PAHLAWAN tanpa tanda jasaItulah julukan yang kerap ditempelkan pada sosok guru
BACA JUGA: Disertasi Selamat setelah Bertemu Sumarlin di Lapangan Tenis
Namun kali ini, bertepatan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI, Mingkus dan Yudotomo Budi, mendapat penghargaan sebagai Guru Berdedikasi di Daerah KhususBACA JUGA: Apa Mau Dia, Bawa-bawa Nama Bapak?
Apa saja yang telah diperbuat?---------------------------------
NICHA RATNASARI – JPNN
--------------------------------
Mingkus dan Yudotomo Budi adalah guru-guru yang mendapatkan tugas dari pemerintah RI untuk mengajar di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Sabah, Malaysia
BACA JUGA: Kampoeng Ramadan Jogokariyan, Ikon Jogjakarta di Bulan Suci
Kala itu, sekolah baru berdiriMayoritas muridnya adalah anak-anak ekspatriat dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di SabahRata-rata mereka berasal dari Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.Ditemui di Hotel Sahid, Jakarta, akhir pekan lalu, Mingkus cerita, guna mempermudah proses belajar mengajar, siswa dibagi dalam dua kategori, yakni yang memang lahir dan besar di sana, dan belum pernah tahu IndonesiaYang kedua, anak yang pernah sekolah di Indonesia sampai kelas 1 - 2 SD, yang kemudian putus sekolah karena pindah dibawa orang tuanya ke Sabah.
Sebenarnya, lanjut Mingkus, mereka rencananya akan diberangkatkan ke Sabah pada September 2008Akan tetapi dengan adanya kendala adminsitrasi dan perizinan, akhirnya dikirim 6 orang guru termasuk dirinya pada Februari 2009Sekolah itu sebenarnya sudah ada sejak Desember 2008“Jadi, selama 2 bulan sekolah berjalan tanpa ada guruHanya satu Kepala Sekolah dengan 3 orang tenaga administrasi,” imbuhnya.
Lantas keluar instruksi dari pusat agar melakukan program percepatan pendidikan atau semester pendekSekolah yang dimulainya Desember 2008, tetap harus menuntaskan proses belajar mengajar sesuai dengan kalender akademik, yakni bulan Juli 2009“Wah, itu menjadi suatu tantangan bagi kami sebagai tenaga pendidik di sanaBagaimana tidak, anak-anak dari mulai usia kelas 1 – 4 SD sebagian besar belum pernah mengikuti pendidikan di sekolah,” terang Mingkus.
Tantangan lain yang dirasa berat, kemampuan siswa dalam membaca, menulis dan berhitung (calistung) masih sangat rendah.“Mereka hampir bisa dikatakan tidak mengerti bahasa IndonesiaSehingga kami kesulitan dalam proses pembelajaran di kelas,” ujarnya.
Hambatan lain, para orang tua siswa sibuk bekerja, sehingga anaka-anak kurang mendapatkan perhatian orang tua“Hasilnya, ini sangat berpengaruh pada cara atau kerangka logika berpikir mereka mengalami hambatan,” tuturnyaAnak-anak kelas 5 SD banyak yang belum pandai membaca meskipun sudah mengenai huruf.Para guru benar-benar dituntut untuk berimprovisasi
“Mereka memang sudah ada yang mengenal huruf, tetapi dengan gaya atau karakter pendidikan kurikulum Malaysia, dan dengan aksen atau pelafalan bahasa InggrisMisalnya, membaca huruf A, B, C, D, dilafalkan dengan Ei, Bi, Si, Di dan seterusnyaIni yang berkali-kali harus kami terapkan kepada anak-anak agar mengucapkan degan gaya Indonesia,” paparnya.
Lantas bagaimana mengenalkan negara Indonesia kepada anak-anak yang belum pernah tahu Indonesia meskipun berstatus WNI? Setiap guru menggunakan cara atau metodelogi yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan kelebihan-kelebihan para guru masing-masing“Seperti Pak Yudo ini, sebenarnya guru Matematika, tapi kan hobi dalam seni musikMelalui pendekatan musik, akhirnya mereka senang latihan musik sembari mengenalkan negara Indonesia,” kata Mingkus,
Namun ironisnya, anak-anak WNI tersebut tidak tahu atau tidak hafap sama sekali lagu kebangsaan Indonesia, ‘Indonesia Raya’“Sedih juga melihat anak-anak Indonesia tetapi justru tidak hafal bahkan tidak mengenal lagu ‘Indonesia Raya’Mereka tahunya lagu kebangsaan Malaysia, ‘Negaraku’Lagu kebangsaan itulah, yang juga menjadi tantangan kamiAwal-awal sulit, repot sekali,” cetusnya.
Nah, akhirnya SIKK pun mewajibkan anak-anak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap pagi sebelum proses belajar pengajar dimulaiBahkan untuk Upacara Bendera sendiri, lanjut Mingkus, sudah 2 tahun ini dilakukan seminggu sekali di lingkungan sekolah yang tentunya diajarkan bagaimana cara menaikkan bendera kebangsaan kita sebagai bangsa Indonesia, namun tetap menghormati aturan – aturan yang berlaku di MalaysiaSelain itu, anak-anak juga diwajibkan mengenakan pakaian seragam sesuai dengan ketetapan di IndonesiaSiswa SD mengenakan seragam putih merah, sedangkan siswa SMP mengenakan seragam putih biru yang diperoleh secara gratis termasuk buku-buku pelajaran.
Hingga saat ini SIKK belum menempati gedung sekolah sendiri karena belum selesai dibangunSehingga, masih mengontrak di pusat pertokoanTotal murid SD dan SMP di SIKK mencapai lebih kurang 400 orangUntuk pendidikannya sendiri, juga murni menggunakan kurikulum Indonesia“Alhamdulillah kami juga sudah 2 kali mengikuti Ujian Nasional (UN) sesuai dengan kebijakan di IndonesiaPada tahun 2010, ada 5 orang murid yang tidak lulus, tetapi untuk tahun 2011 ini, lulus 100 persen,” sebutnya.
Apakah bisa anak-anak yang tidak bisa calistung mengerjakan soal Ujian Nasional dengan standar kurikulum Indonesia? Mingkus menjelaskan, proses pembelajaran dilakukan seperti biasa, tetapi ada tambahan pelajaran pada hari lain, yakni bersifat kursus private/pengayaan khusus diikuti murid kelas 6 menghadapi ujian“Sekolah normal Senin - Jumat, dan Sabtunya itu digunakan untuk tambahan/ekstra kurikulerUntuk anak kelas 6, mempercepat belajar calistung materi-materi pembalajaranSaat ini hanya ada beberapa siswa kelas 6 yang belum pandaiNamun sebagian besarnya sudah bisa mengikuti kurikulum Indonesia,” terangnya.
Pria yang sebelumnya mengajar di SMAN 7 Cirebon sejak tahun 1995 -2009 tersebut mengatakan, pendidikan Malaysia juga tidak mengenal sekolah terbukaMaka pemerintah Indonesia pun akhirnya mendirikan Learning Center (LC) atau setingkat SMP yang merupakan SMP terbuka“Di Malaysia hanya mengenal pendidikan kebangsaan dan pendidikan asingOleh karena itu, improvisasi kami agar Malaysia memahami dan memberi izin, akhirnya apa yang menjadi istilah LC sesuai dengan aturan Malaysia,” terangnya.
Mingkus, guru bersertifikasi guru kelas pendidikan dasar dan juga mengajarkan mata pelajaran Agama tersebut mengungkapkan, saat ini sudah ada 7 LC dan dipastikan pada tanggal 21 Agustus 2011 mendatang, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) akan meresmikan kembali 6 LC, sehingga total LC nantinya mencapai 13 LC.
“Kami posisi guru yang SIKK tugasnya membina dan membantu memberikan pengawasanJadi, kami di sini mengajar 7 hari fullKami ada 6 ruang kelas, tapi ada 14 rombelSehingga kami harus membagi waktuShift pertama : 07.00 - 10.30, Shift kedua : 10.40 - 16.25Jadi kalau kami mengajar, dari pagi sampai sore,” paparnya.
Diceritakan Mingkus,pada Jumat, Sabtu dan Minggu dirinya bersama-sama dengan rekannya harus pergi ke LC yang jaraknya 120 km dari tempat tinggalnya di wilayah Bandar Raya“Jadi kayak Cirebon - BandungAda juga yang lebih jauh, 300 km, di TawaoHarus ditempuh dengan waktu 9 jam,” ujar Mingkus yang juga menyebutkan, total guru di SIKK ada seanyak 21 guru yang berstatus PNS.
Dalam menjalani tugas mengajar di Sabah ini, Mingkus tidak membawa istri dan kedua anaknyaMengingat anak-anaknya sudah menginjak bangku perguruan tinggiMenurutnya, jika anak-anaknya dibawa ke Sabah, dikhawatirkan tidak bisa kualiah, karena tidak ada universitas“Kalaupun ada di Kuala Lumpur , tetapi tentunya biayanya cukup mahalMaka dari itu, lebih baik saya saja yang di Sabah, dan pulang 6 bulan sekali,” ujarnya.
Lain dengan Mingkus, Yudotomo Budi atau lebih akrab disapa Yudo tersebut terpaksa harus membawa istri dan anak-anaknya yang masih duduk di bangku SD dan SMP“Anak-anak lebih baik saya bawa,karena lagipula bisa ikut sekolah juga di SIKK,” ujar Yudo.
Yudo yang sebelumnya mengajar di SMPN 2 Karang Luas , Purwokerto ini mengungkapkan, dia dan juga ke enam rekannya termasuk Mingkus dikontrak selama 3 tahun untuk mengajar di SIKK dan kontrak akan berakhir pada 31 Januari 2012mengenai perpanjangan kontrak itu, akan ditentukan oleh tim penilai dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sabah“Kami sduah mengajukan surat permohonan perpanjangan kontrakNamun sekarang kami hanya menunggu jawaban saja,” paparnya.
Mingkus yang selama di Sabah juga mengajarkan anak-anaknya mengaji di rumahnya setiap malam tersebut juga mengungkapkan, sangat tidak menyangka jika dia dan rekannya Yudo dinobatkan sebagai Guru Berdedikasi di Daerah Khusus“Mungkin ini berkah di bulan RamadhanSaya kaget sekali ketika dipanggil Kepala Sekolah untuk terbang ke Jakarta karena dinobatkan sebagai salah satu Guru Berdedikasi di Daerah KhususSaya sungguh tidak menyangka bisa mendapat penghargaan ini,” ungkap Mingkus.
Mingkus dan Yudo mengaku sudah mulai nyaman dan betah tinggal di daerah perbatasan tersebut meskipun harus menghadapi kondisi jarak yang cukup jauh ke lokasi tempat mereka mengajar.
Mingkus sempat membocorkan, penghasilan yang diperoleh dirinya dan rekan-rekannya saat ini mencapai Rp 15 juta per bulanBesaran pendapatan tersebut sudah termasuk biaya uang sewa rumah dan transportMeskipun begitu, dirinya masih bisa menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung.
“Penghasilan yang kami peroleh, lumayan lahSesuai atau tidak, itu relatif gaya hidup kita sendiriNamun, memang tingkat kemahalan di Malaysia itu 300 persen lebih tinggi daripada Indonesia"Pada tahun pertama yakni tahun 2009, kami diberi Rp 10 juta per bulan di potong pajak, menjadi Rp 8,5 juta per bulanItu Alhamdulillah cukupTahun 2010 dan 2011 ini kami dapat tunjangan khusus sehingga penghasilan kami mencapai Rp 15 juta pe bulanUntuk keperluan hidup kami cukupAda sedikit saving,” serunya.***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saya dan Keluarga Menyadari Pekerjaan di KPK
Redaktur : Tim Redaksi