jpnn.com, JAKARTA - Sekitar 200 tokoh terkemuka dari sektor kebudayaan dan ekonomi kreatif berkumpul dalam sebuah diskusi publik yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Kebudayaan.
Diskusi itu digelar untuk menyoroti urgensi pembentukan Kementerian Kebudayaan sebagai upaya memperkuat dan mengarahkan pengelolaan sektor budaya dan ekonomi kreatif di Indonesia.
BACA JUGA: UMK Binaan Grup MIND ID Pamer Produk Budaya Ini di Kriyanusa 2024
Acara dihadiri oleh beragam pemangku kepentingan, termasuk seniman, budayawan, akademisi, dan pelaku industri kreatif, yang bersama-sama mendiskusikan langkah-langkah strategis untuk merealisasikan Kementerian Kebudayaan.
Kementerian tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai badan yang khusus mengelola perkembangan sektor kebudayaan dan ekonomi kreatif yang makin vital dalam membentuk identitas budaya serta mendukung perekonomian nasional.
BACA JUGA: Dieng Culture Festival 2024: Pesona Budaya Negeri di Atas Awan
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, menjadi salah satu pembicara utama dalam diskusi ini.
Dalam paparannya, Hilmar menekankan pentingnya pembentukan Kementerian Kebudayaan sebagai upaya untuk mengelola kekayaan budaya Indonesia secara lebih terstruktur dan efektif.
BACA JUGA: Peduli Budaya, Partai NasDem Gelar Fashion Show
Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati dan kekayaan budaya yang luar biasa. Kombinasi keduanya adalah potensi dan aset yang luar biasa yang perlu dilindungi, dikembangkan, dan dimanfaatkan agar bisa berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan nasional.
Tugas yang dianggap mendesak yakni membangun ekosistem yang dapat mengelola aset penting ini secara optimal, melibatkan pemerintah, dunia usaha, dan komunitas.
"Tentu ini bukan tugas yang mudah. Kita perlu organisasi dan mekanisme yang tangkas untuk memimpin proses ini mengingat skala dan lingkup urusan, kompleksitas, serta sumberdaya yang tidak kecil. Saya kira ide kementerian kebudayaan sudah tepat, tinggal merumuskan rincian tugas dan fungsinya sehingga tujuan besar itu bisa tercapai," ungkap Hilmar dalam keterangan resmi.
Diskusi publik itu tidak hanya membahas aspek domestik dari pembentukan Kementerian Kebudayaan, tetapi juga menyoroti relevansi kebijakan kebudayaan Indonesia dalam konteks global.
Para peserta diskusi sepakat bahwa peningkatan perhatian dunia terhadap sektor ekonomi kreatif dan budaya Indonesia menjadikan pembentukan Kementerian Kebudayaan semakin mendesak.
Okky Tirto, perwakilan dari Aliansi Budaya Rakyat dan anggota Kelompok Kerja Kebudayaan, menyatakan dalam era globalisasi ini, kebudayaan telah menjadi instrumen penting dalam diplomasi internasional dan pembentukan identitas nasional.
"Kami melihat bahwa sebuah kementerian yang khusus menangani kebudayaan akan memainkan peran penting dalam menyusun kebijakan yang mendukung inovasi, mempromosikan keberagaman budaya Indonesia di kancah internasional, serta melindungi kekayaan budaya kita dari tekanan eksternal," jelasnya.
Okky menambahkan, pembentukan Kementerian Kebudayaan adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa pengembangan sektor kebudayaan dan ekonomi kreatif di Indonesia dilakukan secara terarah dan terstruktur.
"Dengan adanya kementerian ini, kita bisa lebih fokus dalam mendukung pertumbuhan sektor ini, baik dari sisi kebijakan, pendanaan, hingga infrastruktur,” jelasnya.
Menurutnya, sebagai soft power, kebudayaan semestinya digunakan untuk menjadi instrumen diplomasi serta pertahanan nasional.
Maka sudah saatnya kebudayaan disikapi sebagai isu stratejik, bukan menjadi isu kelas dua di bawah ekonomi dan politik.
Dengan beban tugas yang berat berkenaan dengan kebudayaan, maka dibutuhkan lebih dari sekadar badan atau direktorat jenderal.
"Kita memerlukan kementerian kebudayaan dengan otoritas yang memungkinkannya bekerja. Tanpa instrumen kerja yang memiliki otoritas yang cukup, maka strategi kebudayaan tidak akan maksimal untuk dioperasikan," sambungnya.
Diskusi tersebut juga menjadi forum untuk menyoroti berbagai isu penting yang saat ini dihadapi oleh sektor kebudayaan dan ekonomi kreatif di Indonesia.
Beberapa topik yang dibahas antara lain, Peningkatan Koordinasi Antar Lembaga, Dukungan Finansial yang Lebih Besar, Penguatan Infrastruktur dan Akses Teknologi, Pendidikan dan Pelatihan.
Ivan Chen, Pendiri Anantarupa, juga turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut.
Dalam pemaparannya, dia menekankan bahwa tantangan yang dihadapi sektor kebudayaan dan ekonomi kreatif di
Indonesia bersifat sistemik, sehingga memerlukan solusi yang komprehensif.
Dia menjelaskan bahwa kerangka kerja kebudayaan yang sudah dirumuskan dalam UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, perlu diimplementasikan secara lebih terintegrasi untuk menciptakan apa yang disebut sebagai cultural loop.
Sasaran dari strategi kebudayaan adalah untuk menciptakan kedaulatan budaya yang dapat diukur melalui pelestarian budaya tradisional, internalisasi nilai budaya ke media baru, penguatan diplomasi budaya, ketahanan budaya terhadap pengaruh asing dan pertumbuhan kekuatan ekonomi baru.
"Semua sasaran ini dapat dicapai jika kita mampu menjalankan 'cultural loop' dengan baik, yaitu melalui proses perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan,” jelas Ivan.
Apa yang disampaikan Ivan Chen disetujui oleh Svida Alisjahbana selaku Ketua Ekraf APINDO dan Ketua Jakarta Fashion Week.
Menurutnya, untuk memajukan industri kreatif Indonesia, tidak bisa hanya melestarikan tradisi, tetapi harus menjadikannya relevan dengan perkembangan zaman.
"Diperlukan peran aktif pemerintah dalam standarisasi, mendukung, dan menginkubasi talenta lokal agar mampu bersaing di panggung global," tutupnya.
(ded/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi