Ratusan Hektare Sawah Kekeringan di Tanahdatar

Rabu, 04 Januari 2017 – 19:59 WIB
Ilustrasi. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com - JPNN.com - Ratusan hektare sawah di tiga nagari di Kecamatan Lintaubuo, Kabupaten Tanahdatar mengalami kekeringan.

Hal itu disebabkan tak kunjung diperbaikinya bendungan Ngalau Pangian yang rusak akibat runtuhnya tebing bukit pada 16 Mei 2015.

BACA JUGA: Kopda Jon dan Pelda Tav, Kalian Sungguh Malu-maluin TNI

Tiga nagari yang mengalami kekeringan yaitu Pangian, Tigojangko dan Taluak. Selain tak bisa bercocok tanam, warga juga kesulitan air bersih untuk mandi cuci kakus (MCK).

Sebab, selama ini air irigasi ini menjadi sumber air utama masyarakat Pangian, khususnya di Jorong Kotokociak, Tagopalange dan Patameh.

BACA JUGA: Pejabat Diingatkan Jangan Suka Cari Muka

“Sejak saya lahir, belum pernah kami mengalami kekeringan separah ini, belum pernah sumur kami kering total, belum pernah kami membeli beras. Sekarang, kami membeli beras, mandi ke sungai dan tidak bisa bercocok tanam,” ujar Anita, 33, warga Jorong Kotokociak kepada Padang Ekspres, Minggu (1/1).

Menurut Anita, sejak membeli beras ini, kehidupan terasa semakin susah. Jika uang tak ada, maka dia akan berutang beras ke huller (penggilingan padi, red).

BACA JUGA: Hati-Hati, Banyak Lubang di Pantura Tegal

Ketika suaminya yang bekerja di proyek irigasi Batang Sinamar gajian, maka utang tersebut baru dibayar. Karena keadaan ini juga kata dia kehidupan yang sudah susah terasa semakin susah. Simpanannya perlahan-lahan habis terpakai.

Hal senada disampaikan Buyung, warga Jorong Tagopalange, Pangian. Kata dia, sekarang Nagari Pangian seakan mengalami kemunduran 40 tahun.

Betapa tidak, dulu saat tahun 1970an, ketika dia masih kecil masyarakat mandi di sungai, di pincuran dan sumber-sumber air lainnya. Sejak bendungan Ngalau Pangian dibangun di tahun 1979, masyarakat bisa mandi di sumur atau bandar vertical.

“Sekarang, kami mandi di sungai lagi. Untuk mandi, kami harus jalan ratusan meter bahkan 2 kilometer ke sumber air. Ibu-ibu, bapak-bapak, mamak kemenakan, ipar besan sudah bercampur. Hilang raso pareso karena air tak ada,” jelasnya.

Dia menyesalkan lambannya pihak terkait menangani persoalan ini. Menurutnya, di kampungnya saat ini dibangun irigasi Batang Sinamar yang menghabiskan anggaran hingga Rp 270 miliar dan katanya bisa mengaliri 3.000 hektare sawah. Namun, untuk apa pembangunan itu ada, jika sawah bagian lainnya kekeringan.

Pantauan Padang Ekspres (Jawa Pos Group), untuk mandi, warga setempat berbondong-bondong ke sungai pada sore hari. Anak-anak, bapak-bapak, ibu-ibu, bujang dan gadis mandi bercampur dalam sungai. Mereka bergerombol dengan kendaraan roda dua dan mobil.

Bagi keluarga yang termasuk golongan menengah ke atas bisa membeli air dengan mobil tanki. Tak heran puluhan mobil tanki lansir bolak-balik dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan air bersih di rumah-rumah warga.

Di sisi lain, sawah-sawah sudah rengkah karena tak dapat air. Sebagian sawah ada yang ditanami warga secara tadah hujan, ternyata hujan juga tak berlangsung lama, akibatnya sawah yang sudah ditanam tersebut juga mengalami kekeringan.

Selain itu, kolam-kolam ikan yang biasanya jadi sumber penghasilan tambahan warga tak berfungsi lagi.

Daerah Koto, hulu irigasi Batang Pangian dulunya adalah kawasan yang tak pernah putus mendapatkan air bersih. Sawah sejauh mata memandang, namun tak pernah kekeringan.

Warga dari nagari lainnya datang mengambil air untuk kebutuhan kandang ayam dan usaha lainnya ke kawasan ini. Namun, sekarang Koto sudah kering. Hanya sebagian kecil sawah yang mampu dialiri air irigasi. Pemandangan hijau berubah menjadi gersang.(adi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Dia Muka Oknum Mahasiswa yang Hobi Begituin Remaja


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler