jpnn.com - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan ikut menyuarakan peringatan darurat setelah mencermati manuver DPR bersama pemerintah buru-buru membahas RUU Pilkada setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
"Peringatan darurat!. Pemerintah dan DPR secara vulgar, tanpa rasa malu mempertontonkan di hadapan publik ketidaktaatan dan menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi," ujar Chandra melalui pesan singkat, Rabu (21/8).
BACA JUGA: Kacaukan Strategi KIM Plus, Putusan MK Bisa Dianulir dengan Perppu?
Diketahui, putusan MK nomor 60 berisikan tentang syarat partai untuk bisa mengusung kandidat di Pilkada, sedangkan nomor 70 soal batas usia minimal calon kepala daerah.
Putusan MK nomor 60 itu membuka peluang Anies Baswedan maju jadi calon Gubernur DKI Jakarta, meski cuma diusung satu partai, contohnya PDIP.
BACA JUGA: PDIP seperti Dapat Durian Runtuh, Pendukung Anies Berpesta
Lalu, nomor 70 membuat peluang anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, gagal maju ke Pilkada 2024 karena faktor usia yang belum genap 30 tahun saat penetapan calon, bukan ketika pelantikan.
"Pemerintah dan DPR tidak mengambil sikap yang sama seperti mereka hari ini atas Putusan Mahkamah Konstitusi terkait peluang Gibran ikut dalam kontestasi Pilpres," kata Chandra.
BACA JUGA: Viral Gambar Garuda Peringatan Darurat di Media Sosial, Ada Apa?
Dia mengatakan bahwa pada waktu Putusan MK yang memberikan peluang kepada Gibran untuk ikut pilpres, pemerintah dan DPR menyatakan “hormati Putusan Mahkamah Konstitusi”.
Namun, polah pemerintah dan DPR berbanding terbalik ketika MK mengeluarkan putusan bernomor 60 dan 70.
"Pada saat Mahkamah Konstitusi memberikan Putusan No.60 dan No. 70 dianggap membuyarkan rencana KIM Plus, seperti pencalonan Kaesang terganjal dengan Putusan MK No.70, Pemerintah dan DPR bergerak cepat mengubahnya. Sungguh memalukan," tutur Chandra.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang Putusan Uji Materiil Perppu Pilkada, Selasa (20/8).
MK menyatakan bahwa partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Berdasarkan amar putusan MK, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta jiwa) sampai dengan 6.000.000 (enam juta jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
Namun, Baleg DPR menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.
Hal itu diatur dalam daftar inventaris masalah (DIM) Pasal 40 UU Pilkada. Panja pun sepakat dengan usulan tersebut.(fat/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Abaikan Putusan MK terkait Pilkada, Jokowi: Itu Biasa
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam