jpnn.com - Praktik pungutan liar alias pungli dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) begitu terorganisasi. Di Pemkot Samarinda, mufakat jahat itu melibatkan oknum staf hingga pejabat teras. Modusnya, mencari-cari kesalahan administrasi pemohon, memperlambat berkas hingga mengancam menyegel bangunan.
MUHAMMAD RIZKI, DINA ANGELINA, MUHAMMAD YODIQ
BACA JUGA: Teror Bakar Mobil Terjadi di Kota Samarinda, Ditemukan Bekas Korek Api
JARUM jam menunjukkan pukul 10 pagi. Hampir dua jam, Jupiter (bukan nama sebenarnya) melendeh di sudut ruang Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda. Medio Januari lalu, untuk kesekian kalinya Jupiter bolak-balik ke instansi tersebut. Untuk mendapatkan IMB, dia terlebih dulu harus mengantongi berkas advice planning.
Dokumen itu memuat keterangan rencana tata kota/kabupaten bagi warga yang ingin mendirikan sebuah bangunan. Instansi tempat Jupiter bekerja ketika itu sedang membangun gudang material satu lantai. Lokasinya di salah satu kecamatan di Samarinda.
BACA JUGA: Lebih Baik Hapus Video tak Senonoh Siswi Berparas Cantik Jelita
Berjam-jam menunggu, pelayanan administrasi baru bergerak. Setelah Jupiter bertanya sana-sini. “Katanya oknum pegawai (Dinas PUPR Samarinda) baru habis sarapan. Sarapan apa jam 10 pagi? Coba Anda bayangkan, kami menunggu dari jam 8 pagi. Jam 10 baru datang orangnya,” ucap Jupiter dengan nada jengkel.
Selain jam pelayanan yang tidak tepat waktu, Jupiter sebenarnya sudah kesal duluan. Karena awal mula dia berurusan di Dinas PUPR Samarinda, berawal dari peristiwa yang kurang mengenakkan.
BACA JUGA: Perkembangan Kasus Video tak Senonoh Siswi Cantik Jelita
BACA JUGA: Pengoperasian Tol Malang - Pandaan Dipercepat, Wouw!
Akhir tahun lalu, ketika beberapa tukang sedang sibuk menyusun bata, sepuluh personel bagian pengawas bangunan Dinas PUPR Samarinda menyambangi proyek tersebut.
Tugas personel tersebut memang berpatroli. Memastikan setiap proyek legal. Setelah dilakukan pengecekan terhadap pembangunan gudang, petugas mendapati bangunan belum mengantongi IMB. Diakui Jupiter, pengurusan IMB memang belum rampung, namun pembangunan gudang telah berjalan. Dalam kondisi dirazia itu, Jupiter pun tertekan.
”Mereka bilang, sudah lewat kami saja. ‘Kan kami juga yang merazia. Kata orang lapangan itu, ‘nanti kami tutup berita acaranya jika sudah tidak beroperasi lagi. Kami kasih sejumlah uang agar mereka tidak merazia. Itu semata-mata karena ketidaktahuan kami. Karena kami merasa dihantui. Kami ikut polanya mereka. Setelah kami kasih orang lapangan, kan tinggal mengurus di dalam,” tuturnya kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Artinya, terang Jupiter mengutip omongan petugas yang merazia, gudang yang dibangun tidak bermasalah sehingga tidak perlu disegel. Petugas meminta Rp 10 juta. Dia pun menyanggupi. Dengan catatan, uang muka Rp 5 juta. Sisanya, Rp 5 juta setelah urusan selesai.
”Dengan asumsi Rp 2 juta per orang. Mereka bagi-bagi. Secara tidak langsung, pegawai lapangan yang patroli menawarkan jasa agar masyarakat mengurus izin lewat dia,” ungkapnya.
Setelah razia itu, Jupiter bolak-balik ke Dinas PUPR Samarinda. ”Namanya masyarakat yang enggak tahu ‘kan, langsung ke kantor,” imbuhnya.
Jupiter pun diberi brosur oleh staf instansi tersebut. Merasa sudah memberi “uang pelicin” saat dirazia beberapa waktu lalu, Jupiter merasa urusan bisa lancar ketika ke Dinas PUPR Samarinda.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Masalah lain muncul. Kali ini, rintangan datang dari pejabat eselon IV (empat) Dinas PUPR Samarinda.
“Kami dihantui aturan tidak boleh dibangun ini-itu (di lokasi pembangunan gudang). Harus ada perubahan titik koordinat. Saya dimintai sekitar Rp 50 juta. Untuk mengurus perubahan titik koordinat. Saya merasa ditarik-tarik oleh dua personel. Oleh orang lapangan dan orang kantor,” kata Jupiter.
Dia pun mengadu ke koordinator tim yang merazia beberapa hari sebelumnya. “Kenapa ‘kok bosmu di dalam minta lagi. Katanya untuk sampean (kamu),” kata Jupiter. Koordinator tersebut menjawab, ”Oh enggak ada itu. Mereka (oknum pejabat Dinas PUPR Samarinda) saja yang mencari-cari uang makan. Mereka menjual orang lapangan”.
Jupiter sewot. “Ternyata di dalam juga mencari-cari kesalahan. Bangunan kami kan sudah berdiri. Sudah diberi pagar. Pejabat di dalam ruangan tadi bilang, bangunan kami tidak boleh begini sehingga harus dihentikan. Karena memang aturannya seperti itu,” katanya.
Menurut Jupiter, ini adalah modus oknum di Dinas PUPR Samarinda memeras warga yang memohon izin. Masyarakat dihantui agar dilarang membangun. ”Sehingga masyarakat tahu beres karena tidak mau repot,” sebutnya.
Oknum pejabat Dinas PUPR Samarinda kemudian mengancam Jupiter. Bangunan akan diberi garis polisi. Tanda jika proyek bermasalah. ”Kami terima. Silakan aja kalau mau di-police line. Kemudian pejabat tadi mengendur,” kisahnya.
BACA JUGA: Sejumlah Pemda Beri Insentif Dokter Spesialis Hingga Rp 70 Juta per Bulan
Oknum pejabat Dinas PUPR Samarinda itu lalu berkata, “Daripada saya mengutus orang ke lapangan untuk memberi garis polisi, saya minta uang untuk 10 orang personel. Uang transportasi. Terserah diberi berapa,” kata Jupiter menirukan percakapannya itu.
Dia lalu memberi uang tunai Rp 2 juta. ”Tapi pada saat Rp 2 juta itu saya berikan. Terjadi negosiasi baru,” katanya.
Jupiter menuturkan, oknum pejabat Dinas PUPR Samarinda itu memberi pilihan dalam pengurusan advice planning. “Mau profesional atau normal,” kata Jupiter menirukan ucapan oknum tersebut.
Sepengetahuan Jupiter, standar operasional prosedur (SOP) mengurus advice planning yang hanya terdiri dari dua lembar, hanya dua pekan atau 14 hari kerja. Tanpa dipungut biaya alias gratis.
Kepada Jupiter, oknum pegawai tersebut bilang jika dirinya mau ke luar kota. Sehingga proses perizinan tidak boleh cepat. ”Saya bilang, katanya dua minggu. Oknum pegawainya bilang. ‘Iya dua minggu. Normal. Tapi kan saya ke luar kota. Jadi, saya tidak tahu kapan saya bisa selesaikan ini,” kenang Jupiter.
Jupiter tak tahu apakah perkataan oknum pegawai Dinas PUPR Samarinda itu benar atau tidak akan tugas ke luar kota. Namun dia yakin, itu adalah modus untuk membuka ruang negosiasi.
”Pokoknya kita masyarakat ini dihantui proses yang lama dan tidak jelas ini,” ucapnya. Jupiter pun berkata, ”Kalau saya harus cepat, bagaimana? Oknum itu bilang bisa. Saya kerjakan di jalan. Tapi ada biaya tambahan. Karena saya harus ke luar kota. Sambil tugas mengerjakan,” bebernya.
Apabila mengikuti pilihan normal yang ditawarkan oknum tadi, Jupiter diminta uang Rp 10 juta. Tetapi karena oknum tadi mengerjakan advice planning dengan alasan sedang tugas di luar kota, maka Jupiter dimintai Rp 50 juta.
“Mengurus advice planning memang gratis. Tapi, kan Mas mau cepat. Saya kan butuh tenaga profesional,” kata Jupiter, kembali menirukan oknum pegawai perempuan di Dinas PUPR Samarinda itu.
Akhirnya, Jupiter pun keluar dari ruang oknum pejabat Dinas PUPR Samarinda itu. Uang yang diminta oknum tersebut tak diberi dan memilih menunggu. Dia kemudian melapor ke pimpinannya.
“Jadi, di Dinas PUPR itu disengaja kita dibuat menunggu. Menjenuhkan. Dibuat lama. Bolak-balik, kurang ini. Seolah-olah kita dibuat malas mengurus. Besok kurang ini, besoknya lagi kurang ini. Sehingga di dalam (ruang) terjadi transaksi,” katanya.
Jupiter makin curiga, karena sebelum masuk ke ruangan oknum Dinas PUPR Samarinda itu, dia diminta tak membawa handphone.
“Handphone saya disita stafnya. Dilarang bawa masuk. Polanya sudah akut dan sistematis. Sudah turun-temurun. Karena sudah sistematis. Polanya sama. Antara pegawai lapangan dan di kantor sama-sama mencari uang lebih,” ujarnya.
Menurutnya, bukan dia saja yang mengeluhkan perlakuan oknum Dinas PUPR Samarinda. Banyak pemohon lain juga bernasib sama. Urusan dipersulit kemudian dimintai imbalan.
Jupiter melanjutkan, selain pengurusan advice planning, pungli juga terjadi saat sepuluh petugas lapangan Dinas PUPR Samarinda mengecek lokasi yang akan dibuatkan surat advice planning.
“Jadi ada semacam sidak lapangan. Nah sebelum sidak itu, kami dipanggil ke ruang lain lagi. Handphone kembali ditahan sebelum masuk ruangan,” ungkapnya.
Di dalam ruangan itu, ucap Jupiter, oknum pejabat tadi meminta uang. Kata Jupiter, ucapannya seperti ini, ”Mas, personel saya yang di luar itu tolong diperhatikan ya. Kasihan ke lapangan, jauh-jauh. Jadi, dibantu ya”. Jupiter pun memberi jasa servis sebesar Rp 500 ribu per orang.
“Padahal kami yang jemput dan antar pulang. Pakai mobil kami,” sebut Jupiter. Dia pun mengobrol dengan koordinator tim ketika rehat sidak. Dari penuturan pria tersebut, petugas lapangan Dinas PUPR Samarinda adalah orang buangan.
Rebutan fee pun menjadi hal lumrah antara petugas lapangan dan pegawai di kantor. “Jadi birokrasi di Dinas PUPR Samarinda sengaja dipersulit biar ada transaksi,” katanya. Setelah menunggu 1,5 bulan, IMB yang diurus Jupiter akhirnya terbit.
Terkait praktik curang yang disuarakan Jupiter, Inspektur Inspektorat Daerah (Itda) Samarinda Muhammad Yamin enggan berkomentar banyak, lantaran pemeriksaan sedang berproses.
Yamin mengaku sudah berkoordinasi dengan Ombudsman RI Perwakilan Kaltim. “Kami sudah bersurat bahwa sedang ditindaklanjuti. Sekarang masih bekerja, melakukan pemeriksaan,” ujar Yamin, Kamis (21/3).
Mengenai target pemeriksaan dan sampai sejauh mana proses yang dimaksud, Yamin yang juga menjabat wakil Satgas Saber Pungli Samarinda itu irit bicara. “Kami melakukan pemeriksaan sampai awal April mendatang,” ucapnya.
Kaltim Post kemudian menyambangi Dinas PUPR Samarinda untuk mencari tahu syarat atau standar pengurusan advice planning. Kabid Penataan Ruang PUPR Samarinda Nufida Puji Astuti mengatakan, pemohon tidak perlu repot mencari tahu syarat-syarat permohonan advice planning.
Sebab, pihaknya telah menyiapkan formulir online yang dapat di-download. “Silakan buka Facebook kami (Ayo Tata Samarinda). Silakan download formulirnya. Syarat lengkap tertera,” jelasnya.
Nufida melanjutkan, tidak ada biaya dalam pembuatan advice planning. Jika semua syarat lengkap dan terpenuhi, pihaknya akan menurunkan petugas untuk meninjau lapangan. “Advice planning selesai dalam tujuh hari kerja. Tim yang diturunkan pun paling banyak tiga orang,” terang dia.
Mengenai kabar indikasi pungli di bidang yang dipimpinnya, Nufida mengaku tidak mengetahui secara pasti. Dia menegaskan, tidak ada biaya dalam pengurusan advice planning. “Apalagi kalau syarat lengkap, prosesnya tidak lama,” ungkapnya.
Dalam Perpres Nomor 97 Tahun 2014 sudah tertuang aturan pelimpahan kewenangan perizinan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sumber tepercaya Kaltim Post di pemerintahan mengatakan, permasalahan yang terjadi saat ini, Pemkot Samarinda khususnya bagian teknis, tidak ada pelimpahan tersebut.
Misalnya dalam kepengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), mengapa harus ada advice planning (AP) atau keterangan rencana kota terlebih dahulu. “Kenapa tidak dijadikan satu dokumen saja. Misalnya sudah jadi satu di Dinas PUPR. Tidak perlu lagi ke PTSP,” ucapnya.
Dia mengungkapkan peluang pungli dalam kepengurusan IMB sangat besar. Bahkan masyarakat atau pemohon bisa saja “dibajak” hingga dua kali. Pertama, pungli saat advice planning sebelum mengurus IMB.
Setelah berhasil mendapatkan AP, berkas masuk ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Lalu setelah secara administrasi dinyatakan lolos, selanjutnya berkas dilimpahkan lagi kepada DPUPR untuk penerbitan IMB. Di fase ini pemohon bisa bertemu lagi dengan dinas teknis. Artinya muncul lagi potensi pungli.
Apalagi dalam praktik kepengurusan IMB, saat melakukan tinjauan advice teknis, pemerintah membebankan biaya petugas lapangan kepada pemohon. “Padahal seharusnya tidak boleh dibayar, sudah menjadi pelaksanaan tugasnya untuk meninjau lokasi,” tuturnya.
Seperti info yang heboh di media sosial beberapa waktu lalu dari seorang pemohon. Saat dia ingin mengurus AP, ada beban biaya untuk menurunkan petugas lapangan yang bertugas. Anehnya jumlah petugas ini tidak masuk akal.
Perlu hingga 10 petugas survei hanya untuk mengecek satu bidang. Belum lagi nilai biaya yang diminta terbilang cukup besar untuk mengoreksi hasil koordinat bangunan. “Harusnya setingkat kepala dinas atau kepala bidang yang termasuk back office tidak boleh bertemu langsung dengan pemohon untuk menghindari pungli,” ucapnya.
“Pungli di bidang pelayanan publik berasal dari lemahnya aspek pengawasan. Mulai dari kepala dinas, inspektorat, hingga wali kota,” sebutnya. (tim kp)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh Video tak Senonoh Siswi Berparas Cantik Jelita, Miris!
Redaktur & Reporter : Soetomo