jpnn.com - SALAH seorang korban tewas peledakan bom Sarinah, Rais Karna (39), kemarin jenazahnya dimakamkan di Kampung Plered, RT 03/12, Desa Pabuaran, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor.
Dua karangan bunga di halaman rumah seakan melepas kepergian Rais menghadap sang khalik. Satu bertuliskan duka cita dari Kabidokkes Polda Metro Jaya Kombes Pol dr Musyafak, dan sebuah lagi dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian.
BACA JUGA: Indahnya Merenda Kasih dengan Natal dan Maulid Bersama
Sebelum akhirnya dinyatakan meninggal, Rais sempat mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta. Ia dinyatakan tiada, Sabtu malam (16/01), dan jenazahnya tiba di kediaman keluarga, Minggu dini hari sekitar pukul 01.00 WIB.
“Kami akan langsung makamkan jenazah,” tutur adik almarhum, Rahmad, ditemui Radar Bogor (Jawa Pos Group) kemarin.
BACA JUGA: Banyak Suporter Kabau Sirah Marah
Saat insiden bom dan penembakan, pria kelahiran Jakarta 28 Maret 1978 itu didapati tergeletak di jalan dengan luka tembak di pelipis kiri. Cukup lama sebelum Rais mendapat pertolongan, karena terjadi baku tembak antara pelaku teror petugas petugas polisi.
“Saya memang nggak jauh sama dia (almarhum), pas ada bunyi tembakan, saya nengok Rais sudah tergeletak," tutur Rahmad.
BACA JUGA: Alamak...Indahnya Surga di Tiga Gili Lombok
Rahmad mengingat jelas bagaimana suasana di kawasan Sarinah saat itu mencekam. Termasuk di lingkungan kantor Bank Bangkok yang tak jauh dari lokasi pengeboman.
Rentetan suara tembakan dan ledakan membuat semua orang termasuk karyawan yang berada di kawasan tersebut berhamburan keluar.
Rahmad tak menyangka. Usai suara ledakan pertama, dirinya dan Rais yang satu kantor di Bank Bangkok, justru berlari mendatangi sumber ledakan. Bersama warga, keduanya berkerumun di lokasi kejadian.
Tetapi, tak disangka, di antara kerumunan warga, salah satu pelaku teror tiba-tiba mengeluarkan tembakan membabi-buta. Teroris itu menembak Rais yang tengah menyaksikan pos polisi yang hancur terkena bom.
“Saya masih ingat pas ada tembak-tembakan itu saya berusaha selamatkan diri. Saya nengok dan kembali lagi untuk memastikan siapa yang ketembak, siapa yang nembak. Saya maju lagi ke jalan, eh bener abang saya,” ujarnya lemas.
“Dar... der... dor.. suara tembakan juga masih terdengar. Saya tidak tahu posisi abang saya pas penembakan, yang pasti, saya lihat dipoto membelakangi teroris,” imbuhnya. Meski melihat jelas sang kakak terkapar, Rahmad tak dapat berbuat banyak.
“Saya tidak bisa evakuasi, saya dilarang untuk nolong, situasi sangat tidak memungkinkan, saya juga saat itu minta tolong sama polisi," kenangnya. Saat situasi sudah mulai kondusif, petugas kepolisian membawa Rais ke rumah sakit.
Paman korban, Muhammad Suganda (49), menilai Rais sebagai anak yang rajin dan sederhana. Terlebih kepada seluruh anggota keluarga, Rais adalah sosok yang sangat perhatian.
“Jiwanya sangat penolong, kalau ada apa-apa dia datang,” ujarnya.
Suganda baru mendapat informasi salah satu korban penembakan adalah keluarganya pada Jumat (15/1), pagi. Saat dijenguk di RS Abdi Waluyo, Jakarta, korban masih bernafas namun tak sadarkan diri.
“Tetapi sebenarnya hari Jumat juga sudah tidak ada, habis obat itu pukul 21.21 WIB, akhirnya dinyatakan jantungnya sudah tidak berdetak,” ungkapnya.
Almarhum meninggalkan istri dan dua anak bernama Siti Atayah Ramadani (4), dan Qiano Aprilia Rafasya (3). Pada saat pewarta ke rumah duka, anak kedua Rais sedikit rewel.
Menurut keluarga, biasanya, di akhir pekan seperti Minggu kemarin, Rais kerap mengajak anak dan istrinya pergi rekreasi atau sekadar menikmati sore.
“Mungkin pengin ketemu ayahnya. Pengen jalan,” tutur Suhartinah, tetangga korban. Hingga saat ini, pihak keluarga menyebut belum mendapat santunan dari pihak manapun atas kepergian Rais. “Tapi pejabat Polri sudah banyak yang ke sini,” tutupnya. (ded/rp1/c/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Haru Pasutri Penyandang Cacat: Berbagi Ilmu dengan Menempuh Perjalanan Laut
Redaktur : Tim Redaksi