jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan bahwa pihaknya belum bisa membawa mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino ke pengadilan. Penyebabnya adalah kurangnya bukti untuk mendakwa tersangka korupsi proyek quay container crane (QCC) di Pelindo II itu.
Berbicara pada rapat dengar penrapat Komisi III DPR dengan pimpinan KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (27/11), Alexander menyatakan, sudah hampir empat tahun RJ Lino menyandang status tersangka korupsi. Hingga jelang masa jabatan komisioner KPK periode 2015-2019 berakhir pada Desember mendatang, lembaga antirasuah itu belum bisa membawa Lino ke pengadilan.
BACA JUGA: Garap Kasus RJ Lino, KPK Periksa Adik Bambang Widjojanto
“Kami sekarang (masa jabatan) tinggal tiga minggu, (kasus Lino) belum naik (penuntutan) juga. Kemarin, kami sudah menanyakan penyidik sebetulnya untuk perkara RJ Lino itu alat buktinya yang belum cukup, terutama terkait dengan penghitungan kerugian negara,” kata Alexander di hadapan Komisi III DPR.
Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta itu menjelaskan, KPK sebelum menjerat Lino sebagai tersangka pernah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit proyek QCC di Pelindo II. Namun, lanjut Alexander, BPKP tidak bersedia mengauditnya.
BACA JUGA: Fahri Hamzah: RJ Lino Dibiarkan Bebas, Novanto Dikejar-kejar
Arkian, KPK meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas proyek QCC. “Sekarang tahap itu kami lakukan,” katanya.
Alexander menjelaskan, mekanisme penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi dilakukan setelah ada tersangkanya. Kalau baru tahap penyelidikan, katanya, yang ada sebatas potensi kerugian negara dari hasil audit investigatif.
BACA JUGA: KPK Panggil Eks Dirkeu Pelindo II untuk Kasus RJ Lino
“Audit investigatif belum ada tersangkanya, kalau sudah tersangka baru audit untuk penghitungan kerugian negara. Itu standar dan saya juga menggunakan itu saat menjadi auditor,” ujarnya.
Seperti diketahui, KPK mengumumkan Lino sebagai tersangka korupsi pada 18 Desember 2015. KPK menduga pemilik nama Richard Joost Lino itu telah memperkaya diri sendiri, pihak lain dan korporasi terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2010.
KPK menduga Lino saat menjadi Dirut Pelindo II telah menyalahgunakan wewenangnya dengan memerintahkan penunjukan langsung terhadap PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery asal Tiongkok sebagai pelaksana pengadaan tiga unit QCC. Merujuk hitungan BPK, realisasi proyek itu telah menimbulkan kerugian negara sekurang-kurangnya USD 3,6 juta atau sekitar Rp 50,03 miliar.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy