Rahmat Shah, Dengan Kocek Sendiri Bikin Museum Satwa Liar Terbesar di Asia

Tiap Bulan Nombok Puluhan Juta Rupiah

Rabu, 23 Maret 2011 – 08:08 WIB
Rahmat Syah dan koleksi satwanya. Foto : Dokumen Pribadi

Saking cintanya kepada dunia binatang, Rahmat Shah rela mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah untuk membangun museum dan galeri satwa liarKoleksinya pun berasal dari berbagai penjuru dunia

BACA JUGA: Angelique Marcia, Ibu Tiga Anak yang Rela jadi Juru Kunci Terumbu Karang

Hanya karena cinta dunia satwa"
 
======================
  DIAN WAHYUDI, Jakarta
======================
 
SIANG itu sejumlah pengunjung, di antaranya anak-anak, sedang sibuk memotret seekor leopard (salah satu hewan khas Benua Afrika dengan kulit seperti macan tutul) yang bertengger di sebuah batang pohon

 
Leopard itu diletakkan sekandang dengan empat temannya: gajah, banteng hutan, badak, dan singa

BACA JUGA: Haul ke-16 Nike Ardilla di Imbanagara, Ciamis

Lima satwa tersebut didatangkan dari Benua Afrika

 
Itulah koleksi di Rahmat International Wildlife Museum & Gallery

BACA JUGA: Pernikahan Krisdayanti-Raul Lemos, setelah Hubungan yang Kontroversial Itu

Berada di jantung Kota Medan, tepatnya di Jalan SParman, museum dan galeri satwa liar tersebut didirikan sejak 1999Hingga saat ini, di museum yang didirikan di atas lahan sekitar 3.000 meter persegi tersebut sudah tersimpan lebih dari seribu spesies
 
Jawa Pos yang berkunjung ke tempat itu pekan lalu berkesempatan menelusuri bagian per bagian koleksi museumJika dilakukan tanpa terburu-buru, wisata satwa awetan itu membutuhkan waktu 1,5 jam sampai 2 jam untuk bisa mengunjungi setiap bagian museum
 
Termasuk salah satu sudut museum yang diberi title Night SafariDi sana dihadirkan suasana kehidupan satwa liar saat malamYang memberikan kesan spesial, ruangan seluas sekitar 100 meter persegi tersebut dilengkapi tata suara dan cahaya yang sangat mendukungBenar-benar mirip suasana hutan saat malam yang mencekam.
 
Membangun museum dan galeri yang masih menjadi satu-satunya di Asia itu, seperti yang bisa dinikmati sekarang, tentu tidak dengan simsalabimRahmat harus rela menjual kebunnya di Padang demi merealisasikan cita-cita yang sudah dipendam cukup lama itu
 
Ayah Raline Rahmat Shah, Putri Indonesia Favorit 2008, tersebut enggan menyebutkan pasti dana yang telah dikeluarkan untuk membangun Rahmat International Wildlife Museum & Gallery ituPengusaha yang juga anggota DPD dari Sumut tersebut hanya mengungkapkan, kalau ditotal, setidaknya dana yang dibutuhkan mencapai miliaran rupiah
 
"Saat nekat membangun, saya hanya berpikir bagaimana melakukan konservasi satwa sekaligus bisa memberikan wahana wisata murah dengan nilai pendidikan bagi masyarakat," ungkap RahmatAngka sebesar itu adalah wajar karena pengawetan satwa-satwa tersebut terbilang rumitBiaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit.
 
Sebagian besar proses pengawetan koleksi satwa yang dimiliki Rahmat dilakukan di Afrika Selatan atau KanadaBiayanya Rp 3 juta hingga mencapai puluhan jutaBergantung volume serta tingkat kerumitannyaAngka tersebut, tentu saja, belum termasuk biaya pengiriman
 
Bukan hanya dana pembangunan yang relatif mahal, biaya operasional yang harus dikeluarkan per bulan juga lumayan besarPengeluaran untuk listrik saja sudah mencapai jutaan rupiah per bulanMaklum, karena berada di dalam ruangan, puluhan bahkan ratusan AC (pendingin udara) harus terus menyala 24 jam setiap hari.
 
Belum lagi, Rahmat masih harus memberikan gaji untuk 25 karyawan yang khusus dipekerjakan di museum dan galeri tersebut"Ya masih nombokBisa sampai puluhan juta lah tiap bulan," ujar pria 60 tahun tersebut
 
Museum itu cukup ramai dikunjungi, terutama rombongan anak sekolah dan turis asing saat Sabtu dan MingguTiket masuk ke museum dan galeri tersebut relatif terjangkauBiaya yang harus dikeluarkan pengunjung dewasa adalah Rp 35 ribu, sedangkan untuk anak-anak Rp 25 ribu"Saya tidak cari untung di siniKalau cari untung, tentu yang saya bangun mal," ujar Rahmat lantas tertawa.
 
Lantas, dari mana satwa-satwa tersebut dikumpulkan" Sekitar 25 persen koleksi merupakan satwa hasil buruan Rahmat di luar negeriTentu saja melalui jalur legal"Sisanya dari pemberian teman atau satwa yang mati dari kebun binatang," jelasnya
 
Di luar negeri, izin perburuan dilakukan terhadap spesies yang over-populationItu pun untuk binatang yang sudah tua"Tujuan saya murni konservasiKalau, misalnya, ada hal buruk yang membuat ada spesies yang akhirnya punah, generasi mendatang tetap bisa melihat dan mempelajarinya, meski dalam bentuk awetan," ungkapnya.
 
Atas upayanya melakukan konservasi satwa tersebut, Rahmat telah tercatat sebagai putra pertama Indonesia yang menerima International Conservation AwardPenghargaan itu diberikan lembaga internasional yang konsen terhadap kelangsungan satwa, Association of Zoo & Aquariums (AZA)
 
Kecintaan Rahmat terhadap binatang sebenarnya tampak sejak kecilLahir dari keluarga sederhana pasangan Hafiz HGulrang Shah (asal Pakistan) dan Syarifah Sobat (Medan), anak keenam di antara enam belas bersaudara itu sudah menunjukkan perbedaan dibanding saudara-saudaranya.
 
Tumbuh di sebuah desa di pinggir hutan dekat kota kecil Perdagangan, Simalungun, kesenangan Rahmat terhadap hewan langka dan berbisa telah tampakPernah suatu hari Rahmat kecil mendapat seekor kelabang besar yang tentu juga sangat berbisaWarnanya merah tua
 
Tidak hanya diajak bermain bersama, kelabang berbisa itu juga sempat dibawa ke mana-manaRahmat hanya memasukkannya di saku bajunyaTapi, karena ketahuan salah seorang pembantunya yang takut, kelabang tersebut lantas dibunuh"Saya menangis sejadi-jadinyaBerhari-hari saya masih sedih campur marah karena merasa kelabang itu hanyalah binatang lemah yang seharusnya tidak boleh dibunuh," kenangnya lantas terenyum.
 
Kecintaannya terhadap binatang itu tetap terpelihara hingga saat iniTidak hanya mendirikan museum, Rahmat juga memutuskan untuk mengambil alih pengelolaan Kebun Binatang Siantar yang sebelumnya dikelola pemerintah daerah setempat sejak 1 September 1996"Alhamdulillah, dari sebelumnya terjelek, kini sudah menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia," tegasnya.
 
Tidak hanya itu, di rumahnya di Medan, Rahmat punya kebiasaan unikSetiap pagi, pohon-pohon di kompleks rumahnya seluas sekitar 2,5 hektare itu selalu ditempeli buah-buahanMulai pepaya hingga pisang
 
Buah-buahan tersebut setidaknya dipasang di 50 titik pohonTak ayal, ribuan burung liar pun tiap pagi mampir"Ternyata, memang bukan hanya kita-kita ini yang suka makan gratis, burung pun ternyata juga suka," imbuhnya latas terkekeh(c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Okky Madasari, Melawan Korupsi dengan Sastra


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler