jpnn.com - Hari Pahlawan, 10 November tahun ini, diadakan acara perenungan di makam seorang pahlawan yang “hilang’, Julian Hendrik alias Bangngu Ludji He.
Dilansir Harian Timor Express (Grup JPNN.com), Peter A. Rohi dalam catatannya menyebutkan bertepatan dengan Hari Pahlawan tahun ini, dirinya pergi jauh ke Pulau Sabu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di situ di mengajak pemerintah dan masyarakat mengadakan acara perenungan di makam seorang pahlawan yang "hilang", Julian Hendrik alias Bangngu Ludji He.
BACA JUGA: Yaelaah.. Proyek Bandara Samarinda Baru Masih Bermasalah
Pada kesempatan itu dilakukan peletakkan batu pertama renovasi makan Julian. Sebuah tiang bambu runcing berujung merah terikat bendera merah putih di ujungnya tertancap di pusara, menjadi saksi pengakuan kami bahwa Julian Hendrik adalah seorang perintis kemerdekaan yang kini "ditemukan" kembali.
Bagai sabut kelapa, Pulau Sabu terapung di bibir samudera Hindia. Jauh ke selatan tidak tersentuh lagi daratan apa pun sampai menohok Antartika. Gersang dan kering seperti apa yang dilukiskan James Cook ketika "terdampar" di di Pulau Sabu tahun 1770.
BACA JUGA: Ayo Siapa Mau Tantang Pangdam? Dia Juara Masak Nasi Goreng
Walau begitu, seperti pengakuan para penjelajah pulau ini begitu eksotik dan tampak indah. Lagi pula menyimpan misteri perjuangan bangsa. Nun jauh di sebuah bukit kecil, di atas pantai putih dan nyiur melambai, sebuah kuburan bulat, sesuai kepercayaan agama (minus kitab suci) kami jingitiu, tersimpan kerangka pejuang besar, perintis kemerdekaan Julian Hendrik. Itulah "kecurangan"nya sejarah yang tidak memberi makna pada orang-orang yang kemudian tersapu ke pinggiran.
Julian adalah orang pertama yang tatkala berusia 24 tahun, pada 3 Februari 1933 mengajak teman-teman marine kru kapal perang De Zeven Provincien untuk merebut kapal milik penjajah itu.
BACA JUGA: Sedang Mengupas Mangga, Cekcok, Gantian Tetangganya yang Dikupas, Tewas
“Revolusi sekarang juga!", ajaknya pada teman-temannya dalam sebuah pertemuan di Gedung Bioskop Ulele, Kutaradja (kini Banda Aceh).
Maka keesokan harinya para pelaut pribumi menawan para perwira Belanda, menguasai dan melarikan kapal itu. Pers asing mempermalukan Belanda, karena peristiwa begitu adalah pertama kali di dunia.
Tak tahan dipermalukan, apalagi kapal-kapal perang lain yang mengejar diancam akan ditembak oleh Martijn Paradja, Gubernur General Belanda De Jonge memerintahkan pesawat terbang Dornier membom kapal perangnya sendiri. Bom seberat 50 kg yang jatuh di atas geladak menewaskan Martijn Paradja, Gossal, Rumambi serta 23 prajurit marine, sedang Julian Hendrik dan Jermias Kawilarang bersama lebih seratus teman-temannya ditangkap dan dipenjarakan di penjara militer di Sukolilo, Madura.(boy/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayah Tewas Gantung Diri, Lah.. Anaknya Ikut-Ikutan
Redaktur : Tim Redaksi