Ratifikasi FCTC Bikin Tembakau Lokal Tersingkir

Minggu, 11 Agustus 2013 – 23:59 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Rencana Menteri Kesehatan (Menkes) meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan akan memberlakukannya pada 2014 nanti bakal membuat produk tembakau lokal tersisih. Padahal, produk tembakau di Indonesia memiliki ciri khas sendiri yang tidak bisa begitu saja disamakan.

"Jika ada standarisasi, sementara perlindungan pemerintah tak ada, maka produk tembakau lokal makin tersisih," kata Ketua DPP Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nurtantio Wisnu Brata, dalam keterangan persnya, Minggu (11/8).

BACA JUGA: Ekonomi AS Membaik, Guncangan Baru Datang

Dijelaskannya, jika produk yang dihasilkan harus sama dengan di luar negeri, berarti tembakau-tembakau lokal tidak bisa jadi bahan baku rokok dan produk turunan lain. "Dalam FCTC akan diciptakan suatu standarisasi produk tembakau dengan yang ada di luar negeri padahal tembakau kita berbeda. Itu kita belum bicara pengaturan iklan, promosi, CSR dan lain-lain," ujarnya.

Seharusnya, ketimbang pemerintah memaksakan ratifikasi, mestinya membuat aturan rokok yang benar-benar disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. FCTC, kata Nurtantio, bisa saja sesuai dengan kondisi di luar negeri belum tentu akan cocok di Indonesia.

BACA JUGA: Awasi Harga Tiket Pesawat Selama Lebaran

Senada hal itu anggota Komisi IX DPR, Poempida Hidayatulloh menyatakan, jika pemerintah mengaksesi FCTC, maka problem yang akan muncul adalah pengurangan pekerja di sektor industri dan pertanian tembakau. “Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi PHK besar-besaran hingga pabrik gulung tikar,” katanya.

Padahal, tambah Poempida, dari sektor tenaga kerja, secara keseluruhan industri tembakau menyerap tenaga kerja sekitar 4,154 juta tenaga kerja. Dari jumlah itu 93,77 persen diserap kegiatan usaha pengolahan tembakau, seperti pabrik rokok. sedangkan penyerapan di sektor  pertanian, menyerap sekitar 6,23 persen.

BACA JUGA: H+2 Lebaran, Harga Cabai dan Bawang Merah Masih Melambung

“Lebih rincinya 1,25 juta orang telah menggantungkan hidupnya bekerja di ladang cengkeh dan tembakau, 10 juta orang terlibat langsung dalam industri rokok, dan 24,4 juta orang terlibat secara tidak langsung dalam industri rokok,” lanjutnya.

Poempida mengingatkan Menteri Kesehatan bahwa visi misi Presiden SBY adalah ingin menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif. Salah satu definisi dari pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan akselerasi maupun peningkatan bagaimana setiap satu persen pertumbuhan ekonomi itu mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 450 ribu orang.

“Dalam konteks rencana Menkes meratifikasi FCTC, sama halnya Menkes mengingkari visi misi Presiden SBY,” tegasnya.

Lebih jauh dikatakan Poempida, industri nasional berbasis rokok/tembakau itu menyumbangkan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Oleh karena itu, dirinya menegaskan bahwa industri ini harus dilindungi.

“Jadi bukan semata-mata karena faktor serangan asing atau serangan dari mana, tetapi semata-mata mengamankan amanat visi misi Presiden,” lanjutnya.

Bahkan Amerika sendiri sampai sekarang belum meratifikasi FTCC karena mereka sadar harus melindungi industri rokoknya."Amerika Serikat sebagai pendukung utama WTO saja belum meratifikasi. Begitu pula Jerman, Swiss, karena mereka punya industri tembakau,"sambungnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setiap Lebaran Harga TBS Anjlok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler