jpnn.com - jpnn.com - Rumah murah identik dengan kualitas apa adanya. Tapi tidak begitu bagi Kan Eddy. Menurutnya harus ada keberpihakan dari pengusaha agar mampu menghasilkan rumah murah yang berkualitas. Itu yang tengah dia rintis saat ini. Bagaimana suka dukanya?
Eddy masih ingat betul kunjungannya ke Batam 10 tahun lalu. Ketika itu dia diajak oleh saudaranya meninjau proyek perumahan murah bagi orang tak mampu. Bukannya senang, Eddy justru miris. Pada sang kakak dia banyak bertanya berbagai hal. Salah satunya adalah ”Kenapa kualitasnya jelek sekali? Ini memiskinkan orang miskin,” katanya.
BACA JUGA: Harga Rumah Makin Menggila, Gerindra Salahkan Jokowi
Kala itu Eddy tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. ”Lantas buat apa bikin rumah murah kalau hanya makin menyusahkan. Dengan kualitas apa adanya, lihat saja tidak sampai setahun rumah itu rusak dan harus direnovasi yang tentunya butuh biaya tidak sedikit,” paparnya sengit.
Berangkat dari hal itu lah Eddy kemudian bercita-cita ingin membuat rumah murah yang tidak murahan. Dia ingin, masyarakat kelas menengah bawah tetap hidup layak.
BACA JUGA: Hampir Setengah Warga Jakarta Tak Punya Rumah Sendiri
Sepulang dari Batam pikirannya terus bercabang. Di satu sisi ingin terus mengembangkan bisnis yang dia lakoni di bidang kayu dan pertambangan. Namun di sisi lain, nuraninya terpanggil untuk bisa berkontribusi bagi masyarakat luas.
Setelah banyak berkonsultasi, Eddy akhirnya mantap menyisihkan waktu untuk memulai proyek perumahan. Tidak mudah memang. Apalagi, sebelumnya pria kelahiran Kabanjahe Sumatera Utara itu tidak memiliki background di bidang properti.
BACA JUGA: Kredit Rumah Tanpa DP untuk Warga Pemukiman Kumuh
Tapi dengan niat baik dan dukungan banyak pihak, Eddy yakin berhasil. Tak heran jika kemudian Eddy langsung menginvestasikan kekayaannya pada proyek ini. Bukan, bukan mencari lahan terlebih dahulu seperti yang jamak dilakukan pengusaha properti. Dia justru berinvestasi untuk melakukan riset terkait bahan dan material pada rumah murah.
Tak tanggung-tanggung, untuk pengembangan teknologi dia mendatangkan mesin dari Amerika Serikat dan Jerman. ”Karena saya ingin perumahan yang saya bikin nanti kuat. Nah, satu-satunya bahan yang kuat ya beton. Alat itu untuk memudahkan keinginan saya,” jelas dia.
Butuh waktu lima tahun bagi Eddy untuk sekadar mencari formula yang tepat dan bahan dasar bagi perumahan. Selama masa itu dirinya sampai menghabiskan dana lebih dari Rp 15 miliar. Tak ayal protes dari orang dekat pun mulai bermunculan.
Sang istri misalnya, yang sempat melontarkan pernyataan. ”Orang lain ingin bangun rumah tipe 36 itu hanya butuh lima tukang dan sedikit uang. Ini kita sudah keluar banyak masih belum bisa bangun rumah,” katanya.
Kekesalan sang istri menurutnya tak salah. Sebab selama pengembangan tentu mengganggu kondisi perekonomian keluarga. Tapi untungnya Eddy bermental baja. Dia tak gentar untuk terus melaju mengembangkan apa yang dia anggap benar dan bermanfaat.
Baru setelah lima tahun, pencapaiannya tak sia-sia. Dia berhasil mendapatkan form work yang sesuai. Bahan utama yang dia pakai bernama komposit. Ringan namun sangat kuat. Dari sini, seolah Dewi Fortuna pun seolah berbalik mendukung dirinya. Sebab, tak lama dari mendapatkan pola formasi kerja yang tepat, dia juga mendapat tanah yang cukup terjangkau dengan lokasi strategis di Mojokerto. Proyek perumahan pun siap dibangun.
Tak butuh waktu lama, proyek dikerjakan. Namun alih-alih berjalan sesuai rencana, tantangan dan rintangan silih berganti menerpa. Ada problem di bahan utama. Generasi pertama rumah bermasalah dengan kekuatan tulang penyangga. ”Baru dicor, tembok lainnya pada retak semua,” katanya mengenang.
Lagi-lagi hal tersebut tak mematahkan semangatnya. Setelah melakukan berbagai trial and error, teknologi rumah murahnya akhirnya menemukan formula terbaik yang dia sebut generasi keempat.
Pada generasi terakhir ini dia mendatangkan mesin khusus lagi dari Amerika, yang mampu menghasilkan bahan utama yang pas untuk membuat rumah yang kokoh namun tetap terjangkau. ”Makanya, saya itu tidak membangun rumah, tapi memproduksi rumah. Karena saya tidak membangun satu persatu, tetapi langsung memproduksi banyak sekaligus. Mesin saya bawa ke lokasi pengerjaan,” katanya sembari menyeruput herbal tea.
Dengan form work terbarunya itu, Eddy beserta tim mampu menghasilkan satu unit kerangka rumah hanya dalam tempo 10 jam saja. Hasilnya telah terbukti, perumahan yang dia bangun di Mojokerto bertahan dan memiliki kualitas yang bagus. Tak sama seperti proyek perumahan murah lainnya.
Karena kualitas yang bagus itu, saat dipasarkan 2014 silam, Perumahan Puri Kokoh Mojokerto yang memiliki 168 unit rumah terjual 90 persen dalam waktu satu tahun saja. Harga jualnya pun kini meningkat tajam. Jika saat dipasarkan dulu harganya sekitar Rp 145 juta, kini rumah yang sama dijual dengan harga Rp 249 juta.
Selesai dengan proyek di Mojokerto, Eddy meluas jangkauan rumah murahnya di kawasan Gresik. Dia mendapatkan tanah seluas 50 hektar. Namun yang baru dibebaskan hanya 6,3 hektar. Dengan tanah segitu, Eddy mampu memproduksi lebih dari 500 unit rumah.
Harga jual yang dia tawarkan untuk rumah yang rencananya selesai pada September itu juga sangat terjangkau. Hanya dengan membayar DP 30 juta dan cicilan perbulan tak sampai sejuta, dia yakin rumah itu tepat sasaran kepada kalangan bawah.
Tapi meskipun dipasarkan untuk kelas menengah ke bawah, suami dari Yanny itu mengkonsep perumahannya sesuai dengan tata kelola di luar negeri. Nantinya semua pembeli dilarang untuk membangun bagian depan rumahnya. ”Biar kesannya seperti real estate dan tidak kumuh,” jelas dia.
Begitu juga soal sampah. Dia melarang para pembeli rumahnya untuk meletakkan sampah di luar rumah. Sebab setiap dua hari sekali aka nada tukang sampah yang keliling ke rumah-rumah untuk mengambil sampah. ”Jadi lingkungan bisa sehat.”
Tak heran, dengan program yang dia gagas, perumahan Puri Kokoh Gresik bisa laku keras. Hanya dalam waktu tidak sampai tiga bulan, rumah yang laku sudah lebih dari 230 unit.
Menurut Eddy apa yang dia lakukan adalah untuk menunjukkan keberpihakan. Sebab, kata kunci untuk industri rumah murah itu adalah keberpihakan. Bagaimana bisa berpihak pada kaum miskin, kaum pensiunan, dan kaum yang tidak bankable. ”Karena untungnya pasti tidak sebanyak saat memproduksi rumah konvensional,” jelas Direktur Utama PT Kokoh Anugerah Nusantara.
Setelah Gresik, rencananya Eddy akan melebarkan usaha rumah murahnya ke Jombang, Pasuruan, dan Batu. ”Target saya adalah, pada 2025 mendatang mampu membangun lebih dari 50 ribu unit rumah murah yang kuat. Saya menggaransi kekuatan strukturnya sampai 10 tahun,” kata pria yang hobi bernyanyi itu. (JPNN/pda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Gembira, BTN Bangun Rumah Harga Rp 75 Juta
Redaktur : Tim Redaksi