Reformasi PSSI Belum Selesai

Minggu, 15 Mei 2016 – 22:09 WIB
Pengamat Sepak Bola Akmal Marhali menjadi pembicara pada diskusi PSSI Main Bola Lagi di Jakarta, Sabtu (14/5). FOTO: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Pencabutan sanksi pemerintah kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), yang diikuti pencabutan hukuman FIFA kepada Indonesia ternyata tidak disambut positif beberapa pihak.

Pengamat sepak bola sekaligus penggiat Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali, menilai proses perbaikan tata kelola reformasi sepak bola nasional, belum sepenuhnya selesai.

BACA JUGA: Solusinya, Geser Pusat Pemerintahan

Contohnya adalah masalah klub yang selama ini masih bersengketa secara hukum, masih menjadi persoalan sampai saat ini. Salah satu buktinya adalah belum bisa tampilnya Persebaya Surabaya yang asli.

Sementara, klub yang bukan Persebaya berganti nama, kemudian bisa tampil di level teratas. Begitu juga dengan Arema Indonesia. 

BACA JUGA: Aneh, Ahok Bikin PDIP Sulit

Di sisi lain, permasalahan di internal organisasi PSSI juga belum selesai, ada klub yang ingin KLB, tapi pengurus-pengurus yang merupakan wajah lama, masih berkuasa dan ingin mempertahankan kekuasaannya.

Ada beberapa saran yang diberikan oleh pengamat yang dulunya mantan wartawan sepak bola ini. Berikut petikan wawancara JPNN Muhammad Amjad dengan Akmal Marhali. 

BACA JUGA: Setoran Rp 1 M Tetap Lanjut

Menurut Anda, pencabutan sanksi ini efeknya positif atau tidak? 

Positif atau negatif sangat subyektif. Dari mana memandang dan bagaimana sudut pandangnya. Seperti halnya offside dalam permainan sepak bola. Offside atau tidak itu tergantung kepada subyektifitas wasit. 

Mengapa demikian?

Artinya ada yang diuntungkan. Ada juga yang dirugikan. Yang terpenting semangat sportifitas dan fair play tetap dijaga dan dihormati satu sama lain. 

Berarti pencabutan sanksi, bukan berati masalah selesai?

Ya, secara umum saya melihat masalah fundamental sepak bola belum selesai. Masih banyak pekerjaan rumah (PR). Masalah fundamental antara lain legalitas klub, masalah lisensi klub profesional, finansial, gaji pemain.

Belum lagi transparansi dan masalah match acting, match setting dan match fixing. Semua penyakit kronis yang selama ini didiamkan bahkan terkesan dilegalkan federasi. 

Apakah hanya itu saja masalah kronis di federasi kita?

Hmmm... Masalah fundamental lain adalah reorganisasi. Ini akan sangat njelimet karena di satu sisi ada kelompok yang ingin terus melanggengkan sepak bola sebagai kekuasaannya secara bisnis.

Cukup banyak masalahnya, dan sepertinya tidak mungkin bisa diselesaikan oleh federasi ya, bahkan negara?

Tapi, tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan asalkan negara ini serius dan total untuk melakukan reformasi sepak bola

Apa yang harus dilakukan untuk bisa membuat perubahan-perubahan di kepengurusan saat ini? 

Cara paling efektif adalah potong satu generasi. Faktanya, selama 25 tahun bola kita dikelola oleh orang yang itu-itu saja dan gagal. Generasi baru harus diberikan kesempatan. Generasi muda yang idealis, punya integritas, visioner dan reformis. 

Bahkan, saya berpikir sudah waktunya PSSI dipimpin oleh mantan pemain. Angkatan Bambang Pamungkas lah. Biar benar-benar baru dan kelihatan langsung semangat perubahannya. Generasi gagal dan yang punya dosa masa lalu, baiknya secara legowo cukup jadi penonton saja.

Nah, siapa saja nama-nama di kepengurusan. yang harusnya sudah tidak bisa mengurus sepak bola?

Untuk oknum-oknumnya saya pikir tanpa disebutkan namanya publik sudah tahu, dari dulu sampai sekarang ya itulah orangnya. Siapa god father selama ini. Mereka yang terlibat pengaturan skor, sepak bola gajah, sudah waktunya istirahat alias gantung sepatu. Nama-namanya sudah sering disebut media kok

Apakah pemerintah perlu menyebutkan nama-nama yang harus di-blacklist dari sepak bola? Mereka yang pernah bikin salah besar di sepak bola kan masih ada itu? 

Tergantung bagaimana Political will pemerintah. Bila dipandang perlu silakan saja. Tapi, untuk melakukan itu kan butuh proses hukum. Sayangnya, penegakkan hukum di negara kita masih lemah. Simpelnya, cukup tahu diri sajalah

Reformasi berarti bukan sebatas retorika?

Ya, begitulah. Reformasi yang dilakukan oleh pemerintah harus total termasuk reformasi sepak bola dengan dicabutnya pembekuan saya harap ada lembaran baru untuk pembenahan sepak bola di berbagai bidang.

Berbicara keinginan pemerintah dalam reformasi, agar ada transparansi dan akuntabilitas, mungkin apa tidak sih dilakukan kalau melihat attitude pengurus klub, pengelola kompetisi, dan pengurus PSSI selama ini?

Bukan mungkin tidak dilakukan, tapi wajib  dikerjakan. Transparansi adalah simbol sederhana perubahan dan reformasi. Bila itu dilakukan artinya niat, i'tikad, dan tekad mereformasi diri secara langsung dipahami publik sebagai sesuatu yang benar dilakukan untuk sepak bola indonesia lebih baik. 

Soal pengurusnya bagaimana?

Ini berbicara PSSI keseluruhan, harus kembali ke khittah pendiriannya atau setidaknya menggambarkan singkatannya saat ini. 

Apa itu singkatannya, apakah PSSI ada singkatan lain?

Ya, bagi saya PSSI bukan sekadar Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia tapi PSSI harus diartikan lebih dalam P itu adalah Profesional, S adalah Sportif, S yang kedua adalah Sehat, dan I-nya itu Integritas

Terakhir, untuk perbaikan, apa saja yang harus didorong?

Organisasi yang paling penting adalah tegas artinya nggak ada lagi toleransi pelanggar aturan. Dan nggak ada lagi faktor like or dislike, artinya untuk dualisme klub harus ada yang mengalah lewat aturan yang berlaku bukan like or dislike. 

PSSI untuk berubah kuncinya satu harus generasi baru, yang muda dan bergairah maka PSSI akan berubah. PSSI butuh orang-orang progresif, muda, bergairah dan nggak terkontaminasi dengan dosa-dosa lama.

Potong generasi, mereka yang selama 25 tahun ke belakang ada di sepa kbola, sudah tidak seharusnya ada di PSSI.(dkk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Reformasi Tata Kelola Kompetisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler