jpnn.com, JAKARTA - Reaksi Yusril Ihza Mahendra sungguh tak terduga menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat (PD) Benny K Harman yang menyebutnya sebagai pengikut pemikiran Hitler.
Pengacara empat mantan anggota PD yang mengajukan pengujian formal dan materiel terhadap AD/ART PD Perubahan 2020, sama sekali tidak marah.
BACA JUGA: Benny K Harman Sebut Yusril Ihza Mahendra Mirip Hitler, Ada Apa?
Dia malah tertawa terbahak-bahak mendengar hal tersebut.
Yusril kemudian bercerita pengalamannya ketika mahasiswa.
BACA JUGA: Yusril Sindir Balik Hamdan Zoelva, Logika Hukumnya Top Banget
Dia pernah menjadi asisten Prof Osman Raliby mengajar mata kuliah Propaganda Politik dan Perang Urat Syaraf di FISIP UI.
Osman memberinya buku-buku Adolf Hitler dan Jozef Goebbels dalam bahasa Jerman seperti Mein Kamf dan Des Fuhrers Kamf um den Weltfrieden untuk ditelaah.
BACA JUGA: Wow, Yusril Puji Langkah Demokrat Meski ada Kalimat Jeruk Makan Jeruk
Karena Yusril mahasiswa filsafat, pemikiran Hitler dalam Mein Kamf itu dia kritik habis di hadapan Osman Raliby.
Prof Osman menurutnya ketika itu gembira.
Dia merupakan tokoh Masyumi yang pernah berguru dengan Goebbels ketika kuliah di Berlin menjelang Perang Dunia II.
Hal inilah yang menjadi alasan Yusril tertawa saat Benny menyebutnya menggunakan cara berpikir totaliter dalam menguji AD Partai Demokrat.
“Seingat saya Benny Harman mengikuti kuliah saya Filsafat Hukum dan Teori Ilmu Hukum ketika dia mahasiswa Pascasarjana UI," ujar Yusril dalam keterangannya, Senin (11/10).
Mantan menteri kehakiman dan Hak asasi manusia di era Megawati Soekarnoputri ini menyebut mahasiswa pascasarjana tidak mengesahkan dirinya menganut paham totaliter Nationale Sosialismus atau Nazi.
Di kampus, pemikiran hukum filsafat Yusril malah dianggap terlalu Islam.
Yusril juga bercerita di masa Orde Baru, Panglima Kopkamtib Laksamana Sudomo ketika itu, menyebutnya sebagai ektrem kanan.
"Pemerintah Amerika Serikat sampai sekarang sepertinya menganggap saya Islam radikal. Makanya saya tidak pernah dikasih visa untuk masuk ke AS,” katanya.
Karena itu, Yusril menganggap sebuah kejutan, gegara membela empat kader Demokrat yang dipecat kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dirinya mendapat julukan baru sebagai pengikut Hitler.
“Dua minggu lalu saya dijuluki Pengacara Rp 100 miliar. Sekarang saya dijuluki lagi sebagai Nazi pengikut Hitler. Masih untung saya enggak dijuluki PKI,” kata Yusril.
Yusril lebih lanjut mengatakan omongan Benny terkait keinginan negara untuk memaksakan kehendak tidak ada pijakan intelektualnya sama sekali.
Pertama, sejak tahun 2007 hingga sekarang dirinya tidak lagi memiliki jabatan kenegaraan apa pun dan dia berada di luar pemerintah serta lembaga negara manapun juga.
Yusril mengatakan dirinya adalah manusia bebas dan merdeka.
Tidak ada kepentingan apa pun padanya untuk membuat rezim senang atau tidak senang dengan rakyat.
“Kebijakan Pemerintah Presiden Jokowi pun tidak jarang saya kritik. Saya memang bukan bagian dari pemerintah,” katanya.
Kedua, Yusril mengatakan, AD/ART Partai Demokrat ini bukan diuji dengan kehendak penguasa, melainkan melainkan dengan undang-undang.
Dua undang-undang utama yang dijadikan batu uji AD Demokrat adalah UU Nomor 2/2008 tentang Partai Politik dan segala perubahannya dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya.
Semua itu diuraikan dengan jelas dalam permohonan uji formal dan materiel yang disampaikan ke Mahkamah Agung.
Untuk diketahui, kedua undang-undang yang dijadikan batu uji itu dibuat ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat presiden.
Kemudian, di DPR RI ketika itu juga ada Fraksi Partai Demokrat di mana Benny K Harman menjadi anggota dan ikut membahas serta menyetujui kedua undang-undang dimaksud.
"Apakah kedua undang-undang yang saya jadikan batu uji adalah produk rezim pengikut Hitler? Kalau begitu maksud Benny Harman, maka pengikut pemikiran Hitter itu adalah Presiden SBY dan DPR zaman itu termasuk Benny Harman di dalamnya," kata Yusril.
Yusril menegaskan, seluruh argumentasi filosofis, teoritis dan yuridis dalam permohonan pengujian Anggaran Dasar Partai Demokrat ke Mahkamah Agung, tidak satu pun literatur Hitler atau Nazi.
Selain itu, juga tidak ada satu kalimat pun yang menguji AD Partai Demokrat dengan rasa senang atau tidak senangnya penguasa.
"Jadi, bagaimana Benny K Harman bisa menyimpulkan saya mengikuti pikiran Hitler," Yusril.
Sebelumnya Benny K Harman menyatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan asal usul ideologi yang dipakai Yusril dalam menghadirkan AD/ART PD ke MA.
"Diduga kuat cara berpikir ini berasal dari totalitarian ala Hitler," kata Benny saat konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Senin (11/10).
Benny kemudian memaparkan maksud dari cara berpikir totalitarian ala Hitler, yaitu memaksa kehendak negara harus diikuti sipil.
Dia menyebut hal itu terlihat ketika permohonan ke MA mencoba menguji aturan internal dengan kehendak negara.(gir/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang