Putusan MK Soal UU Ciptaker Inkonstitusional Bukti Pemerintah Berlaku Buruk

Jumat, 26 November 2021 – 16:24 WIB
Putusan Mahkamah Konstitusi soal UU Ciptaker. Ilustrasi Foto: Aristo Setiawan/dok.JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) membuktikan proses pembuatan aturan itu berjalan buruk.

Para hakim agung pun memiliki opini yang berbeda-beda mengenai Undang-undang itu.

BACA JUGA: MK Ketok UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Bang Saleh Bilang Begini

"Putusan ini tidak bulat karena ada empat hakim yang berpendapat berbeda, yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Manahan M.P. Sitompul, dan Daniel Yusmic P Foekh," kata Bivitri dalam keterangannya, Jumat (26/11).

Dia menerangkan putusan itu patut diapresiasi karena MK mengkonfirmasi buruknya proses perumusan UU Cipta Kerja ini.

BACA JUGA: Manto Hanya Terdiam Sambil Memeluk Jasad Anaknya

Bila tidak ada putusan MK tersebut, praktik buruk ini bisa mendapat legitimasi sehingga mungkin akan terus berulang.

"Namun demikian, bila dilihat dari amar putusan dan adanya empat dari sembilan hakim yang berpendapat berbeda, putusan ini memang seperti jalan tengah."

BACA JUGA: Detik-Detik Pejabat Barito Utara dan Istri Tewas Terseret Banjir, Innalillahi

"Dan jalan tengah ini sesungguhnya menimbulkan kebingungan karena putusan itu mengatakan bahwa sebuah proses legislasi inkonstitusional, artinya sebenarnya sebuah produk yang dihasilkan dari proses inkonstitusional ini juga inkonstitusional sehingga tidak berlaku," kata dia.

Meski demikian, Bivitri memandang putusan itu membedakan antara proses dan hasil.

Menurut dia, yang dinyatakan inkonstitusional hanya prosesnya, tetapi UU-nya tetap konstitusional dan berlaku.

Di sisi lain, kata dia, adanya putusan yang mengabulkan permohonan uji formal merupakan pertama dalam sejarah. Bivitri menyatakan tidak mungkin MK bisa menolak lagi permohonan uji formal ini.

Sebab memang segala cacat formal yang didalilkan para pemohon cukup sederhana untuk dibuktikan di persidangan karena bahkan cukup kasat mata bagi publik, seperti tidak adanya naskah akhir sebelum persetujuan.

"Namun, di sisi lain bila melihat rekam jejak MK, kami juga bisa melihat bagaimana MK selalu melakukan pertimbangan politik, tidak hanya hukum."

"Oleh karena itu, jalan keluarnya adalah conditionally unconstitutional atau putusan inkonstitusional bersyarat selama 2 tahun," jelas dia.

Wakil Ketua Bidang Akademik dan Penelitian di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu juga menyatakan sebenarnya putusan ini bukan sebuah kemenangan bagi pemohon karena UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai 2 tahun lagi.

Yang masih bisa sedikit melegakan adalah karena tidak boleh lagi ada peraturan pelaksana, seperti PP dan Perpres yang diperintahkan secara eksplisit untuk dibuat dalam dua tahun ini.

Terlepas dari itu, tambah dia, uji materiel yang masih berlangsung tetap harus dipantau untuk melihat norma-norma yang mungkin dinyatakan inkonstitusional ataupun ditafsirkan oleh MK sehingga juga akan menyumbang pada pembahasan selama dua tahun ini.

"DPR dan pemerintah wajib mempelajari baik-baik pertimbangan MK untuk memperbaiki proses legislasi dalam memperbaiki UU Cipta kerja seperti yang diperintahkan oleh MK, sehingga semua asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik harus dipenuhi secara substantif. Dua tahun bukan waktu yang sedikit untuk memulai kembali proses legislasi ini," kata dia.

Kemudian, Bivitri juga mengajak semua pihak mengawasi pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

"Dan tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja," pungkas dia. (tan/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berita Duka, Darson Tewas Terlindas Truk Sawit, Mengerikan!


Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler