Referendum Jogja Bisa Pancing Daerah Lain

Diprediksi Terjadi Pergeseran Peta Kekuatan di Senayan

Selasa, 07 Desember 2010 – 08:01 WIB
Foto: Radar Jogja/Dok.JPPhoto

JAKARTA – Wacana menggelar referendum dalam menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur Jogjakarta ditetapkan atau dipilih langsung dinilai bisa membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)Hal itu bisa memicu daerah lain menuntut referendum untuk menentukan nasibnya ke depan.

Karena itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung meminta wacana referendum tidak diteruskan

BACA JUGA: Ilham Habibie dan Priyo Perang Baliho

”Referendum itu agak berlebihan
Ini akan menimbulkan kecemburuan daerah lain, sehingga semua daerah terdorong menuntut referendum yang sama,” kata Pramono usai Rapat Paripurna DPR kemarin (6/12).

Sebagian masyarakat mengusulkan digelar referendum agar masyarakat Jogjakarta menentukan sendiri mekanisme pemilihan pemimpin mereka, apakah dengan cara ditetapkan atau dipilih secara demokratis

BACA JUGA: Polisi Selidiki Koneksi Baasyir-Fadli Sadama

Wacana ini muncul setelah pemerintah menyusun draf RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Jogjakarta (DIY) yang salah satu pasalnya menyebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur Jogjakarta dipilih secara demokratis
Selama ini, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX menjabat gubernur dan wakil gubernur dengan cara ditetapkan.

Untuk menghentikan wacara referendum ini, Pramono meminta pemerintah segera menyampaikan RUUK DIY tersebut ke DPR untuk dibahas bersama

BACA JUGA: Hakim MK Siap Ditindak

Hingga Minggu malam, kata Pramono, draf itu belum diterima pimpinan DPRMeskipun Mendagri Gamawan Fauzi berkali-kali mengatakan draf RUUK DIY akan dikirim ke DPR pekan ini.

”Pemerintah harus memprioritaskan RUU ini, terutama soal pemilihan Gubernur Jogjakarta yang menjadi isu sensitif di publik,” kata mantan Sekjen DPP PDI-P iniKekhawatiran wacana referendum Jogjakarta bisa membahayakan NKRI diungkapkan pula politisi PKB, Abdul Malik HaramainDia mengingatkan keberadaan beberapa kelompok masyarakat di daerah yang masih saja menyuarakan pemisahan dari NKRISebut saja Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua, Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan sempalan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

”Saya khawatir referendum di Jogjakarta dijadikan alasan oleh kaum separatis menuntut hal yang sama di daerahnyaDengan kedok referendum, mereka berupaya memisahkan diriJangan sampai kasus pemisahan diri Timor Leste terulang di daerah lain,” kata Malik.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Hakam Naja memprediksi bakal terjadi pergeseran peta kekuatan fraksi-fraksi DPR menanggapi RUUK DIY inisiatif pemerintahDPR periode 2004-2009 memang pernah deadlock ketika membahas usulan pemerintah agar Gubernur dan Wakil Gubernur Jogjakarta dipilih secara demokratisSemua fraksi, kecuali Fraksi Demokrat, menolak usul pemilihan dan meminta Sultan HB X dan Paku Alam IX ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur.

”Pergeseran peta kekuatan akan terjadi, walaupun tidak signifikanSebab usulan pemerintah dalam RUUK DIY yang akan segera disampaikan ke DPR itu tidak hitam-putih, penetapan atau pemilihan langsungTetapi ada tawaran-tawaran jalan tengah,” kata politisi PAN ini.

Jalan tengah yang ditawarkan itu, misalnya, meminta Sultan HB X dan Paku Alam IX tetap memimpin Jogjakarta hingga lima tahun ke depanItu seperti disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya pekan laluSelanjutnya, kedua pemimpin ini akan mengisi posisi parardhya yang tempatnya di atas gubernurDalam konsep ini, parardhya berwenang melantik bupati/wali kota, dan menjadi pelindung budaya.

”Usulan pemerintah kali ini cukup bagus, meski saya belum membaca draf aslinya yang masih dalam tahap finalisasi oleh pemerintahSebab konsep ini diakomodir dari hasil penyusunan tim Universitas Gajah Mada (UGM) bentukan Sultan sendiriJadi, saya yakin akan ada jalan tengah, tidak akan deadlock lagi seperti periode lalu,” kata Hakam Naja(dri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Dur Luncurkan Buku Terakhir


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler