jpnn.com, JAKARTA - Ratusan massa karyawan Polo Ralph Lauren Indonesia kembali menyeruduk alias berdemonstrasi di Kantor Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Dalam aksi tersebut, mereka menuntut pergantian Hakim Agung Rahmi Mulyati yang menangani sengketa merek di lembaga peradilan tertingi di Indonesia itu.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Diminta Perhatikan Nasib Ribuan Karyawan Polo Ralph Lauren dan Keluarganya
Massa aksi tersebut merupakan karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala Putra Perkasa.
Janli Sembiring selaku perwakilan karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia dan PT Manggala Putra Perkasa menyampaikan aksi kali ini untuk memperjuangkan nasib karyawan beserta keluarga.
BACA JUGA: Tak Kenal Lelah, Karyawan Polo Ralph Lauren Terus Mencari Keadilan ke MA
Menurut Janli Sembiring, para karyawan mendatangi MA untuk meminta keadilan guna mengabulkan peninjauan kembali (PK) terkait sengketa merek yang sidangnya akan digelar MA.
Janjli menegaskan para karyawan juga meminta bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BACA JUGA: Begini Klarifikasi Tim Hukum Mohindar Terkait Merek Polo Ralph Lauren
"Kami mengharapkan Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendengarkan aspirasi kami karena hingga tujuh kali kami berdemonstrasi di tempat ini, Ketua Mahkamah Agung tidak mendengarkan tuntutan kami. Kami meminta mengganti satu hakim saja, yaitu hakim Agung Rahmi Mulyati dalam perkara sengketa merek PK nomor 15 tahun 2024," ujar Janli Sembiring.
Janli menjelaskan pihaknya meminta Hakim Agung Rahmi Mulyati diganti karena pada putusan sebelumnya di tingkat kasasi merugikan pihak PT Polo Ralph Lauren Indonesia.
Dia berharap Hakim Rahmi tak mengadili perkara PK Fahmi Babra melawan Mohindar HB Nomor 15 PK/Pdt.Sus-HKI/2024 karena Hakim Agung Rahmi Mulyati telah memihak Mohindar HB dalam perkara Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024.
Adapun putusan yang diputus sebelumnya oleh Hakim Rahmi, ialah PK PT Polo Ralph Lauren Indonesia Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024.
Dia menilai putusan yang memenangkan pihak MHB janggal dan cacat hukum karena sangat jelas ada putusan bertentangan tahun 1995 dimana merek Ralph Lauren atas nama Mohindar HB sudah dihapus dan juga sejak awal MHB tidak memiliki merek Polo by Ralph Lauren.
Hal itu dapat dilihat dari putusan nomor 140/Pdt.G/1995 Jkt Pst pada halaman 10 serta pada halaman amar putusan, dimana tidak ada kata "Polo" dan tidak ada kata "by" dan diperintahkan Pengadilan dihapus.
“Jadi, putusan PK nomor 9 cacat hukum,” tegas Janli.
Janli kami berharap jangan terjadi kembali di perkara PK nomor 10 dan nomor 15 yang saat ini masih berlangsung.
Dia meminta Hakim harus mempelajari dengan jelas putusan yang bertentangan tersebut dan menjaga muruah MA dengan mengembalikan perkara sengketa merek Polo by Ralph Lauren.
Sebab, sangat jelas Mohindar HB hanya dengan bukti fotokopi dan mereknya Ralph Lauren, tidak ada kata polo dan by dan, yang menurut putusan nomor 140 tahun 1995 sudah dihapus.
“Kenapa bisa digunakan menghapus merek-merek polo milik perusahaan kami yang resmi? Ini aneh dan cacat hukum jika memenangkan Mohindar HB,” tutur janli sembiring
Menurut Janli, jika hakim Rahmi Mulyati tidak diganti dalam perkara merek PK nomor 15 maka pihaknya akan terus berdemonstrasi sampai tuntutannya dipenuhi.
“Hakim mengadili perkara sengketa merek PK nomor 15 dan nomor 10 dengan fakta-fakta hukum yang ada, yaitu adanya putusan yang bertentangan,” ujar Janli.
"MHB tidak memiliki legal standing, MHB tidak memiliki merek Polo by Ralph Lauren, tetapi kenapa diputus di PK oleh Hakim Rahmi dan Hakim Agung memiliki Polo by Ralph Lauren,” ujar Janli.
Karyawan juga meminta Badan Pengawas MA, Komisi Yudisial hingga KPK, memeriksa tiga hakim yang telah memutus PK PT Polo Ralph Lauren Indonesia Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024.
Janli menilai putusan yang memenangkan MHB tersebut bertentangan dengan dua putusan lain, yakni putusan nomor 140/pdt.g/1995/PN.jkt.pst dan putusan MA nomor 3101 K/pdt/1999.
"Ketua KPK juga harus turun mengusut putusan ini," ucap Janli didampingi perwakilan kuasa hukum dari LQ Indonesia Law Firm dan Quetient TV Putra Hendra Giri.
Janli mengaku tak mengetahui kapan sidang PK digelar. Namun, dia memastikan akan terus menggelar aksi sampai Hakim Rahmi diganti.
Jika tidak, mereka akan terus berdemonstrasi. Sebab hal ini berkaitan dengan nasib karyawan dan keluarganya.
"Nah, kami tidak tahu sidang PK-nya kapan, karena PK kan sidangnya tertutup. Karena tidak tahu, kami terus turun ke jalan mengawal perkara ini agar hakim tidak salah dalam memutus,” ujar Janli.
"Kami akan aksi lebih besar lagi. Kami akan menghantui kalau bisa kmai tidur di depan Mahkamah Agung karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Janli.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari