jpnn.com - SEMARANG - Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Dadang Heru Kodri menyatakan, pasokan pupuk dari pabrik di dalam negeri saat ini menurun 1,1 juta ton.
Penurunan disebabkan ada dua pabrik yang sudah berhenti berproduksi di Aceh karena harga gas tinggi.
BACA JUGA: Investasi dan Jaminan Kesehatan Lonjakkan Produksi Ranjang RS
”Bahkan, saat ini mulai ada pabrik pupuk yang mungkin berhenti berproduksi karena negosiasi harga gasnya belum pas,” kata Heru kemarin (2/11).
Sebaliknya, impor pupuk dari Tiongkok melonjak sangat tajam. Tahun lalu total impor hanya 50 ribu ton.
BACA JUGA: Industri Sepeda Motor Setor Pajak Rp 27 Triliun
Sementara itu, sampai Oktober tahun ini, total impor pupuk dari Tiongkok mencapai 550 ribu ton.
Permintaan pupuk di dalam negeri 14–15 juta ton per tahun, sedangkan total produksi industri pupuk 11–12 juta ton per tahun.
BACA JUGA: Aset Negara Mencapai Rp 5.285 Triliun
Sesuai dengan pagu anggaran, penyediaan pupuk subsidi mencapai 9,9 juta ton. ”Kalau harga gas masih tetap mahal, tidak ada investor yang minat masuk ke industri pupuk. Padahal, industri pupuk masih bisa dikembangkan di Indonesia Timur seperti di Papua,” terangnya.
Kontribusi gas terhadap biaya produksi industri tersebut mencapai 80 persen.
Saat ini rata-rata industri pupuk masih harus membayar harga gas USD 6,2 per mmbtu.
Harga gas paling tinggi dibayar industri pupuk di Aceh USD 7,25 per mmbtu. ”Selisih harga pupuk Tiongkok dan Indonesia saat ini cukup banyak. Apalagi, permintaan pupuk global maupun di Tiongkok menurun,” terang Dadang.
Harga pupuk impor dari Tiongkok mencapai USD 200 per ton. Sedangkan harga pupuk dalam negeri mencapai USD 250 per ton.
Tiongkok saat ini telah mengekspor pupuk ke pasar global sepuluh juta ton.
”Kami meminta harga gas untuk industri pupuk bisa USD 2 sampai 4 per mmbtu. Jika bisa di angka tersebut, kami bisa bersaing dengan Tiongkok. Saat ini harga pupuk di Tiongkok juga anjlok,” imbuhnya.
Jika harga gas industri bisa di angka USD 4 per mmbtu, Heru yakin harga pupuk lokal mampu ditekan menjadi USD 205 per ton.
Kepala Divisi Komersialisasi Gas Bumi SKK Migas Sampe L. Purba menambahkan, langkah yang sangat mungkin ditempuh pemerintah adalah menurunkan harga gas USD 2 per mmbtu di sisi hulu.
Sementara itu, untuk menekan harga gas di hilir, pemerintah harus menekan regulasi.
”Sistem penentuan harga gas di hilir saat ini business-to-business sehingga pasar yang menentukan. Pasar yang terbentuk oleh monopoli atau oligopoli alamiah harus diatur regulasi pemerintah,” jelasnya. (vir/c21/noe/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tingkatkan Kunjungan Wisatawan, Kemenpar Gandeng 3 BUMN
Redaktur : Tim Redaksi