jpnn.com - JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk M. Prasetyo sebagai pejabat Jaksa Agung pada Kamis 23 November lalu. Namun, penunjukan politisi Partai NasDem itu sebagai orang nomor satu di Korps Adhyaksa masih menuai pro dan kontra.
Pertanyaan yang muncul, mampukah Jaksa Agung bertindak independen dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum dengan latar belakang politiknya? Menurut pengamat politik dari LIMA, Ray Rangkuti, keputusan Jokowi menunjuk Prasetyo bukan semata-mata kewenangan memilih orang, namun juga merupakan hasil kompromi.
BACA JUGA: Anggap DPR Makan Gaji Buta Minus Kinerja
"Meski merupakan mutlak hak presiden tapi bukan berarti semena-mena dalam memilih orang. Harus ada kompromi dulu," ujar Ray dalam diskusi bertema 'Jokowi Ikut Parpol, Apa Nasib Gerakan Anti Mafia dan Korupsi' yang digelar di Jakarta, Minggu (23/11).
Menurutnya, pemilihan Jaksa Agung sangat jauh dari harapan publik lantaran terkesan diam-diam dan tidak transparan. Meski pernah menjadi Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Prasetyo tidak pernah terdengar kiprahnya, apalagi prestasi menonjol.
BACA JUGA: Pengamat Anggap Jokowi Utamakan Kepentingan Parpol
Karena itu, kemampuan Prasetyo dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang masih menjadi utang Kejaksaan Agung patut diragukan. "Berani tidak menghadapi kasus BLBI, kasus Munir, atau kasus Semanggi. Bahkan, untuk menyelesaikan masalah di internal kejaksaan pun saya tidak terlalu yakin," beber Ray.
Ray menilai penunjukan Prasetyo sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi telah cacat. Pasalnya, tidak ada unsur transparansi dan terkesan dipengaruhi partai politik pengusung Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu. "Seharusnya ada unsur transparasi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam menunjuk seorang pejabat," tegasnya.(rmo/jpnn)
BACA JUGA: Sarankan Jokowi Tunjuk Jubir Handal agar Tak Asal Bicara
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD Pertemukan Honorer K2 dengan Menteri Yuddy
Redaktur : Tim Redaksi