jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menanggapi pernyataan Kuasa Hukum Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Hamdan Zoelva.
Hamdan sebelumnya menyebut permohonan uji formal dan materiel terhadap AD/ART PD yang diajukan empat mantan kader partai berlambang mercy lewat kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, adalah permohonan yang aneh.
BACA JUGA: Anak Buah AHY Sadar Enggak, Meragukan Intelektualitas Yusril Sama dengan Menyerang SBY?
Hamdan menyebut aneh, karena yang dijadikan pihak termohon dalam uji formal dimaksud adalah Menkumham, bukan Partai Demokrat.
Karena itu PD kubu AHY meminta pada Mahkamah Agung menempatkan mereka sebagai pihak terkait, karena merasa sebagai pihak yang signifikan dimintai keterangannya soal pembuatan AD/ART.
BACA JUGA: Yusril Dituding Berjuang Demi Rupiah, Pengacara Kubu AHY Demi Apa?
Menanggapi hal tersebut Yusril menyebut aneh atau tidak aneh permohonan itu tergantung kedalaman analisis pengacara yang ditunjuk PD untuk menangani perkara dimaksud.
"Kalau analisisnya sambil lalu tentu terlihat aneh, tetapi kalau dianalisis dalam-dalam justru sebaliknya, tidak ada yang aneh, yang aneh justru sikap DPP Demokrat sendiri," ujar Yusril dalam keterangannya, Senin (11/10).
BACA JUGA: Kubu AHY Kembali Singgung Soal Dukungan ke Anak Yusril Ihza Mahendra
Yusril menegaskan, permohonan yang dimohonkan untuk diuji bukan AD/ART PD ketika berdiri.
Namun, AD/ART perubahan 2020.
"Anggaran Dasar (AD) perubahan itu bukan produk DPP partai mana pun termasuk Partai Demokrat. Sesuai UU Parpol, yang berwenang mengubah AD/ART adalah lembaga tertinggi dalam struktur partai tersebut. Di PD, lembaga tertinggi itu adalah Kongres. Jadi, AD Perubahan PD 2020 bukan produk DPP PD, tetapi produk Kongres PD 2020," ucapnya.
Yusril juga mengatakan DPP partai memang berhak dan berwenang mewakili partai ke luar dan ke dalam.
Hal tersebut sebagaimana halnya direksi perseroan terbatas, berhak melakukan hal yang sama.
Namun, kewenangan itu tidak menyangkut perubahan anggaran dasar.
"Di partai, kewenangan itu ada pada kongres atau muktamar. Sementara dalam perseroan terbatas, kewenangan itu ada pada rapat umum pemegang saham. Akan terjadi tindakan seenaknya jika DPP partai atau Direksi PT dapat mengubah Anggaran Dasar," katanya.
Menurut Yusril, justru menjadi aneh ketika pengacara DPP PD kubu AHY meminta dijadikan sebagai pihak yang paling signifikan memberi keterangan atas permohonan uji formal dan materiel AD/ART PD Perubahan 2020.
"Apalagi menyebut DPP PD sebagai pihak yang membuat AD Perubahan. DPP PD hanya pihak yang diberi amanat atau mandat oleh kongres untuk mendaftarkan perubahan AD/ART ke Kemenkumham. Di partai mana pun keadaannya sama," katanya.
Yusril justru menilai sebuah bumerang ketika sebelum sidang, PD malah mengaku sebagai pembuat AD/ART.
Menurutnya, hal tersebut justru mengindikasikan Anggaran Dasar Perubahan PD 2020 otomatis tidak sah, karena dibuat oleh DPP PD sesuai pengakuan tersebut.
"Dalam persidangan MA nanti, surat kuasa yang diberikan DPP PD kepada Hamdan Zoelva bisa kami eksepsi sebagai surat kuasa yang tidak sah. Kuasa itu diberikan bukan oleh 'pihak yang membuat' AD ART."
"Keterangan yang diberikan bukan oleh pihak yang berwenang memberikan keterangan tidak lebih dari sekadar 'testimonium de audiu' yang tidak punya nilai pembuktian sama sekali, tetapi kalau pengacara DPP PD mau mencobanya, silakan saja," katanya.
Yusril juga menyebut justru aneh permohonan DPP PD ke MA agar dijadikan pihak terkait.
"Kalau di MK, keberadaan pihak terkait, yakni pihak yang berkepentingan dengan suatu pengujian UU, memang ada dan dikenal. Namun di MA tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang mengatur keberadaan pihak terkait," katanya.
Karena itu, kata Yusril menambahkan, dengan menggunakan logika hukum PD, permohonan menjadi pihak terkait juga menjadi sangat aneh.
"Lebih aneh lagi, Hamdan menyebut PD sebagai pihak pembuat Anggaran Dasar. Kalau merasa sebagai pihak pembuat AD yang relevan untuk memberikan keterangan di MA, mengapa justru memosisikan diri sebagai pihak terkait," katanya.
Yusril juga berpandangan AD ART partai manapun yang dibuat oleh kongres atau muktamar sebuah partai baru sah berlaku apabila disahkan oleh Menkumham dan dimuat di dalam Berita Negara.
Demikian juga hasil kongres partai yang menyusun DPP, baru dinyatakan sah ketika telah disahkan oleh Menkumham dan diumumkan dalam Berita Negara.
"DPP partai kubu manapun yang mengaku dirinya sah, pada akhirnya pemerintah atau pun KPU tetap akan mengacu kepada Keputusan Menkumham sebagai pegangan demi kepastian hukum."
"Lihat saja bagaimana praktik selama pemilu dan pilkada. Demikian pula anggaran dasar partai. Karena itu, adalah relevan Menkumham yang dijadikan termohon dalam judicial review, bukan DPP Partai Demokrat yang juga sama sekali bukan pihak yang membuat AD tersebut," katanya.
Menurut Yusril, seandainya keterangan yang diberikan Menkumham nantinya tidak memuaskan Mahkamah Agung, bisa saja permohonan JR dikabulkan.
Misalnya, amar putusan MA menyatakan pasal-pasal tertentu dalam AD ART Partai Demokrat bertentangan dengan undang-undang dan karenanya tidak mempunyai kekuatan mengingat.
Jika hal itu yang diputuskan, maka amar putusan selanjutnya, kata Yusril, memerintahkan Menkumham untuk mencabut pengesahan AD PD.
Karena dicabut, maka praktis Partai Demokrat tidak mempunyai Anggaran Dasar yang sah.
Yusril menilai dalam keadaan demikian, maka Menkumham tentu kan mengembalikan masalahnya ke PD, agar memperbaiki AD ART-nya sesuai pertimbangan hukum dan amar putusan MA.
"Bagaimana PD memperbaiki anggaran dasarnya, andaikata putusan MA seperti itu, tentu bukan urusan saya lagi. Saya kan pengacara empat orang anggota PD yang mereka pecat. Saya sama sekali bukan pengacara PD. Pengacara PD kan Pak Hamdan Zoelva," pungkas Yusril.(gir/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang