Putusan MK Tunjukkan Kemerosotan Independensi Hakim Konstitusi

Selasa, 17 Oktober 2023 – 21:33 WIB
Para hakim Mahkamah Konstitusi sedang memimpin sidang di Gedung MK, Jakarta. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah menunjukkan kemunduran demokrasi.

"Putusan itu bukan saja menunjukkan kemunduran demokrasi, tetapi juga kemerosotan independensi hakim konstitusi," kata Yance kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/10).

BACA JUGA: Tanggapi Putusan Uji Materi Soal Syarat Capres-Cawapres, Agus Widjajanto: MK Tidak Konsisten

Dia mengatakan bagaimana mungkin suatu perkara yang salah satu hakimnya memiliki kerabat dan kepentingan langsung terhadap perkara, ikut memutuskan perkara tersebut.

Hakim yang Yance maksud adalah Anwar Usman, paman dari Gibran Rakabuming, sosok yang disebut diuntungkan dengan putusan MK tersebut.

BACA JUGA: FMD: Masyarakat Kena Prank MK Terkait Putusan Soal Syarat Capres

Dia menilai tindakan itu sebagai sebuah pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, Prinsip Kedua Angka 5 huruf b Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Yance berharap secepatnya segera dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik tersebut.

BACA JUGA: Pakar Hukum Tata Negara: Kelihatan Betul Putusan MK Lahir dari Cawe-Cawe Politik

Nantinya, apabila terbukti, maka hakim Anwar Usman bisa dinyatakan bersalah dan dibergentikan tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi.

Sementara pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai keputusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, hanya untuk kepentingan penguasa.

"Jadi, ya, kelihatannya memang ini desain terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dari kelompok tertentu untuk menggunakan Mahkamah Konstitusi melegalkan Gibran sebagai bakal cawapres," kata Ujang.

Menurut Ujang, keputusan tersebut menunjukkan bahwa hakim MK tidak bersikap seperti negarawan karena keputusan yang diambil hanya untuk kepentingan keluarga Presiden Joko Widodo dalam meloloskan putra sulungnya, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal cawapres.

Dia menilai hakim-hakim konstitusi seharusnya bisa mengedepankan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara; bukan malah mengakomodasi peluang putra presiden maju di Pilpres 2024. (cuy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nusron Golkar Sebut Putusan MK Bukan untuk Gibran, tetapi buat Anak Muda Berprestasi


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler