Raih Hati Rakyat, Militer Mesir Bersiasat

Minggu, 10 Juli 2011 – 15:19 WIB
KAIRO - Program reformasi Mesir amat bergantung pada militerSebagai pemegang kendali pemerintahan transisi, militer punya tanggung jawab besar untuk membangun Mesir baru yang demokratis

BACA JUGA: Najib Razak Diprediksi Tunda Pemotongan Subsidi BBM

Sayangnya, militer bukanlah pihak yang netral
Alhasil, proses transisi Mesir pun tersendat karena terlalu banyak kepentingan di tubuh militer.

"Sebenarnya, saat pemerintah AS mendesak agar militer Mesir mendukung aksi rakyat, mereka gundah

BACA JUGA: Rakyat Frustrasi, Pro-Mubarak Masih Bergigi

Bukan karena harus memilih antara rakyat atau Hosni Mubarak, melainkan memilih antara Mubarak atau kepentingan mereka sendiri," tulis Rabah Ghezali, pengacara Prancis yang juga kolumnis, dalam artikelnya di koran Huffington Post belum lama ini.

Itu sebabnya ketika meminta Mubarak lengser, militer tidak terlalu bersemangat membersihkan orang-orang dari rezim sang diktator
Menurut Ghezali, militer Mesir terlalu lama terikat pada tokoh yang berkuasa selama tiga dekade tersebut

BACA JUGA: Pidato Presiden Yaman Picu Bentrok

Agenda reformasi, termasuk pemilu, termasuk momok yang ditakuti militerPara petinggi militer jelas tak ingin kehilangan aset dan kekuasaan mereka.

Melalui pemilu, yang semula dijadwalkan September itu, rakyat Mesir berhak menentukan masa depan mereka dan negerinyaPeluang militer tetap bertahan di pemerintahan pun sama besar dengan para politisi sipilDalam pemilu nanti, rakyat akan serius menimbang perlu tidaknya peran militer dalam pemerintahan baruJika pemerintahan sipil yang didambakan, militer harus siap terpinggirkan.

"Saat tuntutan sosial memaksa mereka berpihak, militer lantas bersiasatAkhirnya, mereka memilih mengorbankan MubarakDengan demikian, militer masih mendapatkan tempat di hati rakyat," ungkap Ghezali yang keturunan Aljazair tersebut.

Masalahnya sekarang adalah tidak adanya pemimpin riil dalam pemerintahan transisiBahkan, tokoh oposisi yang paling menonjol pun tidak bisa disebut sebagai pemimpin.

Sejak pertama terbentuk, pemerintahan transisi Mesir hanyalah sekumpulan orang yang dipersatukan revolusiMereka hanya punya satu tujuan, yakni perubahanTetapi, mereka tidak punya agenda, apalagi program politik jelasIkhwanul Muslimin dan Partai Nasional Demokrat (NDP), yang sangat kental dengan rezim lama, pun tetap dibiarkan bertahanPadahal, Pengadilan Tinggi Administrasi telah membubarkan NDP.

Belakangan, Ikhwanul Muslimin justru kian populerItu membuat pemerintahan transisi yang dikendalikan militer makin enggan jauh dari orang-orang NDPSebab, hanya parpol warisan Mubarak itulah yang mampu membendung pengaruh Ikhwanul Muslimin di masyarakatGuna menarik simpati rakyat, pemerintahan transisi yang sedikit banyak juga melibatkan para politisi NDP pun mulai menyeriusi langkah hukum terhadap rezim Mubarak.

Selain Mubarak dan dua putranya, Alaa dan Gamal, pengadilan Mesir juga menetapkan tiga mantan menterinya  sebagai tersangkaYakni, mantan Menteri Dalam Negeri (mendagri) Habib el-Adli, mantan Menteri Pariwisata Zuhair Garana, dan mantan Menteri Perumahan Ahmed el-MaghrabiPengadilan juga menarget seorang taipan baja Mesir yang pernah menjabat sekretaris NDP, Ahmed Ezz.

Atas permintaan Mesir, Eropa akhirnya membekukan harta Mubarak dan keluarganya maupun aset Adli dan keluarganyaSelain itu, pemerintahan transisi juga telah memerintahkan pembekuan harta sejumlah politisi lain, seperti mantan Ketua Parlemen Fathi Sorour dan mantan pemimpin Dewan Shura Safwat El SherifPemerintahan transisi malah menerbitkan surat perintah penangkapan untuk keduanya.

Mereka yang terindikasi korupsi, tanpa melanggar HAM atau terlibat dalam karut marut revolusi, pun tak lepas dari sorotan pemerintahan transisiEks Menteri Perdagangan dan Industri Rachid Mohamed Rachid dan pebisnis Hussein Salem, misalnyaPemerintahan transisi menerbitkan surat perintah penangkapan atas mereka karena dugaan korupsiSaat ini, Salem dikabarkan berada di Dubai.

Sejauh ini, baru sidang Mubarak dan Adli yang bergulirPada 24 Mei lalu, Mubarak menjalani sidang terkait keterlibatannya dalam represi militer terhadap warga sipilTermasuk pembantaian dan pembunuhanPada 28 Mei, dia dinyatakan bersalah karena memerintahkan pemadaman internet dan teleponBersama dua putranya, tokoh 83 tahun itu akan kembali menjalani sidang pada 3 Agustus nanti terkait dugaan korupsi(berbagai sumber/hep/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jubir PM Inggris Terlibat Penyadapan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler