Rakyat Frustrasi, Pro-Mubarak Masih Bergigi

Revolusi Belum Selesai, Kembali Turun ke Jalan Tuntut Perubahan

Minggu, 10 Juli 2011 – 02:50 WIB
KAIRO - Perjuangan rakyat untuk mewujudkan transisi demokrasi di Mesir sepertinya belum selesaiItulah yang terjadi pasca revolusi berdarah di Tahrir Square, Kairo, sejak 25 Januari lalu

BACA JUGA: Pidato Presiden Yaman Picu Bentrok

Meski revolusi sukses menggulingkan rezim Hosni Mubarak pada 11 Februari, pemerintahan transisi di bawah dewan militer pimpinan Mohamed Hussein Tantawi harus memulai dari nol lagi untuk membangun Mesir.

Sayangnya, proses transisi yang dijalankan oleh mantan menteri pertahanan (menhan) di era Mubarak itu berjalan terlalu lamban
Rakyat Mesir yang ingin perubahan pun mulai bosan.

Jumat lalu (8/7), puluhan ribu warga kembali turun ke jalan

BACA JUGA: Jubir PM Inggris Terlibat Penyadapan

Mereka memadati lapangan Tahrir Square dan jalan-jalan di Kota Kairo sambil meneriakkan yel-yel demokrasi
Warga yang sudah lelah menantikan perubahan di Negeri Piramida tersebut mulai frustrasi

BACA JUGA: Militer Syria Gencar Razia, Ribuan Warga Mengungsi

Itu sebabnya warga kembali turun ke jalanMereka menganggap unjuk rasa sebagai sarana efektif untuk menuntut janji pemerintahan transisiAksi protes juga terjadi di beberapa kota besar lain di sekitar ibu kota, termasuk Alexandria dan Suez.

Wajar jika rakyat Mesir mengeluhkan proses transisi pascarevolusiPasalnya, tahapan-tahapan penting menuju era baru yang lebih demokratis itu sepertinya hanya jalan di tempatSejak revolusi bergulir sekitar enam bulan lalu sampai sekarang, rakyat belum merasakan perubahan yang signifikanBahkan, pemerintahan transisi dikabarkan mulai kehilangan arahTidak ingin perjuangan yang merenggut nyawa sedikitnya 850 jiwa itu sia-sia, warga Mesir beraksi.

"Kini, semuanya (transisi menuju demokrasi) malah menuju ke arah yang salah," keluh Lilian Wagdy, aktivis demokrasi, saat berunjuk rasa di Tahrir Square, seperti dikutip Associated Press.

Menurut dia, selain pergantian para pejabat pemerintah, segalanya masih sama di MesirBahkan, kebijakan dan gaya kepemimpinan Mubarak pun masih bertahanMiliter yang terlalu lama dimanjakan oleh mantan pemimpin 83 tahun itu sepertinya enggan berubahPadahal, militer lah yang sekarang mengendalikan pemerintahan transisi.

Dalam aksi bertajuk "Jumat Pertanggungjawaban" itu, para pengunjuk rasa mendirikan pos-pos pemeriksaan sipil di sekitar Tahrir SquareTujuannya adalah menyeleksi para pengunjuk rasa dan mencegah terjadinya bentrok anarkistisYang berjaga di pos-pos tersebut adalah warga sipil dan para aktivis demokrasiSama sekali tidak ada polisi atau tentara di lokasi demoSebab, kali ini aparat keamanan yang merupakan bagian dari pemerintahan transisi justru menjadi sasaran unjuk rasa.

Spanduk besar warna putih dengan tulisan "(Beginilah) Balas Jasa dari Para Pembunuh Martir" terpasang di Tahrir SquareDi lapangan yang menjadi pusat perlawanan rakyat saat revolusi itulah, aktivis demokrasi kembali berkumpulDidukung oleh puluhan ribu rakyat sipil, mereka kembali membangkitkan semangat revolusiNamun, aksi kali ini tidak bertujuan mengakhiri kekuasaan pemerintah transisi.

"Pembersihan nyata, pemerintahan sejati, pengadilan yang sesungguhnya," seru para pengunjuk rasa sambil membawa selebaran yang dibagikan secara gratis di Tahrir SquareTulisan yang tercetak pada selebaran-selebaran itu sama persis dengan yang diteriakkan demonstran Jumat sepekan sebelumnyaSelain aktivis demokrasi dan warga sipil, para tokoh dari partai politik Ikhwanul Muslimin dan kelompok ultrakonservatif Salafi ikut turun ke jalan.

Seperti revolusi selama 18 hari sejak akhir Januari lalu, massa kembali mendirikan tenda di Tahrir SquareMereka bakal bertahan di sana sampai pemerintahan transisi mewujudkan seluruh tuntutan merekaSalah satunya adalah menyeret para petinggi militer yang menjadi kaki tangan MubarakApalagi, pemerintahan transisi sudah membentuk pengadilan militerSejauh ini, pemerintahan transisi yang dikendalikan militer memang sebatas menyidangkan para kroni Mubarak dari kalangan sipil.

Belakangan, rakyat juga mulai menanyakan kemampuan militer dalam menegakkan demokrasi lewat pemerintahan transisi yang mereka kendalikanPasalnya, selama era Mubarak, militer Mesir mendapatkan banyak fasilitas yang istimewaKarena itu, tidak heran jika mereka sangat loyal kepada diktator yang berkuasa selama sekitar 30 tahun di Mesir tersebutAlhasil, pada Februari lalu militer pun harus "disudutkan" sebelum bersedia mendukung revolusi.

Kini, setelah Mubarak hengkang, publik ingin militer diposisikan secara proporsionalBukan yang sok berkuasa, mengedepankan kekerasan, dan sewenang-wenangKarena itu, tokoh-tokoh oposisi --terutama yang mengincar kursi presiden-- lantas sibuk merancang pemerintahan baru yang menempatkan militer pada posisi normalHanya itu cara merebut hati rakyat MesirYakni, rancangan masa depan militer yang tepat dalam pemerintahan demokratis.

"Beberapa kandidat (presiden) enggan memasukkan unsur militer dalam pemerintahanTapi, itu tidak mungkinSebab, militer merupakan kelompok yang paling kuat dalam skema politik pemerintah," tutur Sherif Younis, ahli sejarah pada Helwan University, dalam artikel yang dia tulis untuk portal berita Al-Masry Al-Youm.

Padahal, sejak awal militer janji tak akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden (pilpres) Mesir mendatangJika itu benar-benar terjadi, untuk kali pertama Mesir bakal menggelar pilpres yang bebas dari kandidat militerSebab, sejak 1952 para tokoh militer tak pernah absen meramaikan pilpres di Mesir.

Sejauh ini, ada empat tokoh senior militer yang menjadi kandidat dalam pilpres dan sukses menjadi pemenangKeempatnya sama-sama berpangkat jenderalSalah satunya adalah MubarakSedangkan tiga lainnya adalah Mohamed Naguib, Gamal Abdel Nasser, dan Anwar Sadat.

Faktanya, militer Mesir tak bisa jauh dari pemerintahanBahkan, militer di sana tidak akan benar-benar bebas dari politik atau menjadi kelompok yang independen dalam pemerintahanSebab, secara tidak langsung, manunggalnya militer dan pemerintahan tertuang dalam konstitusi Mesir.

"Pemerintahan transisi harus merumuskan konstitusi baru yang menjamin kebebasan militer berpolitik dan masuk pemerintahan," ungkap Jenderal Mamdouh Shahin, pejabat senior Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir (SCAF).

Bulan lalu, Ketua SCAF Mohamed Hussein Tantawi mengusulkan amandemen Hukum MiliterDengan begitu, para pejabat militer yang melakukan kesalahan bisa diseret ke meja hijau layaknya warga sipilSelama ini, hukum tak mengatur pengadilan terhadap pejabat dan anggota militer yang masih aktifPengadilan hanya bisa terjadi saat sang pelanggar sudah tidak menjabatPrinsip-prinsip warisan rezim militer itulah yang membuat rakyat memberontak.

Selain faktor militer yang enggan menggerakkan roda reformasi, revolusi Mesir pun tak mengarah pada perbaikan sosial dan ekonomiAhmed Naguib, aktivis Tahrir Square, mengatakan bahwa rakyat mulai kehabisan energiAktivis dan kaum muda pun mulai terbelah dan kehilangan arah"Tak ada skenario yang berjalan lancar di KairoKekuatan sipil makin pudarKorupsi dan pelanggaran HAM tetap terjadiPerekonomian juga memburuk," tegasnya dalam konferensi ECFR di London pekan lalu(berbagai sumber/hep/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bersenjata Golok, Sandera 30 Murid TK Malaysia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler