jpnn.com - Menyebut nama Hermensen Ballo, siapapun lawannya pasti akan gemetar. Namun bagi masyarakat NTT, nama Hermensen Ballo tentu akan selalu dikenang sebagai salah satu petinju terbaik yang pernah dimiliki NTT.
RUDY MANDALLING, KUPANG
BACA JUGA: Pegang Kampak dan Busur Panah, Merdeka! Merdeka!
Hermensen Ballo merupakan sosok yang periang dan humoris. Tapi kalau sudah di atas ring, perangainya akan berubah menjadi sangat galak dan siapa pun lawan yang dihadapinya, pasti akan dibuatnya bertekuk lutut.
Di ring tinju amatir, nasional, khususnya di kelas terbang 51 Kg, dirinya sangat disegani. Malah, dia sering dijuluki "Si Raja Kelas terbang".
BACA JUGA: Heroik, Penjahit Merah Putih Pertama Hadir Saat Upacara HUT RI
Tak salah jika julukan ini disematkan padanya, jika dilihat dari track record yang dimilikinya selama berkarier di ring tinju amatir. Her -sapaan akrab Hermensen- ini adalah petinju NTT yang belum pernah terkalahkan sejak dirinya turun di arena PON tahun 1993 silam.
Saat itu, Her yang bermain di kelas layang ringan 45 kg, dan berhasil mengharumkan nama NTT melalui sumbangsih emasnya.
BACA JUGA: Sabet Emas, Owi Nginap di Rumah Duta Sheila on 7
Her sendiri menggeluti dunia tinju, karena ajakan dari omnya, Janes Ballo yang melihat potensi yang dimilikinya sejak masih duduk di bangku SD.
Ini tidak terlepas dari perangai Her yang saat itu suka berkelahi, yang mengakibatkannya harus pindah sekolah sebanyak tujuh kali.
"Saat masih SD, saya sering terlibat perkelahian di sekolah, bukan saja dengan teman sekelas, tetapi juga dengan kakak kelas. Akibatnya saya harus pindah sekolah sebanyak tujuh kali,” ungkapnya saat ditemui Timor Express akhir pekan lalu.
"Entah kenapa, tapi saat itu saya tidak punya perasan takut menghadapi siapapun,” tambahnya.
Ajakan omnya tersebut, ternyata diterima oleh Her dan mulailah dia menekuni dunia tinju, dengan berlatih di lingkungan keluarga sendiri.
Her pertama kali naik ring ketika mengikuti kejuaraan tinju antar sasana di kampung halamannya, di Kota Soe - Kabupaten TTS pada tahun 1987. Saat itu banyak yang keberatan dirinya tampil di atas ring, karena usianya yang masih sangat muda dan juga karena kondisi fisiknya yang dinilai tidak memenuhi syarat.
Namun semua itu terbantahkan, dengan penampilannya yang gemilang untuk meraih kemenangan pertamanya di atas ring tinju.
"Saat itu banyak yang meragukan kondisi saya, namun saya tetap tampil dan meraih kemenangan,” jelasnya.
Mulai dari situlah kariernya terus menanjak, dan mulai merambah ring tinju amatir nasional, dimana Her mampu mencatatkan namanya sebagai salah satu petinju terbaik Indonesia melalui raihan prestasi yang ditorehkannya.
Mulai dari meraih medali Juara II Yunior (1991, Tangerang), Juara II Pra PON (1992, Semarang), Juara II Presiden Cup, Juara I Presiden Cup (lolos PON 1994), Juara I Presiden Cup, Sarung Tinju Emas (STE) dan Juara III ASEAN Games (1994), Juara STE, Presiden Cup, Juara II Pra Olimpiade dan lolos Olimpiade (1995).
Dia jura juara I Pon XIV, Juara Presiden Cup (1996), Juara SEA Games, Presiden Cup, dan STE (1997), Juara Presiden Cup, Juara II ASEAN Games, dan Juara STE (1998), Juara STE, Juara III SEA Games, lolos Olimpiade Sidney (2000), Juara Udayana Cup (Terbaik), Juara Kejurnas di Makassar (2002), Juara III SEA Games, Juara I Pra PON di Kaltim (2003) serta Juara I PON Palembang (2004).
Semua gelar itu kata Her diraihnya dengan susah payah dan itu tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, khususnya kedua orangtua dan sanak keluarga serta teman-teman dekatnya.
Dan yang lebih membanggakan lagi, dalam partisipasinya di tiga PON, Her mampu meraih emas di tiga kelas berbeda. Yakni Kelas Layang Ringan 45 kg (PON XIII 1993), Kelas Layang 48 kg (PON XIV 1996) dan Kelas Terbang 51Kg (PON XVI 2004).
Bila kita melihat torehan prestasi tersebut, ada gambaran kalau untuk even nasional Her merupakan rajanya tinju amatir yang belum terkalahkan. Ini tak lain karena semangat juangnya yang tinggi untuk memberikan sesuatu yang terbaik dari dirinya di akhir karirnya. Dan itu dilakukannya dengan ketekunan dan keuletan dalam berlatih.
"Semua itu bukan karena kemampuan saya semata namun lebih karena berkat Tuhan dan dukungan semua pihak yang telah memampukan saya untuk itu,"kata Hermensen, yang saat ini menjabat sebagai Kasie Olahraga Rekreasi dan Industri Olahraga Dispora NTT ini.
PON XVI di Palembang, merupakan kiprah terakhir Her di pentas tinju amatir, saat itu usianya mencapai 33 tahun. Dan selama berkiprah di ring tinju amatir hingga PON XVI 2004, pertarungan yang paling berkesan adalah ketika dirinya memukul roboh petinju Kalimatan Barat, Daud Yordan di final kelas terbang 51 Kg. Saat itu dia berhasil merebut emas bagi NTT.
Selama kiprahnya di ring tinju amatir nasional, Her tak pernah dikalahkan petinju lainnya di Indonesia. Sejak meninggalkan ring tinju Amatir, Her mulai menekuni dunia kepelatihan yang memang menjadi tujuan utamanya setelah menggantung sarung tinju. Dia mempunyai obsesi melahirkan petinju-petinju handal NTT yang disegani di tingkat nasional.
Her mengawali kariernya sebagai pelatih tatkala dipercaya menjadi asisten pelatih tim tinju SEA Games Filipina 2005 lalu. Meski belum membawa banyak hasil, namun karena pengalaman tinjunya yang segudang, oleh PB Pertina, Hermensen Ballo dipanggil sebagai asisten pelatih.
Bermodalkan pengetahuan tambahan ketika mengikuti penataran pelatih nasional tingkat dasar di Manado, Sulawesi Utara tahun 2005, Her mulai membina para petinju muda di NTT.
Harapannya, mereka menjadi penerus tongkat estafet para petinju handal NTT seperti Nelson Oil, Jhoni Asadoma, Richard Muskanan, Alex Mailao, Yohanis Tefa, Yeremias Sally (almarhum), Nelson Mure, Karel Muskanan, dan tentunya Her sendiri. Dia mengimpikan suatu saat Provinsi NTT disebut orang sebagai Nusa Tinju Terkuat di Indonesia.(JPG/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ajarkan Teknologi Penangkapan Ramah Lingkungan, Bikin Abon dan Ikan Asap
Redaktur : Tim Redaksi