saat itu, Antoni tidak berada di kantornya. Kala itu, hanya ada satu petugas yang juga berseragam Dishub. ’’Enggak ada (Antoni Makki, Red) . Ini kan hari Minggu, libur,” tandasnya.

Selanjutnya, Radar kembali meninggalkan terminal. Tetapi kemungkinan karena sudah mengenal Radar, petugas yang ada di pintu keluar tidak memberhentikan. Padahal, pada karcis yang diberikan tertulis karcis hanya berlaku untuk satu kali.

Radar kemudian memutuskan menunggu di Jl. Z.A. Pagar Alam depan terminal. Tujuannya untuk mewawancarai warga yang mengalami nasib sama dengan Radar.

Tidak lama menunggu, dari kejauhan, Radar melihat seorang pengendara motor dihentikan petugas tadi dan memberikan uang. Setelah pengendara yang belakangan diketahui bernama Amri itu keluar dari terminal, Radar lantas mengikutinya hingga masuk kampus Universitas Lampung (Unila).

Saat tepat berada di samping kantor BNI cabang Unila, Radar berhasil menghentikan laju motor Amri. Kala itu, ia sedikit terkejut. Namun setelah mengetahui maksud Radar, keterkejutannya sirna.

Lalu mahasiswa Fakultas Ekonomi Unila itu menceritakan, dua kali dalam sepekan, dirinya pasti masuk Terminal Induk Rajabasa karena mengambil titipan dari kampungnya. ’’Nah, setiap saya mau keluar dari terminal, pasti diminta uang sebesar Rp2 ribu. Tetapi, saya tidak pernah diberi karcis,” katanya.

Mengapa tak meminta karcis? Amri mengaku khawatir terjadi keributan. ’’Daripada gara-gara uang sedikit ribut Mas, lebih baik saya yang mengalah. Meski memang, bukan saya saja yang mengalami kejadian seperti itu,” keluhnya.

Terpisah, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Antoni Makki mengatakan, penarikan retribusi memang diterapkan bagi kendaraan bermotor yang masuk terminal. Besarannya untuk mobil Rp2 ribu dan sepeda motor Rp1.000 dengan karcis masing-masing.

Dia mengaku tidak tahu ada petugasnya yang menarik Rp2 ribu untuk sepeda motor. Antoni pun memastikan akan menelusuri informasi tersebut. ’’Jika memang benar, saya akan tindak petugas tersebut. Bahkan akan saya pindah tugaskan dari terminal,” tegasnya. (p5/c1/whk)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Heran, Honorer K2 yang Ikut Tes CPNS Bandung Mendadak Bertambah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler