Quo Vadis Investasi 2024

Oleh Said Abdullah - Ketua Badan Anggaran DPR RI sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan

Kamis, 25 Januari 2024 – 16:11 WIB
Politikus PDI Perjuangan yang juga Ketua Badan Anggaran DPR RI MH Said Abdullah. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Kita tahu semua, tahun 2024 adalah tahun politik di tengah demokrasi kita yang malah surut mundur.

Kondisi ini membuat para investor memiliki banyak analisis sebelum mereka melakukan investasi.

BACA JUGA: Ekspedisi Perubahan Dapat Masukan soal Investasi Padat Karya & Teknologi Pertanian di Cilacap

Dan, sudah barang tentu, mereka menghitung seluruh risiko risikonya.

Kita akan melaksanakan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (Pilpres) bulan depan.

BACA JUGA: Anies Sebut Pendanaan Film Nasional Harus Jadi Bagian dari Investasi Negara

Berdasarkan pada peta politik yang ada, besar kemungkinan pilpres akan berlangsung dua putaran dan besar kemungkinan juga akan bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) jika melihat kecenderungan tahapan pemilu yang tidak jurdil.

Keadaan ini tentu berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha karena dinamika politik yang cenderung labil.

BACA JUGA: Bantah Gibran, Said Abdullah Tegaskan tidak Ada Swasembada Beras di Masa Jokowi

Oleh karean itu, diperkirakan investor akan menunggu, setidaknya setahun setelah pilpres.

Artinya baru tahun 2025 mereka melihat perkembangan konsolidasi kekuasaan di pemerintahan dan DPR.

Sepanjang konsolidasi kekuasaan hasil pemilu 2024 belum terjadi, para investor akan lebih menahan diri.

Dari konsolidasi di pemerintahan itulah, pemerintah yang terpilih baru bisa menyusun kebijakan untuk meyakinkan investor.

Jadi, kalau target investasi pada tahun 2024 lebih tinggi dari tahun 2023, dari Rp 1.400 triliun menjadi Rp 1.617 triliun saya kira tidak mudah dicapai oleh pemerintah karena pertimbangan politik dalam negeri di atas.

Selain itu kondisi global dengan ketegangan global di Timur Tengah yang makin meluas, perang Rusia dan Ukraina belum berakhir serta ketegangan Tiongkok dan Amerika Serikat di Asia Timur juga akan menahan arus modal masuk ke Indonesia.

Dengan demikian, investor global akan lebih memilih di negara-negara konservatif, dengan kondisi ekonominya yang sudah stabil.

Kebijakan suku bunga tinggi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat yang belum segera berakhir pastinya masih akan menyedot dolar Amerika Serikat bertahan di kampungnya.

Jadi, wajar kalau Bank Dunia membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari target APBN 2024.

Bank dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 4,9 persen, sementara asumsi makro di APBN 2024 sebesar 5,2 persen.

Saya kira investasi pada sektor pangan dan energi hijau menjanjikan imbal hasil yang baik.

Apalagi kedua sektor itu didukung penuh oleh kebijakan, seperti insentif perpajakan, bea masuk, dan kemudahan kemudahan lainnya seperti perizinan.

Saya kira siapapun yang nanti terpilih meneruskan pemerintahan berikutnya, baik dari 01, 02, dan 03, dua sektor itu niscaya akan diperkuat sebagai fokus kebijakan kedepan.

Akhirnya saya pikir berat dan berat target  investasi di tahun politik ini.(***)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler