jpnn.com, BALIKPAPAN - Nonperforming loan (NPL) alias rasio kredit bermasalah perbankan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara menyentuh 6,61 persen pada akhir 2016 lalu.
Angka itu melampaui batas kewajaran yang ditetapkan Bank Indonesia (OJK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni maksimal lima persen.
BACA JUGA: Bank Kelas Kakap Hadapi Tekanan Kredit Bermasalah
Hal itu merupakan sinyal bagi perbankan untuk memperhatikan risiko dalam menyalurkan pembiayaan.
Sementara itu, kinerja kredit perbankan di Kaltim dan Kaltara masih mampu menunjukkan tren positif dengan tumbuh 2,79 persen.
BACA JUGA: Perbankan Tertekan Kenaikan Rasio Kredit Bermasalah
Namun, angka itu jauh di bawah rata-rata pertumbuhan kredit perbankan secara nasional yang ada di kisaran 8–10 persen.
Kepala OJK Kaltim Dwi Ariyanto mengatakan, terjaganya pertumbuhan kredit Kaltimra didorong permintaan dari kelompok modal kerja dan konsumsi.
BACA JUGA: OJK Minta Pemda Pangkas Dividen BPR
Terkait NPL yang masih tinggi, dia menyebut, hal itu dipicu beberapa sektor tertentu.
Misalnya, pertambangan, konstruksi, jasa angkutan, dan jasa usaha.
Walau demikian, Dwi menyebut, OJK tetap optimistis kinerja perbankan akan membaik.
Hal itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi di Kaltim dan Kaltara yang mampu menyentuh 0,04 pada tahun lalu.
Namun, khusus di Kaltim, pada periode tersebut pertumbuhan ekonomi masih di posisi minus.
“Ada harapan membaik dari perbaikan kinerja beberapa sektor ekonomi. Terutama karena harga komoditas unggulan yang cenderung membaik. Di sisi lain, sektor jasa keuangan mulai melirik sektor lain sebagai penyerap kreditnya,” jelas Dwi kepada Kaltim Post.
Khusus sektor pertambangan, Dwi memang menyarankan perbankan lebih ketat dalam menyalurkan kredit. (ctr/man/k16)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMF Patok Salurkan Pinjaman Rp 5,7 Triliun
Redaktur & Reporter : Ragil