jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perubahan syarat usia minimum calon kepala daerah yang dihitung saat pelantikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 PKPU Nomor 8 Tahun 2004 berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
Syarat minimal usia tetap dihitung saat penetapan calon oleh KPU.
BACA JUGA: MK Bukan Lembaga Banding Terhadap Putusan MA Terkait Batas Usia Cagub/Cawagub
Tafsir itu tertuang dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 atas uji materi yang diajukan dua orang mahasiswa, yaitu Fahrur Rozi dari UIN Syarif Hidayatullah dan Anthony Lee dari Podomoro University.
MK menolak permohonan keduanya karena norma syarat usia calon dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dinilai sudah jelas.
BACA JUGA: PDIP Tegas, Tolak RUU Pilkada yang Bertentangan dengan Putusan MK Dibawa ke Rapat Paripurna
Putusan tersebut sekaligus memupuskan jalan putra bungsu Presiden Joko Widodo yang juga Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, untuk maju sebagai bakal calon gubernur maupun wakil gubernur.
Pasalnya, saat penetapan pasangan calon, yakni 22 September mendatang, usia Kaesang belum genap 30 tahun.
BACA JUGA: Tuding Pemerintah & DPR Tak Hormati Putusan MK, Chandra Sentil Kaesang, Ada Kata Memalukan
Sementara dalam UU Pilkada menggariskan batas usia minimum seorang calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun.
Sedangkan, untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota, batas usia minimunya 25 tahun. Hakim konstitusi Saldi Isra menegaskan, batas usia itu dihitung saat penetapan pasangan calon.
Putusan MK tersebut jelas bertentangan dengan putusan TUN Jakarta sebelumnya yang diketok pada 29 Mei 2024.
Dalam putusannya, MA mengubah cara penghitungan syarat minimal usia calon yang semula dihitung sejak penetapan pasangan calon menjadi sejaj pelantikan pasangan calon terpilih.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Hukum dan Konstitusi (LKSHK) Ubaidillah Karim menyoroti tajam putusan MK tersebut.
Ubaidillah menyayangkan putusan MK yang seolah melawan putusan sebelumnya yang diketok MA. "Terkesan MK ini melawan putusan TUN secara terbuka," kata Ubaidillah, kepada wartawan, Selasa (20/8).
Ubaidillah menangkap adanya nuansa politis yang kuat di balik putusan MK tersebut, seperti upaya menjegal Kaesang Pangarep. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif