Refleksi Hutan Sosial KLHK 2018 untuk Rakyat

Jumat, 28 Desember 2018 – 19:00 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya di dalam kegiatan Refleksi Hutan Sosial 2018. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Pemberian akses kelola Hutan Sosial KLHK hingga kini telah mencapai 2.504.197,92 Ha dengan total Surat Keputusan (SK) sebanyak 5.391 SK kepada 586.793 Kepala Keluarga.

Hutan Sosial menjadi kebijakan korektif pemerintah Indonesia di Kabinet Kerja Presiden RI Joko Widodo untuk memastikan bahwa keberadaan hutan harus dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat secara nyata.

BACA JUGA: Pemerintah Dorong Pelaku Usaha Menjalankan Bisnis Beretika

“Setidaknya 25.800 desa dengan jumlah penduduk sekitar 30 juta orang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Program Hutan Sosial adalah jawaban Presiden untuk mensejahterakan masyarakat yang 70% diantaranya menggantungkan hidupnya kepada keberadaan dan kelestarian kawasan hutan," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya.

Hal tersebut disampaikan Menteri Siti dihadapan media massa dan ratusan generasi milenial pada acara Refleksi Hutan Sosial 2018 di Arboretum Manggala Wanabakti, Jakarta (28/12).

BACA JUGA: 87 Persen Perusahaan Taat Aturan Lingkungan

Menurut Menteri Siti, masyarakat kini memiliki kesempatan untuk mengelola dan memanfaatkan hutan secara berkelompok melalui pemberian akses legal selama 35 tahun.

Selain itu, KLHK juga terus mendampingi masyarakat desa hutan agar dapat berusaha secara mandiri dan berkelanjutan.

BACA JUGA: Menciptakan Tunas Generasi Hijau Melalui Gerakan Pramuka

“Jadi pemanfaatan hutan Indonesia tidak hanya dimiliki oleh pengusaha namun yang lebih penting, masyarakat juga memiliki akses legal untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka,” ujar Menteri Siti.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto menambahkan, pendampingan kepada masyarakat diperlukan dalam merencanakan akses lahan melalui skema agro-forestry, silvo-fishery dan silvo-husbandery.

Pendampingan dalam perencanaan penyusunan RKU (Rencanan Kerja Usaha) dapat dipergunakan untuk memperoleh akses permodalan dari bantuan hibah, CSR, maupun dana pinjaman KUR atau BLU.

Produktivitas yang tinggi dalam cluster pengembangan komoditas hutan, pangan, perikanan dan perternakan dalam bentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dapat dihubungkan dengan akses pasar (offtaker).

“Sehingga rakyat dalam mengusahakan hutan memiliki produk komoditas dengan prospek pasar yang jelas,” ucap Bambang.

Bambang menambahkan, pendamping bagi masyarakat dapat dilakukan oleh penyuluh/penyuluh swadaya masyarakat atau dari LSM yang kompeten.

Untuk keberlanjutan program, pendampingan perlu menyemai/mengenali local champion/tokoh Hutan Sosial di daerah yang menjadi penggerak program Hutan Sosial.

Bimbingan untuk kemandirian usaha dilaksanakan oleh kementerian terkait (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan UKM), Pemerintah Daerah, Himpunan Bank Negara (HIMBARA) dan BLU serta KLHK sebagai penanggung jawab teknis kegiatan.

Refleksi Hutan Sosial 2018 menghadirkan sembilan Tokoh Hutan Sosial 2018 pilihan Koran Tempo terdiri dari perwakilan skema Hutan Sosial, yaitu: Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan (KK) yang berasal dari delapan provinsi dan sembilan kabupaten, yang terdiri dari:
1. KTH Mandiri Kalibiru, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
2. Gapoktan Rimba Lestari, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
3. KTH Mitra Wana Lestari Sejahtera, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.
4. Kelompok Tani dan Nelayan Mangrove, Hutan Kemasyarakatan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
5. LPHD Bentang Pesisir Padang Tikar – Batu Ampar, Hutan Desa, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
6. LPHN Jorong Simancuang, Hutan Desa, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
7. LMDH Wono Lestari, Kemitraan Kehutanan, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
8. Hutan Adat Tembawang Tampun Juah, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
9. Hutan Adat Marena, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.


Refleksi Hutan Sosial 2018 juga menghadirkan generasi milenial sebagai target penting penyebarluasan informasi dan publikasi program Hutan Sosial.

Generasi Muda Indonesia merupakan agen perubahan paling efektif untuk memberikan pemahaman dan penyadartahuan kepada kelompok masyarakat lainnya.

Limpahan generasi muda yang produktif merupakan kekayaan bagi Indonesia dan peluang untuk memenangkan persaingan dalam memajukan potensi sumber daya Indonesia.

Dalam konteks Hutan Sosial, generasi muda dapat berkontribusi melalui kreativitas dan inovasi dengan mendayagunakan media informasi sebagai gerbang untuk mempromosikan hasil-hasil hutan sosial.

Salah satunya melalui “Hutan Sosial Lifestyle” dengan mempromosikan dan mengkonsumsi produk-produk hasil Hutan Sosial, seperti kopi, sorgum, madu, sutera.

Generasi muda yang berwisata ke lokasi-lokasi hutan sosial juga dapat memviralkan melalui media seperti Instagram, Facebook, Twitter, radio komunitas, blog, dan sebagainya.

Tujuannya adalah Hutan Sosial semakin maju dan mensejahterakan dengan dukungan seluruh lapisan masyarakat. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ibu, Menteri Siti Minta ASN Perempuan Tingkat Kemampuan


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler